Hiranya kini dapat merasakan tubuhnya melayang, tidak lagi menyetuh lantai. Dari aroma yang menguar, gadis itu dapat mengetahui siapa yang saat ini menggendongnya dan menempatkan dirinya kembali ke ranjang dengan hati-hati.

"Pergi lo!"

Suaranya terdengar lagi. Lebih dingin dan penuh penekanan. Itu suara khas Rion ketika sangat marah.

"Sorry, gue gagal."

Kini suara serak dan lemah Carlyle menyusup ke dalam telinganya.

"Gue ... gue minta tolong. Tolong, jangan buka pintu balkon. Kalaupun mau, tempatkan beberapa orang di sana."

Suara pria itu terdengar lagi. Lebih lemah. Lebih bergetar.

Rion menghampiri Carlyle dan mencengkeram keras bahu pria itu. "A-apa maksud lo?!"

Carlyle tidak menjawab. Wajah pria itu memucat dengan mata yang memerah seakan menahan air mata. Sekilas, kejadian tadi kembali berputar di dalam kepalanya. Ia melirik ke arah ranjang, memastikan Hiranya benar-benar ada di sana.

Segera pria itu menghempas keras tangan Rion, berbalik menuju pintu tanpa membawa barang-barang pribadinya. Mengabaikan Rion yang terus memanggil namanya.

"Bodoh! Carlyle bodoh!" Sepanjang berjalan di koridor rumah sakit hingga parkiran, Carlyle terus merutuki dirinya sendiri.

"Tolong ambil barang-barang gue di kamar rawatnya Hiranya, Frizt," perintah Carlyle pada salah satu bodyguard yang menunggunya di area parkiran.

"Baik, Tuan Muda," balas Frizt sebelum akhirnya pria berperawakan tinggi itu pergi.

"Tuan Muda, tadi sekertaris Abellard Dominique menghubungi saya dan berpesan; jika urusan anda selesai tolong segera hubungi beliau," ucap pengawal lainnya yang memiliki warna rambut hitam pekat.

Carlyle menoleh dan mengangkat sebelah alisnya, tampak bertanya; Ada apa?

Dengan sedikit ragu, pria berperawakan besar itu menjawab, "Saya tidak bertanya lebih detailnya, Tuan. Namun, sepertinya bukan hal yang mendesak."

"Mendesak atau enggak, itu diputuskan setelah gue denger pesan detail dari Lard, Chester."

Jawaban dingin yang Carlyle lontarkan sukses membuat Chester segera membungkukkan badannya. "Maafkan saya, Tuan Muda! Maaf atas kelancangan saya ini."

Carlyle menghela napas panjang. Pria itu mulai menaiki Ferrari merah miliknya. "Sudahlah. Jangan berlebihan. Gue bakal langsung pulang, lo tunggu di sini sampe Frizt datang. Kalau Lard telepon lagi, bilang aja, urusan gue masih belum kelar."

Tanpa menunggu jawaban dari Chester, Carlyle meninggalkan area parkiran dengan kecepatan yang tidak masuk akal untuk dilakukan di area parkiran yang berkelok itu.

"Sepertinya tuan muda sedang dalam mood jelek," gumam Chester pelan dengan mata tertuju pada kendaraan beroda empat yang melesat dengan cepat hingga ke area jalan raya.

"Di mana tuan muda?" Suara bariton itu sedikit mengejutkan Chester.

"Pulang duluan."

Frizt menganggukkan kepala, mengerti. "Ayo."

Mereka berjalan menuju parkiran motor yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sana. Sebelum menaiki motor hitam yang menjadi kesayangannya, Frizt menoleh ke arah Chester. "Berlatihlah lagi. Terkejut karena kehadiran seseorang merupakan kelemahan. Ingat, para pengincar Griffiths World tidak melakukan serangan secara terang-terangan."

"Baik, Senior!" jawab tegas Chester.

"Padahal sudah kubilang beberapa kali, tidak perlu memanggil senior," kata Frizt dengan suara rendah, sebelum akhirnya pria itu menyalakan mesin motor; mengundang kebisingan pada setiap sudut ruang parkiran yang menggema itu.

Chester ikut melakukan hal yang sama. Kedua pria itu melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan yang lumayan lenggang.

-------

Sepeninggalannya Carlyle, ruang rawat Hiranya menjadi sunyi. Terasa sesak sebab hanya tersisa Rion dengan begitu banyak pertanyaan di dalam kepalanya. Hiranya yang telah ditangani dokter, kini berlanjut dengan sesi pertama terapinya dengan Shiara.

Sedangkan Alam, setelah Rion menjelaskan situasi dan perkataan Carlyle, pria itu pergi ke studio Ashi atas saran istrinya.

Apa Hiranya bersungguh memilih untuk mati?

Rion duduk tertunduk sendirian di ruang tamu kamar itu. Sesekali tangan pria itu mengacak-acak rambutnya sendiri, merasa frustrasi dengan situasi yang saat ini.

"Gue harus gimana?" gumamnya pelan beberapa kali, dengan posisi masih tertunduk. Kedua tangan pria itu mencengkeram kuat kepalanya yang terasa akan meledak dengan siku yang berada di atas kedua pahanya.

_______

Halo! Maaf lama update huhu
Aku harap masih ada yang menikmati karyaku ini, ya(。ŏ_ŏ)

Terima kasih.
Sampai jumpa lagi.

-Ais.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 29, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Semper Paratus Where stories live. Discover now