4. Ikatan

52 8 2
                                    

Seharusnya ini update hari minggu lalu, tapi ada kesibukan lain. Ini akan menjadi cerita yang panjang.

Happy reading!

Suara alarm ponselnya sejak tadi berusaha untuk membangunkan Gian. Namun, Gian tidak mempedulikannya. Ia justru terus mematikan alarmnya. Beberapa menit kemudian, alarm itu kembali mencoba untuk membangunkannya. Hari ini ia sudah tekadkan dirinya untuk menyelesaikan proposal penelitiannya agar bisa bimbingan dengan dosen pembimbingnya. Sudah setengah jam berlalu, alarm itu kembali hidup pada pukul setengah delapan pagi.

Shella yang begitu risih mendengarnya langsung menghampiri pintu kamar Gian.

"Aduh, terkunci pintunya. Gian!" seru Shella dari luar pintu kamar.

Ia begitu nyenyak menikmati tidurnya. Shella terus mengetuk pintu kamar Gian berulang kali. Ia terus memanggil Gian dengan keras. Volume alarm Gian memang sengaja dikeraskan olehnya tadi malam.

"Kalau bukan karena suara alarmnya, gak sudi aku bangun nih bocah," gumam Shella kesal.

Gian perlahan sadar ada seseorang yang memanggilnya dari luar pintu kamarnya. Ia mematikan alarmnya.

"Masih jam setengah 8 kenapa berisik kali sih tuh anak," gumam Gian yang risih mendengar suara Shella.

Gian langsung bangkit dari kasurnya. Ketika ia membuka pintu kamarnya, Shella menatap sinis dengan penuh amarah.

"Kalau alarm udah hidup, jangan cuma dimatiin doang. Ini gak, alarm hidup, tapi dimatiin, habis itu tidur lagi. Itu suara alarm kamu kedengar sampai luar rumah tau gak? Berisik tau!"

"Apa sih, Kak? Lebay kali, ah. Itu suara alarm juga paling jauh ke dengar sampai ruang tamu. Gak bakal juga kedengar sampai luar rumah."

Gian tidak menangkap maksud ucapan Shella.

"Emang kamu pikir di rumah ini cuma kamu doang yang punya telinga? Ayah lagi tidur. Suara alarm kamu bikin sakit telinga tau gak. Ngapain hidupin alarm kalau ujung-ujungnya gak bangun. Hidup alarm, dimatiin habis itu lanjut tidur. Nanti hidup alarm, dimatiin lagi. Kayak gitu aja terus sampai kamu dikeluarin sama kampus!"

Tidak kali ini saja Shella memarahi Gian karena suara alarmnya yang begitu keras. Ia tidak masalah jika Gian terbangun, tetapi Gian justru membiarkan alarm itu hidup berulang kali yang membuat Shella tidak bisa menahan kesabarannya.

"Kalau ngomong jaga lisannya, ya. Iya aku tau aku salah, tapi harus kayak gitu cara ngomongnya?" Gian tidak terima dengan perkataan Shella.

"Heh! Kurang ajar kamu, ya. Gak ada sopan santunnya sama Kakak kamu sendiri."

"Kamu yang mulai duluan!" suara Gian meninggi.

"Ingat, ya, Kakak selama ini membiayai uang kuliah kamu. Kakak yang harus berjuang supaya perekonomian keluarga kita stabil. Kamu tau apa? Cuma makan sama tidur. Apa kontribusi kamu selama ini, hah? Jawab!"

"Aku akan buktiin nanti kalau aku juga bisa berkontribusi untuk ayah dan ibu!

Gian tidak tinggal diam ketika Shella menekannya.

"Mulai sekarang kamu cari uang kuliah sendiri!"

Shella berbalik badan dan meninggalkan Gian di depan pintu kamarnya.

"Terserah! Mau dibayar atau engga juga aku gak peduli. Lagi pula, kamu juga bukan Kakakku!"

Shella terdiam mendengar suara Gian yang begitu tinggi. Matanya berkaca-kaca. Ia berusaha untuk mengontrol dirinya supaya tidak melakukan tindakan di luar kehendaknya. Pertama kalinya Shella mendengar perkataan yang tidak pernah terkira akan keluar dari mulut Gian.

Dua Jari KelingkingWhere stories live. Discover now