BAB 13

35 11 19
                                    

“Harusnya kamu nggak perlu berlebihan kayak tadi, Ryl,” Tegur Dera saat mengantar Deryl sampai mobilnya.

Kedua alis Deryl bertaut. Pura-pura tidak mengerti maksud perempuan yang mengikat rambutnya saat ini. Hal langka yang mungkin belum tentu ia dapat melihatnya lagi nanti. Biasanya Dera selalu menggerai rambut, meski sedang memakai seragam bela diri.

“Berlebihan? Bagian yang mana, By?

“Udah nggak di depan Mama. Nggak usah panggil By lagi.” Dera protes. Sedikit tidak nyaman dengan panggilan itu.

“Aku suka, By.”

“Hisss terserah.” Dera menggelengkan kepala jengah. “Sekarang aku makin merasa bersalah sama Mama gara-gara kamu. Aturan jangan bahas soal lamaran atau sejenisnya sama Mama. Kalau semakin tinggi kita ngajak terbang, jatuhnya makin sakit, Ryl,” tutur Dera dengan sekali tarikan napas. Lantas menghirup oksigen dengan rakus setelahnya.

“Tinggal, jangan biarin jatuh aja, kan?” ucap Deryl dengan suara sangat pelan.

“Hah?”

“Semua yang aku bilang ke Mama kamu tadi serius, Der. Semua yang aku lakukan beralasan. Termasuk kepergianku enam tahun lalu. Yang harus kamu tahu, aku dan hatiku masih sama seperti dulu.”

“Cukup, Ryl.” Dera tidak ingin berdebat lebih panjang. Khawatir Mama keluar dan mendengar pembicaraan mereka. “Sebaiknya yang udah berlalu, biar berlalu. Kita tetap pada kesepakatan awal. Pura-pura, ingat itu. Pura-pura.” Dera menekan kalimat terakhirnya. Kemudian tersenyum manis dan melambaikan tangan pada Deryl.

“Hati-hati, By, nyetirnya. Bye....”

Deryl melihat ke arah pintu rumah, Mama berdiri di sana. Spontan mengikuti Dera melambaikan tangan. Membungkuk ke arah Mama kemudian membuka pintu mobil, duduk di belakang kemudi dan menurunkan kaca. Dera kembali melambaikan tangan setelah mesin mobil dinyalakan. Setelah menekan klakson, Deryl kembali menaikkan kaca lalu menginjak pedal gas dan mobil pun bergerak maju.

Dera menarik napas dalam. Sedikit meredakan emosi sebelum balik badan. Benar saja, Mama masih berada di ambang pintu. Dera menghampiri wanita itu sambil bersenandung. Mengalihkan perasaan tidak karuan yang sempat hinggap setelah mendengar ucapan Deryl tadi.

“Yang lagi kasmaran,” sindir Mama.

Dera menggandeng tangan Mama. “Mama.” Ucapnya manja.

“Buruan ayo masuk, Der. Nanti nyamuknya masuk kalau terlalu lama buka pintu.”

Dera dan Mama masuk, lalu menutup pintu rapat, tidak lupa menguncinya.

“Gibran ganteng ya, Der?” seloroh Mama tiba-tiba. Dera yang baru berbalik dari mengunci pintu mengerjapkan mata berkali-kali. “ Brewok tapi rapi, bulu matanya lentik, Mama sempet iri. Mata laki-laki kok ya cantik begitu. Tapi, tambah gagah masa.” Wanita itu tertawa.

Sedangkan Dera perlahan mendekat. Lalu duduk di sebelah Mama. Takjub dengan penilaian Mama. Tapi ia juga mengakui yang dikatakan Mama benar adanya. Dera memijit pelan bahu kanan Mama.

“Maafin Mama udah sempet curiga kamu bohong.” Wanita itu menikmati pijatan anaknya. Karena terlalu bersemangat hari ini, ia lupa bahwa tubuhnya tak lagi sekuat dulu.

Dera masih bungkam. Pada kenyataannya, ia memang bohong. Perasaan aneh terus mengusik hatinya tiap Mama berbicara.

“Gibran juga punya sesuatu yang kebanyakan pemuda tidak memilikinya.” Mama terlihat menerawang jauh.

Dera mengerutkan dahi dan menghentikan pijitan di bahu dan lengan Mama, demi untuk mendengar apa yang hendak Mama katakan selanjutnya.

“Hoahhmmmm! Wah udah malem, pantesan ngantuk banget. Tidur, yuk!” ajak Mama seraya berdiri. Meninggalkan Dera yang masih duduk penuh tanya di kepala.

Falling for You, Again (Tamat Di KaryaKarsa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang