(23) Soulmate

134 41 31
                                    

"Saya orang tua murid. Saya mau melaporkan jika anak saya telah dirundung oleh teman kelasnya sendiri. Kenapa Anda tidak percaya sama sekali?!"

Son Sehwa pagi ini sudah cukup membuat keributan di dalam ruang guru, yang mana semua perhatian kini tertuju padanya. Oh, jangan salah paham dulu. Awalnya Sehwa datang dengan sopan santun dan bicara dengan baik-baik, tapi orang yang menanggapinya malah semakin membuatnya emosi.

Pria beruban yang sudah sedikit tua ini lah biang keroknya. Entah jabatannya sebagai apa hanya saja saat Sehwa ingin melaporkan pengaduannya, ia disuruh berhadapan dengan pria tersebut.

"Maaf tapi apa Anda memiliki buktinya?"

Bukti, bukti, bukti. Sedari tadi si tua bangka ini bicara bukti terus. Membuat Sehwa semakin geram rasanya.

"Buktinya ada di anak saya sendiri! Pagi ini saya melihat ada sedikit luka di kepalanya. Dan itu adalah ulah dari dua anak yang sengaja melemparkan batu padanya!"

"Ah, tenang saja. Itu mungkin tidak sengaja. Anak-anak memang suka bermain bukan?"

"Bermain?" Sehwa tak habis pikir mendengarnya. "Bisa-bisanya seorang guru seperti Anda mengartikan jika itu hanya candaan?"

"Lalu apa yang Anda inginkan? Menuntut keluarga mereka? Atau memberikan hukuman pada dua anak itu? Apa Anda tidak takut nantinya hukuman itu malah berbalik pada anda sendiri?"

"Memangnya saya salah?!"

"Hei, dengarkan saya." Ia mengulurkan tangannya, memberi kode agar Sehwa sedikit mendekat. "Dua anak yang anda bicarakan itu, mereka berasal dari keluarga kaya raya. Bahkan ayahnya berkontribusi besar pada nama sekolah. Jika anda memperpanjang persoalan ini, saya khawatir nantinya malah anda yang akan dituntut  balik. Atau hal buruknya anak anda yang akan dikeluarkan."

Sehwa tersenyum sarkas.

Jadi, sekarang persoalan tentang si kaya dan si miskin, ya? Begitu?

"Maaf menganggu, apa terjadi sesuatu?" seorang pria tiba-tiba menyela pembicaraan mereka.

"Ah, Pak Kim.. kebetulan sekali. Anda wali kelas untuk kelas C-A bukan?" ia bangkit dari duduknya. "Wanita ini adalah orang tua siswa dari kelas anda. Saya rasa kalian harus mengobrol banyak agar masalahnya cepat selesai."

"Masalah?"

Kemudian pria ini berdehem seraya membisikkan sesuatu pada pria yang baru datang barusan. "Masalah perundungan. Aku harap anda bisa menegosiasinya karena ternyata anak yang merundung itu merupakan anak dari ketua Oh."

Sehwa yang melihatnya hanya bisa melipat kedua tangannya. Ia begitu kesal, sungguh. Tapi tidak mungkin juga dirinya mengamuk disini.

"Baiklah Nyonya Son, sekarang anda bisa membicarakannya dengan Pak Kim yang merupakan wali kelas anak anda." ujarnya terdengar sangat sangat menjengkelkan. "Kalau begitu saya permisi, semoga hari anda dan putri mu menyenangkan."

Begitu saja?

Oh, bolehkah Sehwa memukul kepala si tua bangka itu dengan tongkat bisbol yang ada di sudut ruangan?

Baik, tenangkan dirimu Son Sehwa.

"Jadi.. anda.." ujar pria ini ragu.

Sehwa pun menghela napasnya, "Son Sehwa, saya orang tua dari Jung Sea, Pak... Kim?"

"Ah, Kim Joshua,"

Sehwa pun mengangguk. Jika dilihat-lihat, Joshua ini masih terlihat muda. Atau bahkan sepertinya mungkin seumuran dengannya?

"Maaf sebelumnya, tapi bisakah kita membicarakan masalah ini di luar sekolah?"

"Ya? Kenapa begitu?"

"Saya ada jam kosong sampai pulang sekolah nanti. Jika anda tidak keberatan, di dekat sekolah sini ada cafe. Bisa kita membicarakannya di sana?"

UNDER : REDWhere stories live. Discover now