Chapter 3

7.7K 765 41
                                    

Kalau ada yang typo kasih tahu ygy.

Biar nanti gue koreksi Kalau ada kata atau kalimat yang salah.

Sudah di revisi ulang ygy!

HAPPY READING

🍁🍁🍁🍁🍁

Kadang apa yang kita harapkan susah untuk kita wujudkan.

🍁🍁🍁🍁🍁

Denting  sendok dan garpu yang beradu dengan piring memenuhi suasana sarapan pagi ini. Terlihat sepi, bukan karena peraturan makan di meja makan harus diam. Tapi, karena pagi ini tidak ada rengekan manja dari si bungsu.

Itulah yang membuat meja makan terlihat suram dan sepi, walaupun sudah ada dua anggota baru di keluarga Benedict. Terlihat membosankan karena biasanya tiga lelaki itu pasti merasa direcoki dengan suara Sherina. Tapi, sekarang tidak lagi sejak anak itu bangun dari komanya.

Airlangga menatap Sherina intens sedari tadi, matanya tak teralihkan sama sekali. Bibirnya berkedut saat melihat pipi kemerah-merahan itu mengembung saat makan. Sungguh menggemaskan, pikir Airlangga.

Beda lagi dengan Elvan. Wajah anak itu sedari tadi tidak berhenti untuk menampakkan wajah kemerahannya. Warna merah merona itu membuat Elvan terasa panas. Bahkan ketika matanya tidak sengaja bertatapan dengan mata bulat Sherina, buru-buru Elvan mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Hari ini kamu jangan sekolah dulu. Kamu masih dalam masa pemulihan," ucap Heaven.

"Siapa juga yang mau sekolah, gue masih mau leha-leha. Males buat sekolah!" Tuh, kan! Sifat malas Sharen terbawa sampai ke dunia novel.

"Heaven? Sebaiknya mulai sekarang aku saja yang menjadi dokternya, Sherina. Aku ingin lebih dekat dengannya," ucap Airlangga mengelap bibirnya dengan tissue.

"Bagaimana, Sherin? Kamu mau?" Tanya Heaven pada Sherina.

"Terserah! Gue sekarang mau tidur lagi, tapi males naik ke atas," Sherina merebahkan kepalanya di atas meja makan.

"Ayo!" Venus dan Elvan saling bertatapan.

"Biar gue aja," ucap Venus.

"Enggak! Sherina Adek gue, jadi gue yang lebih berhak!" Ucap Elvan menatap tajam Venus.

"Gue juga Abangnya, bangsat!" Umpat Venus.

"Venus..." Tegur Airlangga karena dia tidak mau Sherina mendengar kata-kata kasar itu, nanti telinga gadis kecilnya terkontaminasi.

"Maaf, Pah! Tapi aku cuma mau gendong Sherina ke kamarnya," ucap Venus.

"Sudah! Biar Daddy saja. Karena di sini yang lebih berhak itu Daddy. Sherina anak Daddy, minggir kalian!" Heaven mendorong kedua remaja itu menjauh dari Sherina yang kini sudah tertidur, menghiraukan dua orang yang memperebutkan dirinya.

Setelah Sherina berada di gendongan koalanya, Heaven berjalan menuju lift. Kepala Sherina berada di curuk leher Heaven, mendunsel mencari posisi nyaman.

Heaven membiarkan Sherina yang mendunsel-dunsel di lehernya. Bahkan tangannya ikut mengelus kepala Sherina agar Sherina semakin nyaman tidurnya. Sesampainya di kamar Sherina, Heaven merebahkan tubuh Sherina dengan hati-hati.

MY BELOVED GIRL [transmigrasi] (Sakuel: Tentang Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang