Bab 23: The Great War

683 101 42
                                    

"Tetaplah dibelakangku, mereka berbahaya," Regulus berujar, berdiri didepan melindungi Edelweis.

Edelweis melotot kesal mendengar hal tersebut. "Berhenti meremehkanku, Black!" serunya marah.

"Hei dengar, aku tahu kemampuanmu dan aku tahu betul kau yang sekarang jauh lebih dari cukup untuk menjatuhkan seseorang. Tapi aku juga tahu betul mereka, dan kau tentunya tidak lupa kalau aku juga adalah bagian dari mereka," Regulus berujar rendah, dia berhenti sebentar. "Jadi tolong turuti perkataanku sekali ini saja," lanjutnya.

Edelweis menghela nafas, mengangguk kecil. Gadis itu menggenggam erat tongkatnya, ini adalah pertama kalinya dia terlibat langsung dalam peperangan seperti ini. "Apa yang kau rasakan saat pertama kali terlibat di pertarungan seperti ini, Regulus?" tanya Edelweis samar.

Regulus terdiam. Dia mengangkat tongkatnya, membangun perisai transparan yang melindungi mereka dan memilih mengabaikan pertanyaan yang baru saja dilontarkan Edelweis. "Siapkan dirimu," ujarnya singkat.

Sebuah sinar hitam melesat menghancurkan perisai transparan yang Regulus buat. Gadis Macmillan itu berseru terkejut melihat perisai transparan yang melindungi mereka hancur tak tersisa. "Mundur," desis Regulus tajam.

"Dumbledore tidak ada untuk menyelamatkan kalian," Pria bertopeng itu berseru, satu lainnya tertawa gembira.

"Tutup mulut kalian, dasar sampah," kata Regulus tajam, dia menggenggam erat tongkat berintikan Basilisk miliknya. Pemuda Black itu melirik Edelweis yang berada tepat dibelakangnya.

"Aku tahu kau." Salah satu dari pria bertopeng itu berkata. "Kau adalah Regulus Black, kau pewaris keluarga Black," lanjutnya.

Regulus berdecih mendengar itu. "Bagus kalau kau tahu. Aku adalah darah murni dan begitupula gadis yang berada dibelakangku, tuan kalian tidak akan suka jika kalian melukai darah murni seperti kami," Regulus berujar sengak.

Kedua pria bertopeng itu tertawa keras, seolah Regulus baru saja mengatakan lelucon yang sangat lucu. "Astaga, nak. Bersenang-senang dengan dua penyihir darah murni bukanlah masalah besar." Salah satu dari mereka berujar geli.

Sorot mata Regulus mulai menggelap, dia melirik sekitar mereka. Lebih banyak lagi yang sedang bertempur di mana-mana, Regulus dapat melihat dua orang Pelahap Maut yang tak jauh dari tempat mereka tengah bertarung dengan Flitwick. Siswa-siswa masih berlarian memasuki Three Broomsticks dengan panik.

Ledakan yang menulikan terdengar dari tongkat kedua Pelahap Maut yang tengah mereka hadapi. Regulus yang telah terbiasa berlatih dengan dengan Helios dapat dengan cepat membuat perisai transparan yang melindunginya dirinya dengan Edelweis. "Bersiaplah, kita akan menyerang," bisik Regulus kepada Edelweis.

Edelweis menggigit bibir bawahnya gugup, lalu kemudian menganggukkan kepalanya tanpa kata. Pelahap Maut didepan mereka mulai melontarkan mantra dengan brutal, sehingga banyak dari mantra itu melesat tidak beraturan. Tetapi itu adalah hal yang sengaja mereka lakukan, membuat Regulus dan Edelweis terpisah.

"Ternyata kau yang menjadi lawanku, Black," Pelahap Maut itu tertawa gembira. Kilasan cahaya merah, hijau dan hitam dari tongkat Pelahap Maut itu mulai beterbangan menyerang Regulus. Tetapi dapat dengan mudah pemuda Black itu hindari.

"Teknik pengindraan pak tua itu benar-benar berguna," Regulus berujar, sedikit mencibir. Pemuda Black itu membiarkan seluruh sihirnya mengaliri tubuhnya, seperti yang selalu Helios ajarkan. "Kau sudah selesai?" ejek Regulus ketika melihat Pelahap Maut yang merupakan lawannya itu kewalahan.

"Baiklah kalau sudah selesai, ini adalah giliranku." Tanpa menunggu, Regulus langsung menghujani Pelahap Maut itu beberapa mantra yang Helios ajarkan kepadanya beberapa waktu lalu. "Ada apa sampah? Hanya sampai sini saja kemampuanmu?" cemooh Regulus.

FLOWERSTAR - [Regulus Black]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant