17. Mall

35 10 0
                                    

Lampu yang biasanya menyala kini nampak redup, seolah-olah pemiliknya enggan untuk menyalakan saklar itu.

Ruangan terasa gelap, bahkan setitik cahaya pun tak ada. Terlihat jelas jika sang pemilik kamar ingin menyendiri, mengumpulkan beberapa serpihan hati yang semula retak tak berarti.

Pandangan matanya kosong, seperti tak ada harapan di dalam sana.

Bahkan air mata pun sudah mengering di kedua pipinya, sang empu enggan untuk membersihkan wajah yang sudah kacau balau akibat menangis.

Ia bingung, tak tau harus apa.

Pikirannya berkelana, mengumpulkan secercah memori yang sangat indah. Tetapi keindahan itu hanya sementara, nyatanya semesta tidak mengizinkan ia untuk bahagia.

Entah apa yang Tuhan rencanakan olehnya, sebab akhir-akhir ini ujian demi ujian berdatangan silih berganti.

Hatinya yang tak siap pun hanya bisa bersabar, membuang keluh kesah yang tak kunjung mereda.

Kini tubuhnya mulai bangkit, mencari sebuah penerang untuk membuat kamar ini lebih hidup.

Ia tak mau membuat tempat ini mati, ia juga tak mau tempat ini berakhir sama dengan kondisi hatinya.

Berantakan.

Akhirnya dengan sisa-sisa tenaga, ia perlahan membereskan kekacauan yang ada. Bahkan kamarnya sudah mirip seperti ruangan yang tak memiliki penghuni.

"Berantakan banget kek hidup gue." Gatha terkekeh, menertawakan kehidupannya yang tak terarah.

Ia mulai merebahkan diri, terlalu banyak menangis membuat kantuk itu datang. Mungkin dengan inilah ia bisa beristirahat, walaupun hanya sebentar.

"Gatha, gue bawain makan--" Alaska yang baru saja sampai langsung masuk ke kamar Gatha, melihat sang empu yang sudah nyaman dalam tidurnya membuat ucapan itu terhenti.

"Udah tidur ternyata, semangat Tha. Semoga mimpi lo ga seburuk kehidupan dunia."

---

Udara yang berhembus tak membuat Gatha beranjak dari tempatnya, ia masih saja memandang batu nisan yang baru saja ditancapkan beberapa jam yang lalu.

Ia tak menyangka bahwa orang yang ia sayangi akan pergi, bahkan rasanya Gatha tak bisa menggapai itu semua.

Terkadang Gatha bingung dengan jalan hidupnya, hidupnya dipenuhi dengan kekecewaan dan kesedihan. Apakah Tuhan sengaja melakukan ini agar dirinya lebih kuat?

Mungkin seperti itu.

Walaupun rasanya susah untuk bahagia, setidaknya Gatha pernah mengalami arti dari sebuah kebahagiaan.

Walaupun hanya terasa semu, ia senang melakukannya.

Rintik-rintik hujan sudah mulai turun, sepertinya semesta tau bahwa seorang Gatha tengah berduka.

Kini ia sendirian, lagi, hanya ditemani oleh sepi dan sunyi.

---

"Gatha, lo sekolah nggak?" Gatha yang tengah merapihkan tempat tidurnya langsung menggeleng, ia ingin menenangkan diri lagi.

Alaska yang mengerti pun hanya mengangguk. "Jangan terlalu lama berlarut-larut dalam kesedihan, kehidupan lo masih panjang Tha. Banyak kebahagiaan yang belum lo coba."

𝐋𝐨𝐧𝐞𝐥𝐲 ✓Where stories live. Discover now