15. Cemas

34 10 0
                                    

Setelah melihat jam yang menunjukkan pukul 9 malam, Gatha segera membawa Cia pulang. Takutnya ia disidang oleh calon mertuanya itu.

Setelah menghabiskan malam dengan bercanda tawa, keduanya langsung pulang. Tak lupa mereka membawa sebuah martabak kesukaan orang tua Cia.

Kata Gatha untuk sogokan, biar mereka tidak terkena amukan karena pulang malam.

Ada-ada saja pemikiran dari seorang Agatha Majendra.

Motor yang semula melaju pun kini sudah bertengger manis di depan rumah, sebelum Cia masuk ke dalam, ia tersenyum terlebih dahulu.

"Makasih Gatha," ucapnya dengan nada lembut, hal itu membuat Gatha sedikit salah tingkah.

Dengan gerakan pelan, tangan itu sudah berada di depan wajah Cia. Cia yang tak mengerti pun hanya diam dengan raut wajah mengkerut.

Karena Cia tidak peka, akhirnya Gatha yang mengambil kedua tangan itu. Setelahnya ia cium dengan tulus.

Cia yang tak siap pun langsung terkejut, bola matanya membola karena ulah dari seorang Agatha Majendra.

"Gatha! Kebiasaan banget kamu ngagetin aku," kesalnya dengan pipi yang dikembungkan. Tak taukah jika ekspresi itu sangat lucu di mata Gatha.

"Kamunya ga cium tangan aku sih, jadi aku aja yang cium tangan kamu." Perlahan pipi Cia merona, tak tau lagi dengan jalan pikiran Gatha yang sangat absurd itu.

Untuk melampiaskan salah tingkahnya, Cia melayangkan beberapa pukulan ke lengan Gatha. Sang empu yang mendapat serangan itu hanya meringis pelan.

"Kalo salting senyum aja, jangan main tangan kek gini." Gatha mengusap rambut itu dengan gemas.

"Ihh aku malu tau!" Rengekan itu hanya dibalas tawa oleh Gatha, setelahnya ia berjongkok di depan gadisnya itu.

"Selamat malam tuan putri, pangeran izin pulang ya. Mengingat hari sudah malam, tuan putri setelah ini harus segera tidur. Pangeran juga nanti akan tidur setelah sampai rumah."

Mendengar kalimat itu membuat pipi Cia bersemu merah, lagi. Gatha sangat tau kelemahannya.

"Iyaa pangeran, tuan putri mu ini akan mengingat pesan dari pangeran. Selamat malam juga, semoga pangeran memimpikan tuan putri."

Gatha tersenyum, setelahnya ia pamit karena tidak tahan untuk berteriak. Kenapa kekasihnya ini sangat lucu?!

"Bye pangeran! Hati-hati di jalan ya!"

Gatha membalas lambaian tangan itu, selanjutnya ia bergegas pergi dari pekarangan rumah milik Cia.

Sungguh malam yang sangat indah.

---

Suasana pagi hari yang sedikit mendung itu tak membuat mood Gatha berubah. Ia bahkan tersenyum tatkala mengingat beberapa memori yang tercipta bersama Cia.

Sudah hampir seminggu ia menjalin hubungan bersama gadis cantik itu, hari-hari yang semula suram akibat kematian Sherly kini kembali berwarna.

Pengaruh Cia di hidup Gatha memang sebesar itu, bahkan kelakuan buruk Gatha perlahan hilang karenanya.

𝐋𝐨𝐧𝐞𝐥𝐲 ✓Where stories live. Discover now