Part 41

36 11 0
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍Kurang lebih sepuluh menitan Jiwa dan Zee memporak-porandakan isi kamar. Akhirnya Jiwa menemukan sebuah kamera tersembunyi di balik jam beker. Kamera tersebut sepertinya terhubung dengan ponsel hingga orang yang belum diketahui wujudnya itu dapat menyebarluaskan video Zee.

"Biar gue yang urus," ujar Jiwa kemudian membawa kamera tersebut kedalam kamarnya untuk di lacak.

Zee mendesah sambil merebahkan tubuhnya. Memejamkan mata sejenak, gadis itu lalu bangkit untuk mengambil uang recehan didalam laci. Baru setelahnya ia keluar untuk membeli minuman boba supaya meminimalisir rasa panas didalam otaknya.

Setiap kali ia berpapasan dengan anak Kanigara, pasti ada saja cibiran yang menjatuhkannya. Namun, apa pedulinya? Kali ini Zee malas ribut. Jadi ia putuskan untuk menyumpal telinga menggunakan headset.

Gadis itu ikut mengantri di jajaran antrian kedai boba. Sekelompok perempuan yang tengah duduk dekat meja  kayu, saling berbisik lalu bangkit untuk menghampiri Zee.

"Lo cewek yang katanya monster itu, kan? Mending lo keluar aja dari sekolah daripada mencemarkan nama baik," ucapnya sukses membuat Zee berdecih pelan.

"Gue males ribut," sahut Zee santai.

"Gue ngomong baik-baik tapi lo malah nyolot!" desis cewek berambut ombre coklat tersebut.

"Nyolot? Nyolot dari mananya, brader?" Zee masih bersikap santai.

Gadis yang diketahui bernama Venus itu menarik Zee keluar dari jajaran antrian lalu membawanya ke tempat sepi di dekat pohon mahoni.

"Gue cuma minta baik-baik supaya lo keluar dari sekolah. Gue gak mau nama sekolah gue tercemar!"

"Lah, ngatur. Siapa lo? Kenal juga kagak," balas Zee sambil mengeluarkan sebuah permen karet dari saku celana kemudian mengunyahnya dengan kalem.

"Kayaknya lo lebih suka pake cara kasar."

Zee tertawa sinis. "Right. Gue suka cara kasar. Karena hal itu lebih menantang."

Venus mengangkat tangannya, hendak menampar Zee. Namun gadis itu justru lebih dulu memegang tangan Venus lalu memelintirnya hingga gadis berambut ombre itu memekik kesakitan. Bahkan air matanya sedikit turun di ujung kelopak.

"Apa? Sakit? Makannya gak usah sok keras. Cuma gini doang langsung nangis." Zee melepaskan lengan Venus. Detik berikutnya gadis itu berjalan melewati Venus dengan tampang kalem.

Tapi, tiba-tiba saja teman Venus menarik ujung rambutnya hingga Zee mundur beberapa langkah. Bahkan beberapa helai rambut coklat miliknya terlepas dari kulit kepala.

Dua gadis lainnya segera mencekal lengan Zee. "Mental tahu jangan sok keras. Beraninya main keroyokan," sindir Zee.

Venus tersenyum lebar lalu ia melipir menuju got, mengambil lumpur dari sana. Gadis itu lalu mendekat dan mengangkat lumpur tersebut ke depan wajah Zee.

"Mau apa lo? Minggir!" desis Zee bersamaan dengan cairan lengket berwarna coklat tersebut menempel di pipinya.

"Ya Allah bau banget."

Venus semakin gencar, ia mengoleskan lumpur tersebut di pipi, dagu, hidung dan kening.

"Berhenti, sialan! Lo kira gue gak bisa bales apa?! Gue cempulngin juga lo ke palung Mariana!" Ia memberontak tetapi kedua lengannya malah semakin di cekal kuat.

"Kalo besok lo gak ngundurin diri dari sekolah, gue bisa ngelakuin yang lebih dari ini," ancamnya.

"Nyenyenye, gue gak takut!" tantang perempuan itu tanpa rasa takut sedikitpun.

RECOGNIZED(END)Where stories live. Discover now