3. Cerita di Balik Es Krim

63 9 1
                                    

Cuaca begitu panas membuat es krim yang ada di tangan kiri gadis itu meleleh. Ia tidak menyadarinya karena masih sibuk dengan layar ponselnya. Ia sedang sibuk membaca berita seputar perkembangan cuaca ekstrem. Es krim itu perlahan mengenai tangannya. Namun, ia tidak menghiraukannya.

"Kalau dipikir-pikir, udah hampir seminggu hujan gak turun," gumam gadis itu yang belum kunjung menikmati es krimnya.

Hari ini ia ingin menemui dosen pembimbingnya. Sekarang sudah menunjukkan pukul 1 siang. Ia ingin menikmati udara siang ini di pendopo. Dosen pembimbingnya mengatakan untuk menemuinya pukul 1 lewat 15 menit. Ia sengaja membeli es krim untuk tetap terasa segar. Namun, berita tentang cuaca ekstrem itu terlihat lebih menarik untuk dibaca dibandingkan menikmati es krim yang dibelinya.

Setelah hampir seperempat es krimnya meleleh, ia baru menyadarinya.

"ES KRIMKU!!!" suaranya yang begitu lantang membuat mahasiswa yang berada di sekitaran pendopo memusatkan perhatiannya kepada gadis itu.

Ia tidak bisa menyembunyikan rasa malunya. Ingin rasanya menghilang dari pendopo itu, tapi ia harus segera menghabiskan es krimnya yang masih tersisa. Ketika ia hendak menghabiskan es krimnya, datang seorang lelaki dari arah belakangnya.

"Dor!" ucap lelaki itu dengan keras.

"Eh," ucap gadis itu tidak sengaja melepaskan es krimnya dari tangan kirinya.

Ia terdiam sejenak beserta lelaki itu. Ia menoleh ke belakang dan melihat Gian yang berusaha untuk menahan ketawanya.

"GIAAAANNNN!!!!!"

Gian langsung tertawa lepas tanpa menghiraukan mahasiswa lain yang memperhatikannya. Jihan tidak tinggal diam, ia langsung berdiri dan berusaha untuk memukul tangan Gian. Namun, usahanya tidak berhasil karena Gian bisa menghindar setiap serangan yang dilancarkan oleh Jihan.

"AKU RELA PANAS-PANASAN BUAT BELI ES KRIM, BELUM SEMPAT AKU NIKMATI, TAPI KAMU UDAH BIKIN ES KRIM AKU JATUH!"

Kali ini Gian tidak bisa berkutik. Ia melihat mata jihan begitu sinis. Lebih tajam dari pada tatapan harimau yang ingin menerkam mangsanya.

"Eum, anu ... aku izin pamit dulu," ucap Gian penuh rasa takut.

"Kamu ganti es krimku atau aku ceburin kamu kali besar itu?" ucap Jihan dingin.

"Han? Kamu gak serius, 'kan?" Gian memang manusia yang tidak peka terhadap perasaan Jihan sekarang.

Bagi Gian itu mungkin hal sederhana, tapi bagi Jihan itu begitu berharga. Ia sadar tidak punya banyak waktu untuk menghadapi Gian. Ia bergegas pergi ke dalam fakultas dan meninggalkan Gian sendirian.

"Jihan!" seru Gian.

•••

Langit menguning kemerahan. Burung-burung mulai beterbangan ke arah barat. Sekarang menyisakan Gian yang sendirian di parkiran. Hanya ada beberapa motor yang terparkir di sana. Sejak tadi ia gelisah. Belum pernah ia melihat Jihan seperti itu. Gian dan Jihan sudah berteman sejak mereka SMA. Sekarang mereka kembali dipertemukan di program studi dan fakultas yang sama.

Gian sudah terbiasa mengganggu Jihan seperti tadi. Begitu juga sebaliknya. Namun, kali ini ia merasa sudah berlebihan telah membuat es krimnya terjatuh. Ia mencoba untuk menelepon Jihan. Teleponnya sama sekali tidak diangkat oleh Jihan. Tak berselang beberapa lama, Gian melihat Vonny, teman sekelas Jihan.

"Vonny!" sorak Gian dari kejauhan.

"Kamu ngapain di sini sendirian? Jadi satpam dadakan?" tanya Vonny.

Dua Jari KelingkingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang