Bab 18, King: The King

533 97 26
                                    

21 Desember 1977

Suara teriakan kesakitan terdengar menggema memenuhi sebuah Manor yang penuh akan ukiran bunga mawar. Seorang pemuda yang baru saja berteriak kesakitan itu terlihat sedang meringkuk memeluk dirinya sendiri.

"Ayah, aku mohon berhenti." Gadis yang memiliki wajah yang sangat mirip dengan pemuda tadi mencoba menahan sang ayah yang tengah bersiap mengirim kutukan lagi.

"Minggir, biarkan aku menghukum anak tidak tahu diuntung itu."

"Ibu, lakukan sesuatu." Gadis itu beralih menatap sang ibu yang hanya duduk menonton saja sedari tadi.

Wanita itu menyesap teh miliknya, matanya menatap dingin peristiwa didepannya. "Aku tidak melihat putraku membutuhkan bantuanku," katanya.

"Aku tidak butuh bantuanmu! Kau dan ayah sama konyolnya!" Pemuda itu berteriak menghina.

Gadis itu membelalak terkejut, dengan cepat berdiri didepan pemuda yang baru saja melontarkan penghinaan kepada ayah dan ibunya. "Evan, berhenti memberontak seperti ini," bisik Gadis itu, menatap takut-takut ayahnya yang terlihat menurunkan tongkat sihirnya.

"Sepertinya Cruciatus tidak cukup untuk mendisiplinkanmu," Pria itu berujar dingin, menatap putranya dengan tatapan sama dinginnya. "Hibbi," teriaknya kemudian.

Suara crack terdengar disertai dengan munculnya peri rumah tua. "Ada yang bisa Hibbi lakukan, Tuan Atlas?" Peri rumah itu bertanya, sembari menundukkan kepalanya.

"Bawa anak sialan itu ke ruang tahanan bawah tanah, jangan beri dia makanan atau minuman," ujar Atlas Rosier tanpa belas kasihan. "Dan bisakah aku meminta kepadamu untuk menjaga Euthenia agar tidak menemui adik bodohnya?" tanyanya kemudian kepada sang istri yang tidak bereaksi apapun.

"Tentu, aku akan menjaga agar dia tetap berada di tempat tidurnya," Mrs Rosier berujar, berjalan anggun menuju putrinya. "Jangan melawan sekarang, Euthenia," peringatnya, melirik Evan yang telah dibawa pergi oleh peri rumah mereka.

° ° °

Evan terbangun ketika mendengar bisikan-bisikan kecil yang memanggil namanya. Dia tidak tahu sudah berapa lama dia berada di ruang bawah tanah tanpa makan, minum dan tubuh penuh luka, jika saja dia bukan penyihir mungkin dia telah tewas.

"Evan," Suara itu memanggil sekali lagi.

"Ethen?" Evan bertanya tidak percaya, dia mulai mengerjapkan matanya berkali-kali. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya terkejut ketika dia menyadari itu bukan halusinasinya.

Euthenia Rosier tanpa kata menyerahkan bungkusan kain kecil yang dia bawa. "Jangan banyak tanya, Evan. Makanlah itu," ucapnya.

"Bagaimana jika ayah dan ibu tahu kau mengunjungiku?" Evan menatap sang kakak cemas.

"Ayah ada pertemuan Pelahap Maut, Ibu sedang pergi dengan Hibbi ke acara sosial darah murni dan aku meminta peri rumah kita berdua untuk tidak memberi tahu siapapun," Euthenia menjelaskan buru-buru, menatap sekitarnya dengan waspada.

Evan menganggukkan kepalanya mengerti, menatap bungkusan kain yang diberikan kakaknya. Semenjak mereka kecil, Euthenia selalu menjadi yang terdepan untuk membelanya didepan ibu dan ayah mereka. Dan setelah Evan beranjak remaja, dia juga melakukan hal yang sama.

"Sudah berapa lama aku disini?" tanya Evan.

"Sekarang adalah natal dan kau berada disini," jawab Euthenia lirih, dia mengalihkan pandangannya agar tidak menatap mata sang adik.

Evan tersenyum, tangannya terulur keluar jeruji besi menggenggam lengan hangat milik kakaknya. "Merry Christmas, Ethen," ujarnya lembut.

Tangis gadis itu pecah pada akhirnya. Dia menundukkan wajahnya, tubuhnya bergetar menahan agar tangisannya tidak semakin keras. "Kau seharusnya tidak memberontak kepada ayah seperti itu!" Euthenia berseru, suaranya serak tercampur dengan tangisannya.

FLOWERSTAR - [Regulus Black]Where stories live. Discover now