sick

76 14 5
                                    

Jangan sider napasih😤👎
.
.
.
.

Sore ini hujan deras, langit tak bercahaya, disertai dengan udara yang begitu dingin. Kini Azura tengah bergelung diselimut milik Arin, disebelahnya ada ibunya yang juga tengah berbaring.

Keduanya saling berpelukan, berbagi kehangatan. Tangan Arin enggan berhenti mengelus rambut putrinya itu.
Sesekali mencium pipi Azura dengan penuh kasih sayang. Sedari tadi gadis itu sudah terlelap dengan wajah tampak damai.

Arin mengeratkan pelukannya terhadap gadis itu. Membenamkan wajah Azura pada dadanya. Kasih sayangnya benar-benar hanya terpaut pada gadis ini.

"Eungh, ibu..." suara serak Azura menyapa pendengaran Arin. Wanita itu berinisiatif mengelus punggung ringkih putrinya agar Azura kembali terlelap. Namun sepertinya, Azura tetap memilih membuka matanya.

"Dingin bu," lirih gadis itu.

Arin menyentuh dahi Azura dengan punggung tangannya. Seketika ia panik saat menyadari suhu tubuh Azura yang begitu hangat. "Nak, ayok bangun dulu."

Ia membantu gadis itu untuk duduk, dan bersandar dikasur. "Apanya yang sakit, nak? Kepalanya sakit, ya?" Cecar Arin seraya mengusapi wajah putrinya itu.

Azura yang biasanya mengangguk antusias kini lemah, tak bersemangat.

"Ibu beli obat dulu, ya?" Azura menggeleng dengan wajah memelas, bibirnya melengkung kebawah disertai dengan linangan air pada pelupuk matanya.

"Jangan, jangan tinggalin Zura.." jawab gadis itu lesu.

Arin pun kembali mendudukkan dirinya di ranjang, sebelah Azura. "Yaudah, ibu masak bubur dulu, ya?" Dengan terpaksa gadis itu mengangguk.

Arin pun beranjak dari kamarnya, menuju dapur. Disana, wanita itu sibuk membuatkan bubur nasi untuk putrinya itu. Setelah nasi itu mulai setengah matang, Arin menambahkan potongan wortel dan kentang kedalamnya serta sedikit garam.

Ia meninggalkan masakannya, lalu pergi menuju kamar. Setelah memastikan Azura baik-baik saja, ia kembali kedapur.
Beberapa menit kemudian, Arin kembali lagi kepada gadis itu dengan semangkuk bubur dan segelas air putih hangat.

Meletakkannya dinakas, lalu beralih pada Azura. Ia membantu gadis itu untuk bersandar pada kepala kasur.

"Ayok nak, buka mulutnya," Azura menurut dan mulai menerima suapan pertama yang diberikan oleh ibunya itu.

"Enak gak?" Tanya Arin seraya tersenyum, walaupun sudah tau jawaban apa yang akan diberikan oleh Azura.

"Nggak enak, ibu!" Lirih gadis itu, yang bahkan masih mampu cemberut.

"Besok gausah sekolah dulu ya?" Kata Arin, selesai memberi makan putrinya.

"Iyah bu,"

Lalu, Arin kembali membaringkan tubuhnya tepat disebelah Azura. Pelukan hangatnya, ia kerahkan pada putrinya itu.

"Bobo ya, nak..."

/////////////////

"Gak sekolah? kenapa tan?" Gibran meletakkan helmnya diatas tank motornya.

"Azura demam, nak. Jadi dia gak bisa sekolah dulu,"

Gibran turun dari motornya, menapakkan kaki diatas tanah depan rumah Azura. "Boleh Gibran liat Tan?" Tanya Gibran meminta izin.

Arin mengangguk, lalu membawa pemuda itu kedalam rumah. Didalam kamar, Gibran dapat melihat Azura yang masih terlelap. Bibir mungil pucat itu sedikit terbuka. Ia berjalan menuju Azura, lalu meraih tangan yang terasa hangat digenggaman Gibran.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 15, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

GIBRANWhere stories live. Discover now