4. Mimpi Buruk.

110 58 33
                                    

Aku berjalan perlahan.
Namun, kegelapan bersiap memangsa diri.
Aku mencoba berlari.
Namun, tak kutemui jalan kembali.
Aku ingin sendiri.
Namun, rasanya dicekik sepi.

Aku terjatuh.
Mereka berbalik.
Aku menangis.
Mereka memintaku mengemis.

Jika aku bisa meminta pada hujan,
ingin rasanya memohon turunkan seribu rintik-rintik.
Yang tajam.
Yang runcing.
Yang mampu membunuh mati diri.

*******

Selamat membaca.
With love, Ais.
_______

"Ini di mana?" Mata gadis itu memindai sekitar yang hanya dipenuhi dengan kegelapan.

Tangannya terulur, meraba ruangan hitam pekat tanpa setitik pun cahaya terlihat. Mencoba mencari celah, dari perangkap yang mengerikan itu.

Gelap. Dingin. Pengap. Sendirian. Menakutkan.

"Halo, apa ada orang?" Gadis itu mulai mengeluarkan suara sambil berjalan dengan tangan yang masih meraba kegelapan.

"Siapapun tolong! Tolong bawa aku keluar dari sini!" Kini gadis itu berteriak. Sebab semakin ia melangkah ruangan itu semakin dingin dan gelap pekat.

Gadis itu semakin mempercepat langkah kaki ketika merasa ada sesuatu yang ingin melahapnya. Napasnya mulai terengah. Ia memberanikan diri menoleh ke belakang. Di sana hanya ada kegelapan, tetapi rasanya seperti ada sesuatu yang terus mengejarnya. Sesuatu yang akan melahapnya jika ia berhenti.

Langkah kakinya mulai memelan bersamaan dengan napasnya yang semakin sesak. Mulutnya terbuka-tertutup membantu memberikan pasokan udara untuk dadanya yang terasa terhimpit. Sakit sekali.

Sejauh mana ia sudah berlari?
Sampai kapan ia harus terus berlari?
Ke mana orang-orang pergi?
Bagaimana agar bisa keluar dari ruang hampa ini?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus keluar dari kepalanya. Air matanya mulai mengalir, tubuhnya mulai memberat. Gadis itu sudah tidak kuat. Maka, berikutnya ia membiarkan tubuhnya terjatuh menelungkup. Air matanya mengalir deras, ia menangis tersedu-sedu.

"TOLONG! SIAPAPUN TOLONG!" panggilnya keras. Tangannya terus memukuli lantai kegelapan. Meski mustahil, gadis itu berharap seseorang menemukan dan membawanya keluar dari sini.

Tidak ada satu pun orang yang datang. Tidak ada seorang pun yang mendengar jerit deritanya.

Gadis itu memilih memejamkan mata, menenggelamkan wajah yang dipenuhi air mata ke dalam lipatan tangannya. Ia terlalu takut untuk membiarkan matanya terbuka, sebab rasanya sesuatu yang menyeramkan akan melahap habis dirinya jika terus terjaga.

Tidak lama kemudian, suara ketukan sepatu heels terdengar jelas di telinga gadis yang sedang menangis tersedu-sedu itu. Segera, ia membukakan matanya. Hal pertama yang tertangkap oleh netra cokelatnya adalah kaki mulus yang memakai heels hitam dengan hak yang tingginya sekitar 7 sentimeter.

Kepalanya menoleh ke atas, memberanikan diri menatap wajah dari sang pemilik kaki jenjang tersebut.

"Ma-mami ... tolong Kle-kleiv." Gadis itu mengacungkan sebelah tangannya, mencoba meraih lengan sang mami. Ia berusaha menyeret badan, agar dapat menyentuh Gaia—sang mami.

Terlihat, Gaia hanya menatapnya tanpa ekspresi apapun. Tanpa mengucapkan satu patah kata, wanita yang hampir menyerupai dirinya itu membalikkan badan, berjalan menjauh.

Semper Paratus Where stories live. Discover now