01| River Flows in You

693 57 9
                                    

Amato memasuki rumah dengan tergesa. Dikarenakan berkasnya yang tertinggal, ia terpaksa kembali ke rumah. Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah melodi masuk begitu saja ke indra pendengar.

Amato memejamkan mata sejenak. Menikmati betapa indahnya alunan not-not piano yang tertekan dengan acak namun terdengar berurutan. Dengan perlahan, Amato melangkahkan kaki mendekati sumber suara. Ia mendapati dua orang yang asyik bercengkrama di ruang musik. Tidak, lebih tepatnya orang yang dewasa tengah mengajari yang lebih mudah, menuntun jari-jari itu agar menekan not dengan benar.

River flows in you.

Amato baru sadar jika itu adalah alunan yang dimainkan oleh anaknya. Pantas terdengar tak asing. Butuh berapa lama sampai anaknya itu benar-benar menguasainya? Atau memang sudah menjadi bakat terpendam anaknya?

Prok... Prok.. Prok..

anggep aja bunyi tepuk tangan🤗

Halilintar tersentak tatkala melihat sang ayah telah berdiri tak jauh dibelakangnya. Hei, sejak kapan orang tua itu disana?

"Pertunjukan musik yang bagus, Hali." Halilintar menatap ayahnya yang berjalan mendekat. Pukul berapa sekarang? Tumben ayahnya sudah dirumah, biasanya dia baru akan pulang nanti malam.

"Ah, Tuan Muda memang berbakat dalam seni musik." Koko Ci_nama guru yang mengajar Hali_ ikut memuji. Ia setuju dengan penuturan dari ayah sang murid.

"Kenapa Ayah pulang lagi?" Halilintar tak mengindahkan pujian itu, ia lebih memilih untuk bertanya mengapa sang ayah telah tiba dirumah. Mereka itu berlebihan, dirinya bahkan masih kaku untuk mengendalikan jari-jarinya.

"Tiba-tiba Ayah merindukan mu, jadi Ayah kembali untuk menemui putra kesayangan Ayah ini." Amato membawa tubuh sang anak dalam dekapan. Tangannya juga ikut mengusap rambut legam milik Halilintar.

Ck, dasar pembohong! Bilang saja kau lupa membawa salah satu berkas mu.

Tidak, jika Amato mengatakan yang sejujurnya, maka anak semata wayangnya itu pasti akan berkata jika dirinya pelupa dan sudah tua. Ya, meskipun usianya saat ini tidak bisa dikatakan muda lagi tapi, hei, jiwa Amato itu jiwa muda!

Perlu kalian ketahui, Amato selalu sensitif kalau sudah menyangkut umur.

"Kita baru berpisah dua jam yang lalu, Ayah." Halilintar tak habis pikir dengan ayahnya. Entah apa yang terjadi, tapi hari ini Amato terlihat aneh.

"Ugh, begitu, ya. Hehehe..." Tawa canggung itu keluar begitu saja dari mulut Amato.

"Maaf menyela, bisa kita bicara sebentar, Tuan?" sela Koko Ci merasa dilupakan kehadirannya. Terkadang dua manusia yang berstatus anak dan ayah itu bisa melupakan sekitarnya jika sudah bersama. Anggap saja seolah dunia milik berdua, yang lain ngontrak.

Amato kembali memasang ekspresi datar. "Ya, tunggulah di ruang tamu, Koko Ci."

Koko Ci mengangguk kemudian berjalan mendahului si pemilik rumah. Sedangkan Amato kembali fokus pada anaknya yang masih menatap kepergian sang guru.

"Apa yang akan dia bicarakan?" tanya Halilintar berdiri dari duduknya.

Amato berpikir sebentar, lalu memasang senyum jahil. "Mungkin Paman Koko Ci lelah harus mengajari murid nakal seperti mu."

"Hali bukan anak nakal." Halilintar membantah, sesekali bibirnya akan mengerucut lucu. Sampai Amato terkekeh dibuatnya. Aish, kenapa putra tunggalnya itu begitu menggemaskan?

"Oh, ya?" Halilintar mengangguk-anggukan kepalanya, meyakinkan sang ayah agar percaya.

"Baiklah. Sekarang kembali ke kamar dan jangan keluar sebelum Ayah datang, mengerti?"

Jeruji HaliWhere stories live. Discover now