wajah pucat pasi di plafon

113 5 1
                                    

"sejak kapan kamu jual diri?"

Aku mencengkram baju adikku. Mengencang hebat tubuhnya.

Amarahku memuncak saat melihat foto dan video tidak senonoh adikku di sebuah platform streaming BIMBIB.

Dimana platform berbayar itu dipergunakan oleh beberapa gadis remaja untuk mencari uang,mencari uang dengan cara yang tidak lazim.bisa dibilang mereka menjual konten dewasa.

"Itu bukan jual diri, itu seni Niana."adikku Talitha membantah.

"Menggunakan pakaian minim, memperlihatkan area privasi tubuh,lalu menari-nari. Dimana harga dirimu?" Aku masih mencengkram pakaiannya, bahkan kini semakin erat.wajahku dan wajahnya hanya memiliki jarak 10cm

"Jangan kaku begitu,jangan terlalu mengekang ku.aku ini sudah dewasa,niana.aku bukan anak kecil lagi.urus saja dirimu sendiri." Adikku, Talitha memperlihatkan wajah menyebalkannya.

"Kamu tidak ada bedanya dengan seorang pelac*r. Kamu tidak punya harga diri." Aku menempelkan wajahku ke wajahnya,menatap garang.

"Niana,asalkan kamu tahu,aku bisa mendapatkan ratusan hingga ribuan dollar hanya dalam 1 jam. Tanpa tersentuh,hanya melakukan hal itu saja." Talitha masih saja membela diri

Tidak dapat ditoleransi lagi. Dia sama sekali tidak merasa bersalah. Akhirnya perkelahian tidak terelakan. Aku menjambak rambut adikku, kami saling pukul ,saling tampar.

Beginilah jika hidup hanya berdua, ditinggalkan orang tua,kedua orang tuaku tewas setelah kecelakaan satu tahun yang lalu. Aku yang tadinya hanya mementingkan diriku sendiri , kini juga harus mementingkan adikku.

Usiaku saat ini 22 tahun,baru saja.memasuki dunia kerja sedangkan adikku, Talitha ,tiga tahun lebih muda dariku.

Kami hidup dari peninggalan kedua orang tua dan asuransi jiwa mereka, peninggalan kedua orang tuaku, dipergunakan untuk biaya melanjutkan hidup,dan juga biaya pendidikan adikku.

Tapi lihatlah Talitha yang tidak tahu diri. Bukannya belajar dan mengikuti pendidikan di perguruan tinggi dia lebih memilih masuk ke dalam platform itu dan memperdagangkan lekuk tubuhnya.

Tidak ada yang melerai perkelahian kakak-beradik ini. Sampai akhirnya kamu memutuskan untuk berhenti karena sudah sama-sama terluka.

Saling terduduk di lantai,dengan penampilan yang berantakan,kulihat wajah adikku yang memerah bekas tamparan begitupun juga rambutnya yang kini acak-acakan.

Tesss!

Cairan segar berwarna merah,menetes keluar dari hidungku. pukulan kuat dari Talitha, membuat hidungku berdarah.

Aku menatap marah padanya yang tertunduk.

"Aku benci sekali... Hidup berdua denganmu. Aku benci sekali harus memikirkanya, menjijikkan saat memiliki seorang adik yang tidak tahu apa artinya malu." Aku mengusap hidungku yang berdarah,bangkit dan meninggalkan Talitha yang masih terduduk di lantai.

"Maafkan aku, Niana..." Terdengar gumaman kecil dari mulutnya.

Aku menoleh sekilas,lalu kembali membalikkan badan.

"Cih!"

...

Menghempaskan tubuh ke atas ranjang menatap langit-langit kamarku.menangis sejadi-jadinya,sampai-sampai tubuhku bergetar dibuatnya.

Banyak hal yang aku sesali.knp aku harus lalai dalam menjaga adikku? Kenapa aku lalai,sampai-sampai aku tidak tahu video itu sudah ada sejak 6 bulan lalu?.

Malu rasanya,saat melihat adikku satu-satunya bertingkah seperti jalang,mengenakan pakaian minim renda-renda,menari liat di depan kamera yang menyala. Ditonton oleh ratusan sampai ribuan orang. Bahkan adikku mau menuruti setiap permintaan orang-orang yang mengeluarkan uang.

jasad adikku Di plafon Where stories live. Discover now