BAB 16

34 10 23
                                    

Suasana kantor membuat Dera gerah. Pasalnya, sejak masuk gedung, resepsionis yang cantik itu menatap judes ke arahnya. Belum lagi di lift, beberapa orang berbisik di belakangnya. Dera masih bisa mengabaikan mereka. Sesampainya di lantai empat, semakin banyak yang menatapnya aneh sambil lalu.

Hingga ia masuk ke ruang kantor. Mbak Mel yang bersikap aneh, membuat tanda tanya di kepala semakin besar. Siska diam saja. Sungguh bukan suasana yang biasanya terjadi atmosfer ruangan pun seperti sedang menghakimi Dera tanpa ia tahu apa yang tengah terjadi.

Dera duduk dengan canggung. Mencoba menepis prasangka. Mau bertanya ada apa, tapi perasaan Dera tidak baik sejak salamnya tidak dijawab seperti biasa oleh rekan satu ruangan. Memilih tidak ambil pusing, ia menyalakan komputer dan memulai pekerjaannya.

Sambil menunggu PC di depannya menyala, ia memeriksa ponsel kantor. Urung membuka aplikasi chat, ponsel pribadinya bergetar. Lantas Dera memeriksanya. Notifikasinya chat dari Siska.

[Jangan bingung, Der. Semua lagi ngomongin kamu. Gara-gara foto ini.]

Dera yang memang bingung sejak tadi, segera membuka folder foto yang dikirim oleh Siska.

Mata Dera membelalak, ia kaget setengah mati. Banyak sekali foto dirinya dengan Deryl yang hanya tampak punggung. Termasuk foto laki-laki itu memeluknya di toko buku. Wajah Dera sontak memerah. Sejurus kemudian, ia berusaha menguasai diri. Mengetik balasan untuk Siska.

[Tapi ini kan privasi, Mbak. Kehidupan pribadiku. Kok pada ngomongin?]

Dera memijat pangkal hidung yang tiba-tiba sakit. Entah siapa yang mengambil foto dan menyebarkannya. Masih terlalu pagi untuk membuat masalah.

Sialan.

Notifikasi chat berbunyi lagi dari ponselnya. Gegas ia membukanya.

[Bukan itu masalahnya, Der. Tapi gosip yang kesebar, kamu merayu klien agar dapat proyek.]

Belum sempat membalas, Siska telah mengirimkan pesan lagi.

[Tapi apa bener, laki-laki yang di foto itu owner persada food?]

Dera menarik napas berat. Yang ia khawatirkan sejak kemarin, terjadi juga hari ini. Namun, hal ini tidak serta merta menyulut emosi. Dera berhasil dengan baik menguasai diri. Seolah hal ini bukan yang pertama terjadi padanya.

Jomlo aja gini banget cobaannya. Apa kabar Mbak-mbak janda baru di komplek yang kemarin diceritain Mama?

Dera meletakkan ponselnya. Tidak berniat membalas pesan lagi. Mencoba kembali fokus pada pekerjaan dengan mulai membuka satu per satu email pada komputer yang kini sudah menyala.

Rencananya tidak berjalan lancar. Bukti bahwa kebohongan akan menghancurkan. Dera mengerti bahwa ini karma untuknya karena telah membohongi Mama.

Kuwalat kayaknya aku. Maaf, Tuhan, maaf Mama.

Dera yang ekstrovert, diam dan menahan diri setengah mati sampai jam makan siang. Bukan hal mudah baginya tidak bersuara sama sekali dari jam sembilan sampai tengah hari. Hingga Siska menariknya keluar ruangan.

"Jangan culik aku, Mbak."

"Bisa-bisanya masih santai gitu. Ini kamu lagi terkenal di gedung," omel Siska masih menarik tangan kiri Dera. Mereka turun dengan lift. Dera benar-terkenal ternyata. Banyak mata menatap seolah menghakimi, ada beberapa juga yang berbisik. Sekilas terdengar beberapa di antaranya.

"Wah, dia menghalalkan segala cara."

"Tapi emang lumayan cantik, sih."

"Body mungil gitu, apa yang dilihat?"

Falling for You, Again (Tamat Di KaryaKarsa) Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu