04| Menolak Tua

291 46 8
                                    

"Paman Laks, jangan pergi."

Halilintar menatap miris pada guru yang baru datang beberapa menit yang lalu. Hari ini jadwalnya homeschooling, dan Hali akan mengambil dua mata pelajaran.

Halilintar memang tidak bersekolah di tempat umum. Meski begitu, Amato tidak mau anaknya menjadi bodoh, maka dari itu ia mendatang master teacher terbaik yang ia kenal. Siapapun tolong ingatkan pada orang tua itu jika dia juga sering membodohi anaknya sendiri.

Amato juga masih menolak keras keinginan putranya untuk sekolah, kalian ingat 'kan hari dimana bapak anak satu ini menceritakan sisi gelap dari dunia pendidikan. Kalian tidak perlu heran, Amato memang begitu. Dia ini suka sekali menceritakan hal-hal buruk untuk menghancurkan ekspektasi sang anak pada keinginannya. Anggap saja mengalihkan pikiran agar bisa menolak permintaan sang anak.

"Saya tidak akan pergi jika Tuan Muda masih ingin melanjutkan sesi belajar ini." Tarung menghela napas kasar, baru sepuluh menit dirinya menginjakan kaki di kediaman Amato tapi anak dari tuannya mulai berulah.

Meski sedikit takut, Halilintar memberanikan diri untuk menatap wajah yang masih menampilkan ekspresi datar. Halilintar rasa Tarung itu seperti Laksamana dengan wajah garang dan sikap tegasnya, maka dari itu ia memanggilnya dengan sebutan Paman Laks. Entahlah, Halilintar lebih senang memanggil Paman ketimbang Pak atau semacamnya.

"Bagaimana jika istirahat sebentar?" Halilintar mencoba untuk menawar, sebenarnya ia sedang malas belajar. Ingin menukar jadwal menjadi besok tapi Paman Laks sudah datang lebih dulu.

"Kita baru memulainya sepuluh menit yang lalu, masih ada satu materi lagi yang perlu Tuan Muda pelajari." Tarung mencoba untuk bersabar, ia pikir muridnya mulai jengah.

"Sebentar saja, tidak sampai lima menit." Kedua tangannya ia satukan di dada, memohon dengan tatapan melas agar diberikan waktu rehat.

"Baiklah." Mau tak mau Tarung mengiyakan permintaan si murid. Disini yang jadi guru itu dirinya, tapi kenapa malah muridnya yang mengatur?

Melihat tuan mudanya yang memekik kegirangan membuatnya mendengkus. Tahu begini lebih baik ia akhiri saja sesi belajarnya, toh, percuma jika diteruskan. Anak itu sudah bosan, mau Tarung menjelaskan panjang kali lebar kali tinggi pun tidak akan masuk ke otaknya. Paling masuk telinga kanan keluar langsung rebahan.

"Sudah cukup, mari kita lanjutkan." Tarung mengambil buku lain, membukanya dengan pelan dan mulai menjelaskan.

Sedangkan Halilintar hanya mendengarkan, sesekali mengalihkan pandangan pada apa saja yang ia lihat. Entah itu jam dinding, tembok polos sampai pintu kamarnya. Tidak ada yang menarik, sih. Mungkin karena ia tengah malas belajar, benda-benda itu berhasil menarik atensinya.

"Ehem!" Halilintar tersentak ketika Tarung dengan sengaja berdeham keras. Menyunggingkan senyum khasnya sembari meminta maaf. Halilintar mencoba kembali memfokuskan diri mesti susah untuk dilakukan.

Tarung mendesah pelan, apa yang ia katakan sebelumnya benar 'kan? Anak Amato itu akan sulit untuk fokus jika sudah jengah dan lelah.

"Ingin belajar di ruang tamu?"

Halilintar menggeleng pelan, "ayah menyuruh untuk tetap di kamar. Aku tidak mau membuatnya marah."

"Tidak apa-apa, kali ini saya yang meminta." Tangan kekar itu menarik pelan lengan yang lebih kecil, membawanya untuk keluar dari ruangan serba putih. Siapa tahu anak ini akan kembali fokus jika berada di tempat lain.

Namun, langkahnya terhenti saat tubuh yang ia tarik tak kunjung bergerak. Ia tatap manik ruby  yang menampakkan kekhawatiran. Apa yang remaja ini pikirkan? Mereka hanya akan keluar kamar tapi kenapa responnya sampai begitu?

Jeruji HaliWhere stories live. Discover now