06| Makhluk Hijau

285 46 6
                                    

Malam ini Halilintar tidak bisa tidur. Matanya terpejam damai, akan tetapi tidak dengan pikirannya. Ia masih memikirkan sosok makhluk yang sempat dilihatnya tadi siang. Tunggu, apa Bibi Aya melihatnya juga? Sebab, kemungkinan Bibi Aya telah berdiri sebelum makhluk itu menghilang.

Jika iya, maka Halilintar harus bertanya padanya besok.

"Tidak bisa tidur, hm?"

Halilintar membuka mata menampakkan sang ayah yang tengah menutup pintu kamar. Berjalan kearahnya lantas mendudukkan diri di ranjang.

Ah, Halilintar rasa ayahnya itu seperti super hero yang ada di dalam buku bacaan. Selalu datang diwaktu yang tepat, ayahnya juga sangat peka terhadapnya.

"Memikirkan sesuatu?"

Halilintar hendak bangkit namun urung ketika ayahnya ikut merebahkan diri di sampingnya. "Sedikit."

"Apa itu?" tanya Amato penasaran.

Halilintar terdiam sejenak, haruskah ia menceritakan apa yang ia lihat siang tadi? "Emmm... Menurut Ayah, hewan apa saja yang berwarna hijau?"

Satu alis Amato terangkat, tidak biasanya Halilintar bertanya hal aneh seperti ini. Sebenarnya tidak aneh, hanya saja pertanyaan random itu jarang sekali Hali tanyakan. "Katak, kadal, ular, bunglon juga berwarna hijau kalau dekat dengan da-"

"Apa kucing juga termasuk?"

"Sejak kapan kucing berwarna hijau, Hali?" Amato memahami pikiran abstrak sang anak yang datang dengan sendirinya, karena terkadang Amato juga merasakannya. Tapi ini, hei! Apa dunia imajinasinya itu memengaruhi daya pikir Hali?

"Hali tidak tahu, maka dari itu Hali bertanya pada Ayah." Halilintar menatap ayahnya yang nampak bingung.

"Darimana Hali ta—"

"Ayah jawab saja, iya atau tidak."

Maaf, Halilintar tidak bermaksud untuk memotong ucapan sang ayah. Ia hanya ingin jawaban pasti, bukan kalimat bertele-tele yang akan membuatnya bingung.

"Tentu saja tidak. Kucing dominan berwarna oren atau putih, ada juga yang abu-abu. Tapi tidak dengan hijau." Amato rasa, dunia Hali yang anaknya maksud itu berbahaya. Lihat, Halilintar bahkan tidak dapat berpikir secara logika. Mana ada kucing hijau. Jika itu bunglon, maka Amato akan percaya. Mengingat sifat hewan itu yang suka menyamar menyerupai tempat sekitarnya.

Nah, 'kan. Berarti makhluk itu bukan seekor kucing. Lantas apa? Memikirkannya membuat kepala Hali sakit.

"Ada apa?" Melihat anaknya yang termenung membuat perasaan Amato jadi tak enak. Apa dia tidak puas hati karena jawaban yang dirinya berikan?

"Tidak, hanya saja Hali melihat sesuatu yang aneh saat mobil Ayah meninggalkan pelataran rumah." Sepertinya Halilintar harus bercerita.

"Makhluk itu berbulu, mempunyai empat kaki, ekor pendek, tubuhnya juga mungil. Hali pikir itu anak kucing karena ciri-cirinya sama, tapi anehnya makhluk itu berwarna hijau."

Amato masih setia mendengarkan tanpa ada niatan untuk menyela. Biarlah anaknya bercerita sampai puas.

"Tapi makhluk itu hilang begitu saja waktu Bibi Aya datang. Ayah tahu? Hali sangat terkejut saat Bibi Aya dengan tiba-tiba memegang bahu Hali. Aish, beruntung Hali tidak mengatakan kalimat aneh."

Amato tertawa melihat bagaimana bibir mungil itu menggerutu. Amato selalu senang mendengar bagaimana anaknya mengadu setiap kali dia dijahili oleh sang bibi. Dan tentunya Amato tidak bisa marah, sebab jasa Bibi Aya sangat besar dalam mengurus Hali.

"Mungkin kamu salah lihat. Bayangan yang lewat dalam sekejap itu hal yang biasa, Hali," ujar Amato membenarkan selimut sang anak.

"Hali melihat dengan sangat jelas, sebab Hali menggunakan teropong." Tangan Halilintar menunjuk benda yang tergeletak di atas meja belajar.

Jeruji HaliWhere stories live. Discover now