Dunianya

95 22 7
                                    

Ga masalah kalo gada yang baca, karena lagi" author hanya iseng gaes. Tapi mending daripada punya reader yang gamau ngasih suara:|
.
.
.
.

Gibran sesekali tertawa kecil kala Awan dengan kocak menggoda gadis gadis yang lewat didepan meja mereka. Malam ini ke empat cowo itu tengah berada disebuah cafe dipinggir danau.

"Salah gak kalau gue ngajak Azura tunangan?" Pertanyaan Gibran sontak mengalihkan dunia dari teman-temannya.

"Serius banget, Gib?" Laskar menatap ragu pada Gibran.

"Lo pikir selama ini gue becanda?" Gibran kesal.

"Ya ngeliat tampang lo yang gini, kirain seleranya model atau apa," ujar Laskar seraya menatap dua temannya yang lain tampak keraguan dimata mereka.

Awan menjilat bibir, "gue kira selama ini Lo cuman main-main sama dia, Gib."

Gibran berdecih, "fuck, lo pikir gue sebrengsek itu?" Gibran melempar tatapan tajamnya.

Awan cengengesan, cowo itu menyenggol Leo yang ada disebelahnya berusaha meminta bantuan. Pria bernama Leo itu mengubah posisi menjadi lebih serius.

"Ga salah gib, malah bagus. Hubungan lo sama Azura jadi lebih jelas keberadaannya. Tapi yang namanya tunangan, lo udah ga boleh main-main, karena kalian udah punya ikatan," Jelas cowo itu.

"Siapa yang main-main," cibir Gibran membalas.

Leo memutar bola matanya malas, "Intinya ya gitu, lo harus gentle. Lo sendiri yang datang kerumah dia buat ngomongin ini sama orang tuanya," ujar Leo melanjutkan, lalu menyeruput kopi dingin yang tersaji.

/////////////////

"Tunangan?" Arin membeo, menatap satu keluarga didepannya itu, lalu beralih pada remaja nekat yang berada tepat didepannya.

"Apa kamu benar-benar serius sama anak Tante. Tante cuman takut semuanya- dulu yang terjadi pada saya," nafas Arin tersendat saat menatap wajah polos putrinya yang duduk disebelah Gibran.

Matanya berair, Azura yang menemaninya selama gadis itu lahir. Azuranya yang malang tak pernah tau bagaimana, dimana, sedang apa ayahnya. Azura yang sejak lahir hanya bertopang pada Arin, menjadikan nya ibu sekaligus ayah.

Azura mendekati ibunya, lalu memeluknya dari samping. "I-ibu jangan nangis,"

Bukannya tenang, Arin semakin terisak. Ia menarik tubuh kecil putrinya itu, menciumi wajah Azura. Azrina sebagai perempuan juga tau bagaimana perasaan Arin, ia bergabung membuat ketiga wanita itu saling memeluk.

Gibran menarik tangan Gyan yang hampir saja ikut acara pelukan itu. "Papi ngapain sih!?"

"Ehehe, maap gib. Papi bawa perasaan," Gyan nyengir dan dibalas delikan oleh Gibran.

"Saya serius banget sama Azura tante, bahkan kalau mau nikah sekarang juga boleh," ujar Gibran enteng dan langsung mendapat geplakan dikepalanya oleh Gyan.

"Tante senang Azura mendapat pria yang benar-benar tulus padanya. Saya harap kamu nggak mengecewakan saya, nak Gibran!" Arin menatap Gibran dengan sungguh sungguh.

Gibran tersenyum, "saya janji, Tante!"

//////////////

"Mami kenapa Zura pakai ini?" Azura bertanya meski matanya tertutup karena Azrina mengoleskan eyeshadow kemata gadis itu.

Make up nya sangat tipis namun sudah cantik, ditambah kini Azura memakai sebuah dres putih polos selutut, sangat cantik meski sebenarnya simple.

GIBRANHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin