" Kenapa, ada yang sakit? " Ucap Dikta, namun Jeno menggeleng kembali.

Dikta akhirnya peka dan sedikit mendekatkan daun telinganya dengan bibir mungil pasiennya.

" Ti--dur "

Dikta terdiam, ia menatap kedua bola mata Jeno yang terlihat sangat berbeda dari biasanya, bola mata itu seperti memperlihatkan pengelihatan yang terlihat gelisah dan didalamnya seperti ada rasa takut, ia menyadari itu.

" Tidur Jev, tidak ada yang melarang mu untuk tidur "

Jeno menggeleng kembali, tiba tiba Tiffany merasakan tangannya dibalas genggaman oleh sang putra namun ini terasa kencang, Tiffang kembali panik ketika melihat putra bungsunya kembali mengeluarkan air matanya yang mendadak berjatuhan dengan deras.

" Ta--kut "

Dikta dapat kembali membaca pergerakan dari bibir mungil Jeno.

" Jevano takut tidur karna didalam sana gelap yaa? " Tanya Dikta, kali ini Jeno menjawab dengan mengangguk.

" Padahal bisa loh kamu tidur tanpa takut gelap didalam sana, kamu.. harus tenang engga boleh panik, jangan takut, okey "

" Takut.. "

" Ban--tu Jeno.. "

Dikta mengerti, dokter tampan itu menoleh dan menatap Jeffrey yang berdiri disamping Tiffany untuk meminta jawaban.

Jeffrey mengangguk dengan kecil sebagai jawaban, tidak ada cara lain selain Dikta yang harus memberikan cairan obat tidur untuk putra bungsunya, kepala keluarga robinson itu mengusap kedua bahu istrinya memberikan penenang.

Alat yang diperlukan Dikta sudah siap, tidak banyak, hanya sebuah suntikan yang sudah terisi cairan berwarna putih bening dan dua lembar alkohol swab.

" Tapi kamu janji ya besok pagi harus bangun, biar bisa ajarin om caranya main lego, lego yang itu dibeliin ka Jean ya? " Dikta bertanya, jari terlunjuk menunjuk kesebuah rak kaca yang berisi beberapa koleksi lego milik Jeno.

Dikta melakukan ini untuk mencoba mengalihkan rasa takut yang berada ditubuh Jeno, jadi ia menahannya untuk tidak menyuntikan cairan obat tidur.

" Iy--ya "

Namun sepertinya gagal, Jeno malah semakin terlihat seperti orang ketakutan akan sekitarnya, air matanya semakin jatuh dengan deras.

" Om izin yaa "

Dikta mulai membersikan lipatan siku menggunakan alkohol swab, dokter tampan itu sedikit menghela nafas pelan sebelum melakukan tindakan selanjutnya, setelahnya ia mulai menyuntikan cairan tersebut kedalam tubuh Jeno dan menutup luka bekas tusukan jarum itu menggunakan kassa kecil.

Genggaman ditangan Tiffany yang tadinya terasa kencang dan erat, kini terlepas dengan perlahan, tangan Jeno mendadak terjatuh terkulai lemas bertepatan dengan kedua bola mata yang kembali tertutup, membuat sisa air mata yang ditampung tadi berjatuhhan.

Tiffany mengusap air mata putranya dengan jeri jemarinya, setelahnya ia bangkit dari posisi duduknya, menarik selimut tebal agar menutupi tubuh putranya.

" Good night sayangnya bunda.. sleep well " Ucap Tiffany, mengelus pelan rambut putra bungsunya lalu mengecup keningnya.

Dikta merapihkan alat medisnya, setelah alat medis yang ia bawa sudah rapih dan masuk kedalam tasnya, dokter tampan itu memilih untuk menghampiri kedua putra dari sahabatnya yang sejak tadi duduk diatas sofa panjang dikamar Jeno.

Sedangkan Jeffrey memilih untuk duduk dipinggir ranjang sebalah kanan yang cukup dekat dengan posisi sofa panjang.

" Panick attack Jevano terbilang cukup parah dari sebelumnya, jangan membuatnya terlalu banyak berpikir dan jangan pernah tinggalkan Jevano sendiri dalam waktu lama, panick attack bisa saja terjadi lagi ketika Jevano sedang santai atau dalam sedang kondisi tidur. "

Jevano WilliamWhere stories live. Discover now