31 - Ranting memikul bunga,

1.2K 199 142
                                    

Bagi Lukas, Nona hanyalah wanita ular yang membelitnya di dalam jebakan seumur hidup bernama pernikahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagi Lukas, Nona hanyalah wanita ular yang membelitnya di dalam jebakan seumur hidup bernama pernikahan. Namun, bagi Nona, Lukas adalah juara bertahan. Sudah dua puluh tahun lamanya pria itu tak tergantikan.

Semua dimulai pada tahun 1967, ketika Nona sekeluarga pindah dari Jakarta ke Bandung. Nona tidak suka ide itu. Ia pemalu, kikuk, dan sulit beradaptasi. Di sekolah, ia cenderung menyendiri. Hampir semua teman-temannya berasal dari SD yang sama, mereka cenderung bergerombol kemana-mana. Kebanyakan dari mereka bertutur Bahasa Sunda. Nona tidak mengerti apa-apa.

Nona tidak kerasan di sekolah barunya dan ingin pindah saja. Namun, orang tuanya memaksa Nona untuk menemukan hal yang ia sukai di sekolah, supaya bocah itu punya alasan menyenangkan untuk menuntut ilmu di sana. Setelah beberapa bulan menjadi siswi kelas 1 SMP, ia berhasil menemukan dua alasan: ia menyukai deretan pot bunga di tepi lapangan basket, dan ia (sepertinya) juga menyukai kakak kelas yang sedang bermain basket itu. Tubuhnya tinggi, alis dan bulu matanya tebal, hidungnya bangir, senyumnya manis. Namanya Lukas. Ia memakai jersey nomor 30, dengan nama punggung Sealtiel.

Nona senang menghabiskan waktunya di situ. Menonton kakak kelas yang ia taksir beraksi lincah di lapangan. Passing, dribble, dan catching begitu lihai, membuat lawannya mengeluh kesal. Lalu cowok itu melakukan shooting dengan leluasa, membawa poin bagi tim-nya. Setiap pencapaian Lukas akan diikuti aksi selebrasi—mencium jersey-nya yang penuh keringat, lantas berlari di tepi lapangan sambil membentangkan tangan. Mulutnya bersorak-sorak gembira.

Nona selalu tersenyum melihat Lukas tersenyum. Bagi Nona, dari sepuluh orang yang bermain di lapangan, Lukas adalah pusat atensinya. Sementara bagi Lukas, Nona hanyalah satu di antara banyak penonton yang ... ia tidak sadari keberadaannya.

Sampai suatu hari ketika Nona kembali berdiri di tepi lapangan untuk menonton Lukas. Cowok itu memosisikan bola di depan dada, mendorongnya kuat-kuat ke atas sana, bermaksud mengoper benda itu ke kawannya. Namun, bulatan berwarna oranye itu justru melambung tinggi, berputar-putar di udara, melesat, dan ... mengenai kepala Nona.

Hantaman itu menghasilkan suara berdenging di telinga Nona. Sangat keras dan menyakitkan, pandangan gadis itu sampai berkunang-kunang. Ia meringis pelan sambil memegangi kepala. Mata terpejam erat, menghayati pening yang berdengung di pelipisnya.

"Neng," panggil sebuah suara yang berat dan parau, ditemani gemuruh langkah buru-buru. "Gusti, deudeuh teuing—kasihan sekali."

Nona membuka mata dan jantungnya nyaris menggelinding ke selokan menyaksikan kakak kelas yang ia suka, kini berdiri hanya beberapa senti di hadapannya.

"Neng, hampura pisan—maaf banget. Hampuraaa, pisan. Gak sengaja." Lukas menyatukan kedua tangannya. "Hayangna ngalempar ka si Titus, jol wae bolana kena ka si Eneng—maunya melempar ke si Titus, eh bolanya kena ke kamu."

"Hampura, nya, Nengmaaf, ya, Neng," ulang Lukas. Wajahnya mengamati Nona dengan cemas.

Nona bungkam. Karena ia tidak mengerti ucapan yang keluar dari mulut Lukas. Juga karena mulutnya terkunci seutuhnya. Lukas jauh lebih mempesona ketika disaksikan dari dekat. Cowok itu sangat wangi meskipun bersimbah keringat. Ia menjulang begitu tinggi, bahkan kepala Nona hanya menyentuh bahunya.

Senji ✔️ | DAINTY vol. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang