BAB 19

27 8 24
                                    

Dera menarik Kafka keluar ruangan. Laki-laki yang sejak tadi sibuk dengan layar PC di meja kerjanya itu tidak sempat bereaksi apa pun selain kaget. Langkah Dera semakin cepat, Kafka mendengar Siska memanggil Dera berulang kali di belakang. Tapi, seperti tidak juga menghentikan langkah perempuan yang kini memegang pergelangan tangannya erat. Tenaga Dera ternyata jauh dari bayangan Kafka. Bagaimana bisa makhluk mungil ini menarikku sekuat ini?

Dera membuka pintu tangga darurat dengan buru-buru, kemudian menutupnya kembali, sebelum Siska berhasil menyusul. Lantas ia melepaskan cengkeraman tangannya dari lengan Kafka. Mata Dera menatap lurus ke arah Kafka, hingga membuat laki-laki itu sedikit salah tingkah.

Kafka berdehem sebelum akhirnya bertanya, “Ada apa ini?”

“Sebelumnya aku mau minta maaf sekali lagi sama kamu, Kaf.” Dera membuang napas kasar. Memberi jeda sebelum mengatakan maksudnya. “Kamu yang ambil foto itu, kan?”

“Foto?” Kafka gelagapan. “Aku berani sumpah, bukan aku yang nyebarin foto itu, Der.” Ia mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah.

“Aku tanya sekali lagi, Kafka. Kamu yang ambil foto itu, kan?” tanya Dera lagi. Kini dengan nada penuh tekanan. Kafka menciut. Dengan ragu ia pun menganggukkan kepala.

“Aku udah tahu juga siapa pelakunya.” Dera mengalihkan pandangan. Menarik napas kasar lagi. Sampai tadi malam, ia masih tidak yakin. Tapi setelah Siska menyatakan tahu siapa pelaku penyebaran foto itu, hatinya langsung yakin, sudah pasti orang itu pelakunya.

“G-gimana kamu bisa tahu?” Kafka menegakkan kembali tubuhnya yang tadi sedikit melorot karena tagang.

Alih-alih menjawab, kini tatapan Dera kembali mengarah tajam pada Kafka. “Coba kamu nggak diem-diem ambil fotoku sama Deryl, Kaf. Kenapa juga kamu teledor. Sampai fotonya disebar gitu.” Dera melunakkan nada bicara. Berharap laki-laki itu menyesali perbuatannya.

Kafka masih diam. Sorot mata teduh itu menatap Dera penuh simpati. Tersirat sedikit amarah di sana. Ia sama sekali tidak menyangka kalau foto yang diambilnya diam-diam akan menjadi bumerang bagi perempuan yang entah sampai kapan singgah di hati. Hari itu Kafka tidak sengaja melihat Dera dan Deryl di mall. Dengan hati penuh amarah, ia mengikuti mereka. Dari toko hadiah, toko buku, hingga food court. Niat awal hanya mengikuti, tapi akhirnya ia sengaja mengambil beberapa foto untuk menanyakan hubungan Deryl Dengan Dera, dengan menunjukkan foto-foto itu pada Dera langsung.

Mengingat ia masih canggung untuk berbicara langsung pada Dera, Kafka berniat mengirim email kepada Dera. Sayangnya ia salah kirim ke email kantor, yang dihandle Mbak Mel.

“Aku cemburu.” Dera melihat ke arah Kafka lagi. Dengan menautkan kedua alisnya.

“Kaf....”

“Kamu bilang bukan karena ada orang lain saat itu. Tapi ini apa? Kalian bahkan pacaran sekarang.”

Dera memejamkan mata mendengar kalimat lawan bicaranya. Ia sungguh-sungguh berniat untuk tidak menyakiti siapa pun. Tapi selalu berakhir sebaliknya. Ia merasa menjadi orang yang sangat jahat hingga menimbulkan kekacauan meski ia tidak menghendakimu hal itu.

Kafka melipat lengan kemeja marunnya sampai bawah siku. Menampakkan kulit putih denga bulu halus di hampir seluruh permukaan pergelangan tangannya. Sebagai laki-laki yang sangat memperhatikan penampilan, ia selalu menjaga kerapihan pakaiannya. Terlihat bagaimana bekas lipatan di sepanjang lengan kemeja setiap harinya. Ia selalu tampil parlente dengan jam tangan mahal berwarna hitam di tangan kanannya.

“Dari awal, kamu emang suka dia, kan, Der?”

Dera menggeleng. Situasinya bukan seperti yang Kafka pikirkan. “Kamu salah, Kaf. Aku sama Deryl emang udah berhubungan lama banget. Bukan baru seminggu atau dua minggu. Bahkan mungkin kamu nggak akan percaya kalau aku bilang kita udah pacaran sepuluu tahun.”

Falling for You, Again (Tamat Di KaryaKarsa) Where stories live. Discover now