Bab 5

50 11 22
                                    

“Tapi, Der. Aku punya alasan.” Deryl terlihat frustasi. Sesekali menyibak anak rambutnya yang jatuh menutupi dahi dengan gelisah.

Dera enggan menatap si lawan bicara. Tangannya bersedekap, menghadap arah lain.

“Dera, tolong sekali ini dengerin penjelasanku,” pinta Deryl dengan nada memohon.

“Andai kamu jelasin enam tahun lalu, dan nggak ngilang kayak siluman, mungkin aja aku nggak begini. Setelah sekian lama, baru sekarang kamu mau jelasin? Too late, Deryl.”

Dera hendak pergi tapi Deryl berhasil menahannya. Laki-laki itu menghadang tepat di depan Dera. Memutuskan tidak menarik tangan perempuan itu seperti tadi, atau bogem mentah kembali hampir mengenai wajah tampannya.

Meski berbadan kecil, pukulan Dera tidak pernah main-main. Taekwondo yang ia tekuni di UKM kampus dulu hingga menyandang sabuk hitam, jelas masih tertanam dalam dirinya. Deryl agak terkejut saat hampir kena pukul tadi.

“Tapi, kamu tetap menungguku sampai sekarang.” Laki-laki itu memelankan suaranya.

Dera tersenyum kecut. “Nunggu kamu? Ge er!” Ia menggeleng tidak habis pikir. Kesalnya naik dua kali lipat.

Semilir angin malam semakin terasa dingin. Jembatan penyeberangan yang terhubung dengan halte busway itu tampak lengang. Andai Dera mengabaikan Deryl sejak melihat laki-laki itu berdiri di depan pintu halte rute tujuan Dera, makan obrolan panjang penuh emosi ini tidak akan terjadi.

Dera tidak mengerti bagaimana Deryl bisa seteguh itu mengejarnya. Selama enam tahun ke mana memangnya? Kenapa baru sekarang saat hati ini perlahan sembuh?

“Kudengar kamu belum menikah. Bahkan nggak punya pacar. Apa aku salah?”

Nada bicara Deryl terdengar menyebalkan bagi Dera.

Tau apa kamu?

“Lantas, kamu pikir itu karena aku nunggu kamu?” Dera menatap mata Deryl tajam. “Apa nggak sadar apa penyebabnya, sampai aku menutup hati ini rapat-rapat? Karena siapa, hah? Aku takut ketemu cowok kayak kamu lagi. Ngerti sekarang?” Dera meninggikan suara sampai tangannya mengepal tanpa sadar. Dadanya naik turun penuh amarah.

Deryl menunduk, hatinya terpukul. Benar, dirinya adalah penyebab luka hati Dera selama bertahun-tahun. Air matanya menganak sungai tanpa permisi. Pilu menyelimuti hatinya hingga sulit mengendalikan diri.

“Maafin aku, Der. Maafin aku.” Satu isakan lolos dari mulut Deryl. Membuat Dera mengendurkan kepalan tangannya.

Dera hafal perangai Deryl. Laki-laki yang dahulu sempat membuatnya bahagia melalui hari-hari itu, memang berhati lemah. Meski sedikit keras kepala, Ia tak pernah mengalahkan ego Dera. Meski begitu, baru kali ini Dera melihatnya sampai menangis.

Apa kamu beneran nyesel ninggalin aku? Apa Cuma kesel karena nggak aku kasih kesempatan?

Dera menghela nafas berat. Meski ada rindu di relung hati, sekuat tenaga ia menepis hal itu pergi. Bagaimanapun ia sangat marah pada Deryl.

“ Pergilah, Deryl. Aku harus pulang. Mama menungguku.” Dera berjalan melewati Deryl yang masih menunduk dalam. Kali ini, tidak ada yang menghalangi langkahnya. Kaki Dera terayun semakin jauh, tidak merasa ada yang mengikuti. Kemudian mempercepat langkah, menguatkan hati untuk tidak menoleh ke belakang.

Sepanjang perjalanan, ia terus menatap kosong keluar jendela. Gerimis turun saat mendekati halte. Dera merutuk dalam hati, karena hari ini ia lupa membawa payung lipat. Setelah turun dari busway, ia berjalan cepat menyusuri jembatan penyeberangan. Untungnya ada atap di sepanjang jembatan.

Falling for You, Again (Tamat Di KaryaKarsa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang