BAB 30

25 3 2
                                    

Bukan tidak ingin memperbaiki keadaan, tapi Dera memilih untuk melihat bagaimana yang sebenarnya Deryl rasa untuk dirinya. Kalau memang benar masih menjaga hati sampai sekarang, harusnya ada perjuangan yang laki-laki itu tunjukkan. Tidak seperti yang sudah-sudah. Laki-laki yang sering rendah diri itu harus melakukan sesuatu, tanpa diminta Dera. Tanpa menunggu ia bicara, memberi kesempatan pada Deryl untuk kembali mendapatkan hatinya.

Tidak lagi menepis rasa, kini Dera telah menyadari mengapa menolak banyak laki-laki. Ternyata hatinya masih juga terkunci semenjak Deryl pergi. Membawa serta anak kunci. Rupanya Dera menunggu Deryl datang, membawa benda itu ditangan, lalu pada Dera ia kembalikan. Setelah itu, barulah Dera tahu, apa yang hatinya tunggu.

Bukan semata kenangan, perasaan yang dulu pernah ada masih rapi tersimpan. Jam dinding berbentuk lingkaran dengan gambar winnie the pooh di kamarnya menunjukkan pukul dua lewat delapan menit, dini hari. Matanya terus terjaga. Dera memiliki kebiasaan, jika hingga tengah malam masih belum terlelap, maka matanya kembali segar. Kantuk tak mau lagi hinggap di sana. Hingga pagi hari.

Seperti saat ini, sudah pukul dua lewat. Matanya terpejam, tapi otak dan hatinya berkelana, entah ke mana. Beberapa kali mengubah ekspresi tanpa sedikit pun mengubah posisi. Dengan tubuh terlentang, tangan lurus di sebelah kiri dan kanan, kaki lurus yang sesekali menendang. Hatinya tidak tenang karena menyimpan rasa khawatir pada laki-laki yang kabarnya patah tulang itu.

Hingga Dera bangun dari posisinya. Memukul kasur dengan dua tangan, kesal. Pada dirinya yang tidak juga bisa tidur, pada laki-laki yang terus membayangi kepala.

Jangan bergerak sebelum dia duluan yang gerak. Please pegang itu, Dera cantik, manis, imut, idaman calon mertua.

Tangannya meraih ponsel dari atas nakas. Temaram cahaya kuning yang terpancar oleh lampu tidur, membuat bayangan tangan Dera pada dinding kamar tampak lebih besar. Membuka aplikasi yang sempat membuatnya terkenal si gedung kantor beberapa waktu lalu. Benar saja, gosip tentangnya tenggelam oleh postingan lain. Tidak ada lagi yang membicarakan itu di gedung kantor hari ini. Atau sudah bisa disebut kemarin, mengingat sekarang sudah ikut penghitungan hari selanjutnya.

Ibu jarinya terus menggulir layar pada halaman video dalam aplikasi tersebut. Berhenti dan menonton jika menurutnya video itu menarik. Begitu terus sampai kantuk menyerang. Ponsel terlepas dari genggaman. Kaget karena benda pipih nan keras itu menjatuhkan diri tepat di atas hidungnya. Dera meringis sembari mengusap pangkal hidung berkali-kali.

***

"Akhirnya tutup buku. Kita ganti tahun, semuanya!" seru Siska dari balik meja kerjanya. Tumpukan berkas yang selesai dikerjakan, ia susun rapi di pojok kanan meja persegi panjang itu. Yang lain ikut bersorak menanggapinya.

"Kita bakar jagung bareng, yuk!" usul Kafka yang ditanggapi semangat luar biasa rekan-rekannya.

"Aku harus banget pulang sih," sahut Dera yang tampak tidak bersemangat. "Mama sendirian, masa aku malah nggak pulang? Mendung juga tuh dari siang."

"Oh iya kasian Mamamu kalau nungguin kamu." Mbak Mel menatap keibuan ke arah Dera.

Dua bulan berlalu sangat cepat. Ternyata cukup dengan tidak menggubris panggilan telepon dari Nadin atau membalas pesan-pesan, juga menghindari panggilan telepon dari nomor tidak dikenal. Ternyata hal itu cukup membuat hatinya tersiksa. Meski demikian, ia pikir langkah yang diambilnya sudah benar.

"Kayaknya kita nggak perlu bakar jagung barengan, deh. Kita bisa lakuin itu lain waktu. Nggak musti malam tahun baru." Siska meletakkan kedua telapak tangan di atas permukaan meja, menepukkannya beberapa kali.

Kafka lupa satu hal, bahwa Dera hanya tinggal berdua dengan Ibunya. "Sorry ya, Der. Aku lupa kalau kamu cuma tinggal sama Nyokap." Merasa usulannya keterlaluan.

Falling for You, Again (Tamat Di KaryaKarsa) Where stories live. Discover now