BAB 07 Really?

1.2K 402 30
                                    

"Nazwa. ."

Panggilan itu mengagetkanku. Sumpah. Gara-gara chat si Sam kemarin masih membuatku kepikiran. Dia bilang udah kenal sama aku dan setelah itu aku malah tidak membalas pesannya. Takut.

Coba bayangin, kita bertemu dengan orang asing yang memang benar-benar belum pernah bertemu, tapi dia mengaku kalau sudah mengenalku. Horor nggak sih?

Soalnya sejak dulu tuh aku sudah terbiasa dengan reaksi orang- orang kepadaku. Aku bukan wanita cantik yang bisa menarik siapapun yang ada di dekatku akan menoleh dan terpesona. Aku pun bukan tipe orang yang gampang kenal dengan orang juga. Malah bisa dikatakan aku ini judes. Nah. Dari mana ketemu di mana kalau dia mengatakan sudah mengenalku? Aku rasa dia cuma iseng dan aku malah takut.

"Ya?"

Aku menoleh ke arah depanku dan mendapatkan Mita sedang berdiri di depan kubikelku.

"Mau minta bantuan bisa nggak?"

Aku mengernyit mendengar ucapannya.

"Bantuan apa?"

Dia langsung tersenyum senang dan mendekatiku. Lalu menunjukkan naskah yang dibawanya.

"Ini nih, aku kan lagi edit naskah ini dan setelah konfirmasi ke penulisnya dia malah protes. Bilang aku ngubah semuanya. Ih penulis songong kan?"

Aku kembali mengernyit mendengar ucapan Mita dan menatap naskah di mejaku yang ada nama penulisnya.

Senja Pagi.

Ah. Penulis ini sudah beberapa kali ada kerjasama di sini. Tapi sejauh ini juga baik-baik saja. Aku pernah menjadi editornya dan dia bisa diajak bekerjasama.

"Maksudnya gimana ya?"

Mita mengibaskan rambutnya yang panjang sebahu. Lalu berdecak sebal. Mengerucutkan bibirnya yang dipoles lipstik warna nude itu.

"Jadi Senja ini nggak suka kalau naskahnya aku edit. Yah aku ubah dikit lah. Soalnya jelek gitu. Malah dia marah-marah. Ini kamu bantuin aku ya? Kamu aja yang edit."

Hah? Gimana?

Aku masih bengong saat Mita menepuk bahuku.

"Nazwa baik deh nanti aku traktir makan siang. Udah deadline hari ini soalnya."

Sebelum aku menjawab, Mita sudah beranjak pergi dan berdadah dadah kepadaku. Aku menghela nafas dan mengamati naskah di depanku.

Pasalnya aku juga punya naskah yang harus aku selesaiin hari ini. Seenaknya sendiri si Mita kalau meminta bantuan. Tapi karena memang di sini sistemnya memang harus saling membantu jadi aku tidak bisa protes.

*******

Sam : Kenapa jadi diam? Aku salah ya? Maaf.

Chat dari Sam aku abaikan. Aku sedang kejar deadline beneran. Ini aku harus ngerjain naskahnya Senja pagi dan juga milikku sendiri.

"Nazwa katanya naskahnya Senja pagi kamu yang edit?"

Mbak Rahma dari bagian layouter kini melangkah ke arahku. Aku mengangukkan kepala dan menunjuk laptop di depanku.

"Tadi pagi si Mita minta bantuan. Ini baru aku lihat, Mbak."

Mbak Rahma melirik laptop tapi kemudian menatapku lagi.

"Harus selesai sore ini soalnya biar aku keburu ngelayoutnya. Pasalnya 2 hari lagi naik cetak."

Aku terdiam mendengar ucapan Mbak Rahma.

"Tapi ini aku harus lihatin dari pertama lho Mbak, padahal 400 halaman lebih. Nggak bisa kalau..."

"Please, Naz. Aku juga udah dikejar sama Pak Prabu."

Dia menyebutkan orang dari percetakan.

Duh ini sulit. Aku harus konfirmasi dulu ke Senja Paginya dan tidak bisa menerima naskah yang sudah diedit Mita.

"Kata Mita udah selesai kok. Itu kamu cuma bilang sama Senjanya kalau yang edit kamu gitu."

Aku masih terdiam saat Mbak Rahma menepuk bahuku.

"Aku tunggu sore ini ya."

Dan aku hanya bisa menganggukkan kepala. Pasrah.

Ranti yang sejak tadi sibuk dengan pekerjaannya hanya menatapku dengan iba. Dia ingin membantu tapi pekerjaannya juga harus diselesaikan.

Menjelang sore aku mendapatkan makanan dari online. Dan aku bisa menduga ini dari Sam. Aku nggak enak dan akhirnya membalas pesannya.

Nazwa : Makasih makanannya. Maaf. Kemarin terlalu kaget kalau kamu ehmmm udah kenal sama aku.

Ih formal banget kayaknya. Tapi biarinlah. Aku langsung mengirim balasanku.

Kini mulai memeriksa naskah lagu saat tiba-tiba ada yang memanggilku.

"Nazwa, masuk ke ruanganku."

Pak Bayu tiba-tiba muncul di ambang pintu ruangannya. Wajahnya terlihat marah.

"Saya?"

Dia menganggukkan kepala laly segera masuk lagi. Tidak menunggu jawabanku. Ada apa ini?

Saat aku sudah masuk ke ruangannya, Pak Bayu sudah duduk di balik meja kerjanya dengan wajah muram. Hatiku tidak enak.

"Kamu yang pegang naskahnya Senja?"

Aku mengangguk tapi kemudian menggeleng.

"Itu Pak..."

"Senja pagi barusan menghubungiku. Dia memutuskan kerjasama karena katanya editornya mengubah semua ceritanya dan tidak mau meminta maaf."

"Hah?"

Ini maksudnya apa sih?

Pak Bayu menatapku lekat.

"Kita harus mengutamakan dan menghormati keinginan penulis. Meski kamu memang bagus dalam hal ini tapi kamu tidak berhak mencampuri jalan cerita yang sudah dibuat penulis."

Aku makin bingung dengan ucapan Pak Bayu.

"Tapi saya...."

"Kamu boleh cuti buat seminggu ini."

Bersambung...

Ini kok angin gede banget ya di luar. Cuaca sedang tidak baik baik saja. Eh segini dulu ya ramein yuk.

JODOH SESUAI APLIKASI YA..Where stories live. Discover now