PROLOG

3.4K 530 27
                                    

Aku masih terus mencari informasi yang diberikan Jessica kepadaku. Partner kerjaku di kantor itu memberikan beberapa pilihan aplikasi dating yang sedang marak akhir-akhir ini. Tapi aku mendengar beberapa cerita dari teman-teman yang terkena tipu lewat aplikasi tersebut, maka aku mencoba bertanya dengan beberapa orang yang sudah terlebih dahulu menggunakan aplikasi semacam itu. Dan Jessica-lah orangnya. Dia bahkan mendapatkan suami dari situ. Sangat beruntung sekali kan?

Bagaimana tidak, persentase mendapatkan jodoh lewat aplikasi itu sangat kecil sekali, tapi kalau memang sudah jodoh, kita tidak dapat mengubahnya. Dan aku ingin menjadi orang yang beruntung itu.

Semua berawal dari bulan lalu, saat menerima telepon dari Bunda. Bukan  satu atau dua kali, kalau Bunda menelepon pasti menanyakan "Kapan kamu pulang bawa calon suami?" Atau " Bunda sama ayah kamu udah tua, kapan kasih kita cucu?" Atau "Kamu pulang aja dan kerja di sini, nanti Bunda jodohin sama anaknya Tante Tiwi. Meskipun usianya lebih muda dari kamu, yang penting bisa jadi suami buat kamu."

Nah, itulah yang membuat aku hampir tidak bisa menjawab, kalau Bunda sudah mencercarku dengan pertanyaan seperti di atas.

Aku memang sudah hidup mandiri sejak mulai duduk di bangku kuliah. Lalu setelah lulus, aku juga mendapatkan pekerjaan di kota besar ini. Meninggalkan kedua orang tuaku, dan juga kakakku yang nyaman hidup di Bandung. Walau jaraknya dekat, tapi aku memang hanya pulang 1 bulan sekali itupun kalau tidak sibuk atau sedang kejar deadline.

Posisiku sebagai editor di sebuah penerbitan buku membuat aku tidak bisa santai. Lalu dibahaslah semuanya sama Bunda. Katanya aku tidak pernah pulang membawa kekasih. Padahal bukan aku tidak mau, tapi memang tidak ada yang mendekati. Sejak menginjak masa remaja, mungkin hanya bisa dihitung dengan jari ada cowok yang benae-benar suka denganku. Di bangku SMA, aku pernah akan mempunyai seorang pacar, tapi tidak jadi. Dikarenakan aku yang tidak good looking, atau biasa saja. Dan cowok itu sepertinya malu. Yah begitulah balada cintaku, dan sejak saat itu, mungkin aku yang menarik diri atau tidak percaya diri terhadap lawan jenis. Sehingga, mereka mungkin juga tidak berminat lagi.

"Tinder..."

Aku membaca aplikasi yang terlihat di layar ponsel.

"Ok Cupid..."

"Bumble.."

Aku membaca satu persatu informasi yang aku cari. Tapi kok aku takut ya? Di dunia maya juga sepertinya aku tidak percaya diri, takut mereka tidak suka. Ah...

Frustasi.

Aku melempar ponselku ke sembarang arah. Di dalam kamar kosku ini, adalah duniaku. Dan di dalam kamar inilah aku bisa berekspresi.

Ketukan terdengar di pintu kamar.

"Mbak Nazwa, mau nitip makan enggak?"
Suara Lia, teman satu kost membuatku beranjak dari acara rebahanku di atas kasur. Aku menggelung rambutku yang panjang sebahu dengan karet yang sejak tadi hanya kupegangi saja. Lalu beranjak berdiri dan melangkah ke arah pintu. Saat membuka, Lia sudah tersenyum manis. Mahasiswi semester akhir itu memang yang paling getol menawari jastip dalam artian siapa yang akan menitip makanan kalau sore begini. 

"Mau beli nasgor lagi?"

Lia langsung menganggukkan kepala.

"Mbak Ratna tuh lagi ngidam nasgornya Pak Diman, Mbak. Jadi kita harus nurutin, nanti calon keponakan kita ngeces kalau enggak diturutin."

Lia menyebutkan Mbak Ratna, yang kos di kamar atas, dia memang sedang hamil muda.

"Lah udah 3 malam kita makan nasgor terus, aku skip dulu deh."

Lia langsung mengatakan oke dan berpamitan untuk segera membeli nasgor. Aku sendiri malas juga untuk keluar padahal perutku lapar. Akhirnya aku kembali ke atas kasur dan mengambil ponsel yang tadi aku lempar. Lebih baik pesan makanan lewat online saja.

Setelah beberapa saat, aku memilih untuk memesan nasi soto. Entah kenapa pingin makan yang berkuah. 

"Selamat sore, dengan Sam di sini. Pesanan sesuai aplikasi ya Kak..."

Aku membaca pesan yang dikirimkan oleh Masnya di aplikasi.

"Sesuai aplikasi, tapi tolong kuahnya soto dipisah ya, Mas."

Aku membalas dan kini merebahkan diri di atas kasur lagi. 

"Baik, kakak. Saya akan menuju outlet ya."

Aku tidak membalas pesan itu dan memutuskan untuk memejamkan mata. Setelah seharian bekerja, lalu ditambah tadi otakku tegang karena mencari-cari informasi tentang aplikasi dating tadi, sepertinya otakku terlalu panas. Aku butuh mendinginkannya.

***** 

Ketukan di pintu mengagetkanku. Aku tergeragap karena terkejut. Berusaha untuk membuka mata dan aku baru ingat kalau aku memesan makanan online. Tapi saat melihat ponsel, ternyata makanan yang aku pesan sudah terkirim. Aku mengernyitkan kening. 

"Loh udah jam 8? Padahal aku tadi pesan makanan itu jam 5.... waduh."

Aku panik sendiri lalu meloncat turun. Segera aku membuka pintu kamar dan berlari ke ruang tengah yang sering digunakan anak-anak untuk berkumpul.

Di situ aku melihat Lia, Mbak Ratna dan juga Nani sedang menonton televisi.

"Kalian nerima makanan dari..."

"Iya Mbak, ada. Aku simpan di lemari makanan. Mau bangunin Mbak Nazwa kayaknya pules banget."

Lia langsung menjawab.

"Kasihan loh Naz, itu si masnya katanya nyasar."

Mbak Ratna ikut menimpali.

"Hah? Lha terus siapa yang bayar?"

Aku menatap mereka bertiga tapi tidak ada yang menjawab.

"Loh bukannya udah dibayar? Masnya nggak minta uang kok."

Itu Nanik yang menjawab dan diiyakan oleh mereka berdua.

"Eh aku belum bayar, saldo gopayku kosong. Jadi mau bayar cash, eh malah aku ketiduran tadi. Terus gimana coba?"
Mereka bertiga terkejut mendengar ucapanku. Bahkan Lia mengatakan kalau masnya sudah bilang lunas saat menyerahkan makanan. 

Aku akhirnya menuju lemari makanan dan mendapatkan bungkusan soto itu. Tapi saat membuka plastiknya aku menemukan catatan kecil.

"Mbak, selamat makan ya. Semoga suka."

Lah, ini siapa? Waduh aku harus mencari masnya ini. Aku tidak mau berhutang sama dia.

BERSAMBUNG

BERUSAHA MENULIS LAGIDI WATTPAD DENGAN KESIBUKAN YANG BEJIBUN DAN DIGANGGUIN SI KECIL. 

yuk ramekan dulu yuk

JODOH SESUAI APLIKASI YA..Where stories live. Discover now