11. Penjelasan.

74 40 16
                                    

Kita manusia. Jadi, it's okay to be feel sad.

*******

Selamat membaca.
With love, Ais.
_______

Rion dengan hati-hati membawa Niovi untuk duduk di pinggir tempat tidurnya. Tubuh gadis itu bergetar hebat dengan isak tangis yang masih terdengar. Sementara Cale, Loyd, Carlyle dan Semula tetap diam di balkon seolah memberi ruang untuk Rion dan Niovi. Namun, mereka tetap mempertajam indera pendengaran mereka masing-masing.

Rion berlutut di hadapan Niovi. Mengusap air mata gadis itu yang masih mengalir. "Kayaknya abang enggak punya pilihan lain selain berkata jujur, ya?"

Netra cokelat yang basah itu menatap lurus ke arah Rion. Menegaskan jika ia ingin mengetahui segalanya. Tanpa ada yang terlewatkan satupun.

"Baiklah, abang akan ceritakan." Rion mengalah. Bagaimanapun Niovi memang berhak mengetahui kondisi Hiranya. Selain itu, Rion berharap Niovi juga bisa menjadi penyemangat untuk Hiranya.

Dengan suara sedikit bergetar, Rion menceritakan segalanya. Tanpa ada bagian yang dilewatkan atau dilebih-kurangkan. Selama Rion bercerita Niovi merasa dadanya sakit. Seolah dihantam oleh benda terkeras di dunia. 

Gadis itu tidak lagi mampu mendengar lebih banyak dari ini. Namun, Rion tidak berhenti menceritakan semuanya. Merasa kekuatannya terkuras, Niovi meringkuk di kasur Rion sambil meremas sprai berwarna putih polos itu. Dicengkeramnya dengan kuat, menyalurkan rasa sakit. 

Setelah menceritakan segalanya, Rion menghampiri Niovi dan duduk di sebelah tubuh yang berbaring itu. Tidak melakukan apapun selain menatap tubuh yang meringkuk itu. Biar pun Rion mampu mengucapkan "Tidak apa-apa" tetapi pria itu tahu jika kalimat tersebut tidak akan berguna. Kenyataan lebih membuktikan bahwa semuanya tidak ada yang baik-baik saja.

Rion berjalan ke arah balkon. Membiarkan Niovi menangis sepuasnya. Setidaknya, gadis itu bisa mengeluarkan emosinya.

Dengan pandangan mata yang mengabur Rion menatap satu per satu teman-temannya yang terduduk dengan wajah tertunduk. Ia tahu, mereka pasti mendengarkan juga. Bagaimanapun, Cale, Loyd, Carlyle dan Semula menganggap Hiranya dan Niovi seperti seorang adik. Jadi, pria itu memaklumi reaksi mereka yang tidak jauh berbeda dengan dirinya.

"Ma Amour ... dia akan pulih. Secepatnya," gumam Carlyle memecahkan keheningan yang sempat terjadi. Pria yang sempat menyembunyikan wajah diantara pergelangan tangan yang tertopang pada lututnya itu mengangkat wajahnya yang memerah. "Dia akan segera pulih, okay? So, come on. Don't be sad. We have to be strong. Kalau kita rapuh semua, siapa yang bakal kuatin Ma Amour —Hiranya?"

"Kalau lo mau bilang don't be sad, minimal wajah lo enggak semenyedihkan itu. Hapus, tuh, jejak air mata lo!" tuding Cale dengan wajah yang hampir sama menyedihkannya dengan Carlyle.

"Berisik. Bisa diam sebentar, enggak?" sela Semula. Pria itu menatap tajam Carlyle dan Cale bergantian hingga membuat mereka bungkam. "Sedih, tuh, bukan berarti enggak kuat. Wajar kalau diwaktu begini kita sedih. Hiranya, adik kita—"

"Adik gue," potong Rion.

"Okay, adik lo, deh. Pokoknya, dikondisi Hiranya yang enggak baik-baik aja tuh it's okay to be feel sad. Wajar. Kita baru tahu kondisi dia yang relaps lagi. Untuk saat ini, untuk hari ini, it's okay. Nanti malam atau besok, baru kita bangkit lagi. Lebih kuat lagi, biar bisa nguatin Hiranya. Kasih ruang buat kita bersedih. Kasih ruang buat Rion dan Niovi— saudara kandung Hiranya untuk bersedih, Man." Semula dengan berapi-api tetapi, tetap hati-hati menjelaskan. Pria itu tidak ingin diantara mereka harus ada yang menahan diri untuk tidak bersedih. Terutama Rion dan Niovi.

Semper Paratus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang