13. Mau mati saja.

67 36 18
                                    

"Harapan dan malapetaka.
Mereka selalu berdampingan."

*******

Selamat membaca.
With love, Ais.
_______

"Loh? Siapa kalian?" tanya Rion kepada dua orang asing yang berdiri di depan ruangan Hiranya.

"Selamat malam, Tuan Muda. Saya Ahin dan ini Razkal," tunjuk Ahin pada pria yang memiliki perawakan lebih kekar darinya. "Kami bodyguard Nona Hiranya mulai hari ini."

Rion mengerutkan dahinya. Lantas tersenyum meremehkan. "Jean? Ega? Apa enggak cukup? Berapa banyak lagi yang bokap gue kirim?"

"Mereka juga. Kami berempat ditugaskan untuk menjaga Nona Hiranya. Apa Jean belum memberi tahu, Tuan Muda?" tanya Razkal memastikan.

Rion diam dengan senyuman remeh yang masih tercetak jelas di kedua sudut bibirnya. Dengan sengaja, Rion berjalan masuk melewati mereka yang kini merasa takut.

"Tuan Muda marah enggak, si, kalau kaya gitu?" Razkal berbisik kepada Ahin begitu Rion hilang dari pandangan mereka.

Ahin mengangkat bahu. "Enggak tahu. Kitakan enggak pernah jaga dari jarak dekat anak-anaknya Tuan besar dan Nyonya."

"Bener juga."

"Nanti kita tanya Jean. Sekarang fokus dengan tugas kita saja," kata Ahin yang dibalas dengan acungan jempol dari Razkal.

***

"Bang Alam, Mbak Shiara di dalem?" Rion bertanya kepada Alam yang sedang sibuk mengotak-atik kamera di tangannya.

Alam mendongak. Tangan pria itu terangkat mengajak bertos. "Kapan lo dateng?"

"Barusan." Rion membalas high five Alam sambil mendudukkan dirinya di samping pria itu. "Lo kefokusan, si. Mbak Shiara di dalem?"

"Yoi. Jangan masuk dulu, katanya. Shiara lagi ngajak Hiranya bincang-bincang. Kayaknya mau pastiin diagnosis, deh."

Penuturan Alam sukses membuat Rion sedikit panik. Pria itu khawatir jika Hiranya tidak bisa menerima dan merasa rendah diri dengan hasil diagnosis yang akan tersemat kepada dirinya, sekali lagi.

"Tenang aja. Hiranya bakal baik-baik aja, kok," ucap Alam tiba-tiba. "Lo mau nginap di sini?" tanyanya lagi.

"Heem," gumam Rion.

"Barang-barang lo? Sorry, nih, ye, gue cuma bawa satu set baju tidur."

Rion tertawa pelan. Ia paham maksud Alam. Sebab, biasanya Rion tidak pernah membawa baju ganti apapun dan hanya meminjam. "Tenang, sekarang gue bawa baju ganti kok."

"Hellow, good night." Suara bernada yang menarik atensi mereka terdengar tidak asing di telinga Rion. Suara familier itu muncul bersamaan dengan pintu yang terbuka. Rion menoleh dan mendapati Carlyle yang masuk dengan menenteng satu tas belanja dan tas kerja.

"Ngapain lo ke sini? Kan udah gue bilang, enggak bisa jenguk Hiranya," sewot Rion yang dibalas cengiran kuda dari sahabatnya itu.

"Gue enggak niat jenguk Hiranya, kok. Gue cuma mau nemenin lo," elak Carlyle. Pria itu dengan santai meletakkan kantong plastik besar berisikan snack ringan di meja dan tas kerjanya di sofa. Lantas ia mendudukkan diri di sofa seberang Rion.

"Temen lo, Yon?" tanya Alam penasaran.

Alam dan Carlyle memang belum pernah bertemu sebelumnya. Alam cukup terkejut dengan visual yang dimiliki oleh teman Rion yang sangat berbanding balik dengan visualnya warga Indonesia.

Semper Paratus Where stories live. Discover now