6. Afeksi.

78 54 25
                                    

Kukira semuanya akan membaik dengan cepat.
Nyatanya, perilakuku kembali memberi jarak.
Kukira cukup denganmu yang tetap sama.
Nyatanya, semua hanya ilusi semata.

*******

Selamat membaca.
With love, Ais.
_______

Rion keluar dari kamar Hiranya dengan perasaan lega sekaligus sedih. Jika saja ia tidak mengetahui kebiasaan Hiranya, mungkin pria itu akan sangat teramat sakit hati mendengar makian dari adiknya. Namun, waktu yang mereka habiskan bersama tidak bisa berbohong. Hiranya masih Hiranya yang dia kenal.

"Yon, lo bisa enggak untuk saat ini jangan bersikap kayak tadi? Gue enggak paham kenapa lo berterima kasih padahal lo dimaki. Tapi gue tahu, lo bilang makasih ada alasannya. Walau gue enggak ngerti, tapi untuk saat kaya gini enggak seharusnya lo bersikap terang-terangan gitu." Alam membawa Rion ke meja makan kecil yang ada di pantry.

Rion mendengar sembari menyuapkan bubur ke dalam mulutnya sendiri. "Gue cuma jalanin nasihat lo doang. Kan tadi lo yang bilang untuk jangan lupa bilang makasih, tolong dan maaf itu."

"Itu memang benar. Tapi kamu juga harus liat kondisi dan situasi. Hiranya saat ini sangat membenci anggota keluarganya, yang tentu saja kamu termasuk ke dalamnya. Ditambah disituasi rumit saat ini, dia ingin kalian menghilang dari pandangannya." Shiara ikut bergabung dengan mereka setelah wanita itu menenangkan Hiranya.

"Dan kamu. Kamu seenaknya bilang dia peduli. Itu mungkin benar, sebab kamu dekat dengan Hiranya tentu saja kamu hapal semua gerak-gerik dan ekspresinya. Namun, coba kamu bayangkan apa yang kamu rasakan saat ingin menunjukkan bahwa kamu membenci orang lain tetapi ternyata orang tersebut tahu kalau kamu hanya berpura-pura?" tanya Shiara.

Rion menghentikan suapannya lantas berpikir sejenak. "Mungkin ... gue bakal ngerasa malu dan marah?"

"Itu benar. Selain itu, bisa saja terlintas perasaan payah dalam diri Hiranya. Sebab, dia tidak mampu dan telah gagal mengekspresikan sesuatu seperti keinginannya sendiri. Hal ini sangat berpengaruh pada self confidence Hiranya—"

Rion menyela, "Apa itu self confidence?"

"Self confidence adalah rasa kepercayaan diri seseorang, keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi segala tantangan dari eksternal. Singkatnya begitu," jawab Shiara yang dibalas anggukkan oleh Rion.

"Terus apa hubungannya dengan kondisi Hiranya?"

"Rion, setiap orang memiliki rasa kepercayaan diri. Mereka percaya dengan kemampuan dalam mengatasi sesuatu. Siklusnya seperti ini : ketika seseorang berhasil, rasa kepercayaan diri akan meningkat. Hal itu akan membuat seseorang jauh lebih berani melakukan tantangan yang baru dan lebih besar. Berbeda ketika seseorang gagal, kepercayaan diri akan menurun. Cenderung membuat seseorang merasa tidak berarti."

Rion mendengarkan dengan seksama. Ia mulai paham jika dirinya—lagi— membuat kesalahan.

"Terlebih dengan kondisi emosional Hiranya yang saat ini tidak stabil. Biasanya, emosi negatif lebih sering muncul dan tidak hanya mengacaukan diri Hiranya, tetapi bisa juga memperluas jarak antara kamu dan Hiranya."

Penjelasan yang Shiara katakan membuat Rion mematung. Pria itu menaruh kembali sendok berisi bubur yang tadinya akan ia masukkan ke dalam mulutnya.

Rion menumpukan kedua tangan di atas meja. Ia menyatukan kesepuluh jarinya membentuk kepalan yang digunakan untuk menopang dahinya. Pria itu menunduk dalam dengan mata bergetar.

Semper Paratus Where stories live. Discover now