08| Bertemu

259 49 13
                                    

"Aku tidak yakin ini jalannya." Remaja bersurai ungu itu tetap melangkahkan kaki meski ragu dengan jalan yang diambilnya.

Sesuai perkataan kemarin, Fang kembali ke hutan seorang diri. Mengabaikan ucapan sang Abang yang melarang untuk pergi.

Kepalanya berusaha mengingat kembali jalan yang sempat ia lalui waktu itu. Dirinya yakin seratus persen jika Cattus masih bersama dua orang itu. Orang yang sudah mengambil kucingnya, orang yang membuat Fang penasaran akan sosoknya.

"Aku harap mereka tidak berbuat yang tidak-tidak pada Cattus." Mendadak pikiran negatif muncul di benaknya, mari berdoa supaya Cattus tidak dicincang oleh orang-orang itu.

Setelah berkeliling lagi, Fang baru menyadari bahwa hutan ini cukup damai. Maksudnya tidak ada hewan-hewan yang berkeliaran seperti di hutan-hutan lain. Fang juga tidak berharap bertemu dengan harimau dan kawan-kawan, ia hanya merasa heran. Apa mungkin ada yang merawatnya dan menjaganya? Tapikan hutan memang selalu dijaga, akan tetapi hutan ini terasa berbeda.

"Apakah hutan ini milik seseorang?" gumam Fang, matanya mengitari pepohonan yang rindang. "Yang benar saja, orang kaya mana yang mampu membelinya."

Langkah kakinya terhenti, netra miliknya masih mengitari sekitaran. Sangat sepi, harusnya Fang mengajak Solar tadi. Anak itu pasti akan sangat bersemangat untuk mempelajari maupun menemukan sesuatu sebagai bahan eksperimennya.

Tak ingin membuang waktu, Fang kembali melangkah. Menyusuri semak belukar yang sempat ia lewati waktu itu. Jauh juga langkah yang Fang tempuh. Tidak apa-apa demi Cattus si kesayangan, ia akan mencarinya hingga ke penjuru dunia! Oke, itu terdengar berlebihan.

"Seingat ku mereka lewat sini, lalu kemana lagi?" Tangan Fang memegang pohon yang pernah ia jadikan tempat persembunyian saat akan ketahuan. Dirinya hanya mengikuti mereka sampai sini, haruskah Fang menunggu mereka lewat? Iya jika lewat, kalau tidak bagaimana?

"Sebentar, mereka tidak mungkin masih disini, kan?" Fang menepuk jidatnya, menyadari kebodohannya sendiri.

Remaja itu merosotkan tubuhnya, menghela napas kasar. Sungguh, ia baru kepikiran sekarang. Jadi, sia-sia saja Fang kembali jika dia orang itu sudah tidak ada.

"Kemana aku akan mencari?" Fang menyandarkan tubuhnya di pohon. Matanya memandang langit yang gelap karena tumpukan awan hitam. Sebentar lagi hujan turun, dan Fang harap hanya sekedar hujan biasa tanpa ada kilat maupun angin.

"Aku harus mencari tempat yang bagus untuk meneduh, atau balik saja ke rumah."

Mungkin opsi kedua terdengar bagus, tapi tidak. Fang sudah berjalan terlalu jauh, kemungkinan tidak akan sempat. Baiklah, jika tidak memungkinkan maka Fang akan kembali pada opsi pertama.

"Oke, sampai sini saja pencariannya. Maaf, Cattus." Fang beranjak, menepuk bagian belakangnya yang sedikit kotor.

Baru saja melangkah, telinga Fang mendengar teriakkan samar dari arah kiri. Netra dibalik kacamata itu memicing saat ada sesuatu yang berlari menujunya. Hei, apa bahaya mendatanginya? Perlukah Fang berlari sekarang?

Otaknya memang menyuruh untuk berlari, namun tubuhnya seolah menolak untuk digerakkan. Fang membeku di tempat, sampai ia menyadari bahwa sesuatu itu adalah....

"Cattus?"

Fang berjongkok, meraih tubuh mungil yang semakin mendekat itu. Dielusnya bulu halus yang sudah empat hari ini tidak ia sentuh. Fang bersyukur kucing ini baik-baik saja, tidak ada luka yang menempel di tubuhnya.

Jeruji HaliWhere stories live. Discover now