5 - Bosan kutanya mengapa,

2.4K 317 84
                                    

Selamat menikmati cerita ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Selamat menikmati cerita ini. Biar gak bingung, yuk intip glossarium di bagian paling bawah.

---

Pada hari Senin—sehari setelah kejadian nahas malam ulang tahun Dhanti, Udin menjemput sohib sejak kecilnya, seperti biasa. Beberapa menit Udin menunggu di depan rumah Dhanti, ditemani gonggongan Kunyuk yang membahana.

Tanpa menunjukkan wajahnya, Dhanti mendorong jendela dan berteriak sekeras yang ia bisa. "Gue gak kuliah, Din!"

Udin tidak pernah banyak tanya mengapa Dhanti tidak berkuliah. Mungkin, orang sepintar dan serajin Dhanti bisa dilanda virus malas juga, layaknya mahasiswa biasa. Setelah mendengar teriakan Dhanti, Udin segera tancap gas tanpa berkomentar lebih jauh.

Namun, pada hari ketiga ketika Dhanti lagi-lagi berteriak, "gue gak kuliah, Din!", pemuda itu menyadari bahwa mungkin ada yang tidak beres. 

Udin tahu persis, Dhanti tinggal bersama ibu tiri yang acuh tak acuh. Ayahnya terlalu sibuk praktek di rumah sakit sekaligus mengabdi sebagai tenaga pengajar di universitas. Kakak tirinya jahat dan menyebalkan. Tidak ada yang benar-benar peduli kalau sesuatu terjadi pada diri Dhanti. Dulu, saat Dhanti masih tinggal di sebelah rumah Udin, biasanya ibunya Udin yang merawat Dhanti ketika Dhanti sakit.

"Kenapa? Sakit?" Hari itu, Udin tidak langsung pergi.

"Iya, sakit. Sakit gigi!" balas Dhanti.

Biasanya, sekalipun sedang sakit, setidaknya Dhanti akan menunjukkan wajahnya di jendela. Membuat ekspresi konyol atau menari-nari sinting. Kali ini tidak. Hanya tampak telapak Dhanti yang berusaha menahan daun jendela.

"Lo belum ke dokter juga?" Volume suara Udin sudah memanjat angka maksimal, berupaya menyaingi suara Kunyuk yang pantang menyerah menggonggongi dirinya.

"Belum!"

"Kalau gitu, diperiksa sama si Maul aja!" saran Udin, menyebut nama Mauludin—kakaknya yang sedang menempuh tahap koas gigi. "Perlu gue panggil Maul ke sini?"

Pita suaranya yang selama ini hanya berfungsi sebagai aksesoris---jarang dipakai bicara, kini akhirnya benar-benar ia gunakan. Pangkal tenggorokannya perih lantaran kebanyakan berteriak.

"Nggak usah! Nanti gue ke toko aja!" Tangan Dhanti yang semula menahan jendela, kini mengacungkan jari jempol.

"WOY! BERISIK LO BERDUA!" protes suara cempreng yang tidak asing di telinga. Udin hafal itu suara siapa.

Suara cempreng barusan adalah alarm intrisik bagi Udin untuk segera tancap gas.

***

Satu minggu sudah Dhanti menghilang tanpa kabar. Tidak memunculkan diri di kampus maupun di studio Emir. Tidak juga mampir ke toko milik Udin, sesuai janji. Sementara setiap pagi, Udin masih setia menjemput Dhanti.

Senji ✔️ | DAINTY vol. 1Where stories live. Discover now