Part 30

40 11 0
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍"Zee, sini nak." Xeanzi memanggil dari dalam kamarnya. Zee yang tengah duduk di sofa, lekas mengayunkan kaki menuju kamar sang Mama.

"Ada apa, Ma?" tanya gadis itu begitu ujung kakinya menyentuh marmer kamar Xeanzi.

"Zee, kemarin kamu genap berusia tujuh belas tahun. Itu berarti kamu mulai melepas masa remajamu dan mulai beranjak memasuki usia dewasa. "

Wanita itu menghela nafas. Ada binar kegelisahan di matanya. Zee yang sama sekali tidak bisa menerka kemana arah pembicaraan tersebut, hanya diam membisu.

"Saat memasuki usia dewasa, keberadaan mu sudah mulai bisa terdeteksi," lanjutnya.

Kening cewe itu mengerut, menjadi saksi bahwa ia tidak mengerti dengan penuturan sang mama. "Maksud mama apa?"

Satu tarikan nafas panjang terdengar sampai ke telinga Zee. Wanita itu lalu berujar kembali, "Sekarang kamu harus mempersiapkan diri. Karena saat ini kamu adalah buronan para penyihir."

Gadis dengan rambut kepang satu ini tertawa. "Penyihir? Mana ada. Zee emang percaya kalo bunda itu ratu penyihir, itupun karena Zee memiliki kekuatan pengendali elemen air. Tapi ... kalo mereka beneran ada, Zee gak percaya."

"Zee, dengerin Mama. Mereka akan datang mencari sesuatu di dirimu. Sesuatu yang ketika di ambil, maka akan membuat mu tidak bisa bernafas, membuat darahmu berhenti berdesir dan membuat tubuhmu lenyap bagaikan abu. Mama hanya mengingatkan, kekuatan dari ratu sudah menguasai tubuhmu sepenuhnya. Itu membuat kamu berkali-kali lipat jauh lebih kuat dari sebelumnya. Hanya saja, mama masih ragu, apakah kamu bisa menggunakan kekuatan tersebut?"

Zee terdiam. Apakah cahaya semalam itu adalah kekuatan bundanya? Mungkin. Coba ingat lagi ketika di sekolah, ia mencopotkan gagang pintu, lalu hanya karena tubuhnya menabrak pilar, pilar tersebut jadi hancur tak terbentuk.

"Apa yang mereka cari di diri Zee?"

"Mama tidak tau. Yang pasti itu adalah sesuatu yang sangat berharga hingga membuat mereka mengincarnya." Xeanzi hanyalah makhluk Buigzaam, bukan penyihir. Makannya, ia tidak terlalu banyak mengetahui tentang dunia sihir.

"Dulu, mama pernah membaca sebuah kitab sihir. Disana tertulis bahwa keturunan terakhir ratu penyihir itu sangat berharga. Ibarat sebuah permata diantara tumpukan kerikil. Makannya, alasan kenapa ketika kamu menangis tidak mengeluarkan air melainkan berlian, katanya itu adalah sebuah berkat dan anugerah dari para leluhur penyihir. Namun sayangnya, kitab tersebut hilang entah kemana. Satu yang mama harapkan, jika kitab tersebut tidak jatuh ke tangan orang yang salah."

"Kitab? Kitab seperti apa?" Zee bertanya-tanya dalam hati, kemudian segera menggelengkan kepala. "Zee gak percaya sama penyihir!"

"Zee, kamu harus percaya sama mama. Mulai sekarang kamu jangan keluar sendiri. Kamu gak boleh keluar kecuali jika pergi sekolah! Ini sudah jadi keputusan terakhir mama."

"Gak bisa gitu dong, Ma. Zee berasa di penjara kalo cuma berdiam diri di rumah."

"Tapi ini cuma jalan satu-satunya. Jalan supaya kamu terhindar dari para penyihir."

"Penyihir penyihir penyihir! Zee gak percaya!"

Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. "Harus gimana lagi mama ngejelasinnya, Zee? Kamu tuh susah banget di bilangin!"

"Mama tega nampar Zee? Zee marah sama mama! Zee gak akan makan ataupun keluar kamar!"

Gadis itu lalu keluar dari kamar Xeanzi dengan membawa setumpuk kekesalan dan kebingungan di pikiran.

Sampai di dalam kamar, Zee menutup pintu rapat-rapat. Ia lalu mengangkat tangannya dan melambai ke udara. Tetapi, sayangnya sama sekali tidak ada sihir yang keluar dari sana.

RECOGNIZED(END)Where stories live. Discover now