(8) Street by Street

180 47 4
                                    

Seoul, 2020.

"Berita bahagia datang dari keluarga Jung Hanso, Mentri Keuangan Korea, yang sebentar lagi akan melangsungkan acara pertunangan anak semata wayangnya yaitu Jung Sean. Seperti yang kita ketahui, beberapa waktu belakangan Jung Sean sendiri sempat menjadi topik hangat yang cukup menyedot perhatian karena foto skandalnya dengan seorang wanita ketika tengah mengadakan kegiatan press confrerence pada  peresmian sebuah perpustakaan menjadi viral. Kira-kira, siapakah wanita yang akan bersanding dengan putra tunggal keluarga Jung tersebut?"

"Sialnya itu adalah aku"

Sehwa mematikan siaran di televisi tersebut setelah merasa muak dengan berita yang membahas topik itu-itu saja. Ck, ia curiga jika Sean telah membayar seluruh stasiun televisi untuk membahas pertunangannya agar seluruh orang di dunia ini sampai dunia paralel sekalipun tau.

"Apa dia merasa seperti anak presiden yang beritanya akan selalu muncul di TV? Ini baru acara tunangan, bagaimana jika nanti pernikahan?"

Sebentar, ini memang cukup gila. Sehwa mengambil keputusan yang jauh dari rencana awalnya. Atau mungkin apa ini memang rencananya?

"Hei! Lagi pula siapa yang ingin menikah dengan Sean?!" dia dibuat kesal oleh pemikirannya sendiri.

Setelah Sean memutuskan untuk bertunangan dengan Sehwa yang mana keputusan itu juga sudah disetujui oleh kedua orang tuanya, kini Sehwa seolah menjadi naik pangkat alias kedudukannya di rumah ini tidaklah lagi menjadi maid, tentu saja. Tapi sekarang dia jadi lebih banyak menganggur. Apalagi Sean juga tidak mengizinkan Sehwa untuk mengambil job menyanyinya. Hal itu membuat dia merasa mati kutu saja rasanya.

"Memangnya aku ingin menikah denganmu?"

Tapakan langkah sepatu pada lantai marmer itu memantul, hingga menggema pada seisi rumah bernuansa putih ketika si pelakunya baru saja menuruni tangga. Sean berjalan seraya mengancingkan lengan kemejanya menuju sofa dimana Sehwa berada.

Aroma wood sage and sea salt benar-benar menguar dari tubuh pria jangkung ini ketika dirinya duduk di samping Sehwa. Mendapati Sean yang duduk di dekatnya, Sehwa pun otomatis bergeser sedikit agar jarak mereka tidak terlalu dekat. Bukannya apa-apa hanya saja Sehwa belum mandi. Penampilannya sungguh berbanding terbalik dengan Sean.

"Tak usah berpikir terlalu jauh. Kau tau sendiri jika pertunangan ini pun hanya formalitas belaka agar bisnisku masih bisa berjalan." Lanjut Sean, dia menyesap kopi yang baru saja disuguhkan pelayan.

"Aku tau, tenang saja." Jawabnya seraya menyilangkan kaki, "jangan lupa juga dengan uang muka yang harus kau transfer kepadaku sehari sebelum acara pertunangan."

"Dengan satu catatan. Jika pekerjaanku sudah beres, kau harus meninggalkan rumah ini dan aku tidak ingin melihatmu lagi. Anggap saja pertunangan itu tidak pernah terjadi."

"Aku akan melakukan hal apapun asal ada bayaran yang setimpal. Kali ini aku hanya perlu menjadi tunanganmu yang nantinya akan ikut dalam perjalanan bisnis ke Boston. Setelah itu semua selesai dan kita kembali ke Korea, aku akan memutuskan hubungan ini. Kita akan hidup masing-masing lagi. Hanya itu bukan?"

"Hm."

"Tapi bagaimana dengan orang tuamu? Sekarang saja aku yakin mereka pasti sedang me-list tamu undangan, menu makanan apa saja yang nanti akan tersaji, warna busana yang akan kita pakai, dan juga—"

"Son Sehwa."

"Apa?"

"Itu bukan urusanmu."

"Oke kalau begitu."

Ya, Sehwa tau, perihal Tuan dan Nyonya Jung memanglah tidak ada kaitannya dengan dirinya. Tapi mau bagaimana pun Sehwa merasa tak enak hati berhubung kedua orang tua Sean sangatlah baik kepadanya. Sehwa masih ingat saat dia dan Sean memberitahu pertunangan mereka, Hanso dan Sena terlihat begitu bahagia. Entahlah, sebenarnya dia pun masih sedikit bertanya-tanya mengenai orang tua Sean yang mau menerima dirinya dengan mudah dan senang hati tanpa ragu sama sekali.

UNDER : REDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang