Part 2 : Bertemu Lagi

Magsimula sa umpisa
                                        

"Lo ngapain sih, Na?" tanya Lolita berbisik.

"Cowok ini orangnya," jawab Riana berbisik juga. Lolita yang mendengar jawaban Riana itu sempat dibuat tidak percaya.

"Gimana saya mau ngaku? Kalo saya emang nggak salah! Lagian saya bener-bener nggak kenal sama kamu, apalagi kakak kamu. Jadi apa yang harus saya pertanggung jawabin?"

Lelaki itu bermaksud meninggalkan restoran lantaran sudah tidak memiliki selera makan. Meskipun tidak jadi makan siang, tetapi tadi ia sudah telanjur memesan makanan, hingga ia pun meninggalkan uang yang diselipkan di buku menu.

"Hei, jangan kabur lo!"

Melihat lelaki itu melangkahkan kaki berniat meninggalkan restoran, Riana pun mengejar karena tidak ingin kehilangan jejak lagi. Bisa dirinya lihat kalau lelaki itu menuju parkiran mobil.

"Berhenti!" teriak Riana memanggil tapi tak didengarkan. Lelaki itu terus melangkah dan tidak menoleh pada Riana sedikit pun. Riana yang merasa diabaikan praktis mempercepat langkah kakinya mengejar lelaki itu.

Bruk!

"Awh!"

Riana meringis kecil dan refleks menyentuh dahi saat tak sengaja menabrak seseorang. Ketika mengangkat wajahnya, ia baru sadar kalau sudah menabrak lelaki itu.

"Lo kenapa berhenti mendadak sih?" gerutu Riana kesal lantaran dahinya terasa sedikit sakit gara-gara tabrakan tersebut.

Mendengar gerutuan Riana, lelaki itu sontak mengernyitkan alisnya. Bukankah tadi Riana yang menyuruhnya untuk berhenti? Mengapa saat ia sudah berhenti, tetap dirinya jugalah yang disalahkan?

"Bukannya tadi kamu yang nyuruh?"

Riana dibuat terdiam untuk beberapa waktu. Tadinya ia memang sempat menyuruh lelaki itu berhenti, tetapi dirinya malah diabaikan.

"Emang iya, tapi lo nggak langsung berhenti. Wajar kalo gue nggak ngeliat lo udah diem," sahut Riana tak ingin disalahkan.

Lelaki itu menghela napas berat. Sepertinya ia sudah mulai lelah menghadapi Riana. "Gini deh, mending kamu stop ngikutin saya. Saya beneran nggak kenal kamu dan kakak kamu," ujar lelaki itu berusaha meyakinkan.

"Kalo bukan lo, terus siapa lagi dong? Nggak mungkin kalo lo punya sodara kembar 'kan?" cibir Riana yang masih tetap tidak percaya. Menurutnya lelaki itu hanya berkilah supaya tidak bertanggung jawab terhadap kakaknya.

"Saya—"

"Udah deh, lo jangan ngelak lagi! Mending lo ikut gue pulang, biar lo bisa langsung ketemu kakak gue!"

Tanpa harus mendengarkan persetujuan dari lelaki itu, Riana langsung menarik tangannya menuju taksi yang sudah dipesan oleh Lolita. Ia merasa sangat bersyukur karena memiliki sahabat yang sungguh pengertian.

"Kamu apa-apaan?" Lelaki itu berniat protes ketika Riana menariknya begitu saja. Namun, Riana malah mendorongnya masuk ke mobil. Sungguh, sebagai seorang wanita, Riana tak ada lembut-lembutnya sama sekali.

"Diem deh lo!" tegur Riana sembari melotot pada lelaki itu. Lalu, ia meminta sopir taksi meninggalkan halaman restoran. Sementara itu, Lolita tanpa disengaja malah tersenyum gara-gara melihat kelakuan sahabatnya itu.

"Emang apa yang sudah terjadi sama kakak kamu, sampai dia memerlukan pertanggung jawaban? Lalu, kenapa juga kamu bisa yakin kalo orang itu saya?"

Lelaki itu yang tidak bukan adalah Gilang pun bertanya karena merasa penasaran. Melihat Riana yang ngotot mengejarnya seperti saat ini, ia bisa yakin kalau wanita itu tak sedang melakukan siasat demi mendekatinya, tetapi seperti serius tengah mencari orang. Namun, mengapa malah dirinya? Apakah ia memiliki kemiripan dengan orang yang sedang dicari itu?

Gilang sudah berkata yang sejujurnya kalau ia tidak pernah bertemu Riana sebelum hari ini dan beberapa hari yang lalu. Begitu pula dengan kakak Riana. Ia tak memiliki ingatan sedikit pun tentang mereka.

"Nggak usah pura-pura nggak tau deh lo!"

Lagi, Gilang menghela napas karena sahutan ketus Riana. Bukannya berpura-pura, tapi ia memang sungguh tidak tahu apa-apa.

"Pura-pura gimana coba? Emang saya nggak tau apa-apa!" sahutnya mulai gondok dengan sikap Riana. Ia sama sekali tak kenal dengan wanita itu, bahkan namanya juga tidak tahu. Tapi wanita itu malah seperti ini kepadanya.

"Udah, kalian nggak usah debat di sini. Nanti dibahasnya pas udah sampai di rumah Riana aja," lerai Lolita karena merasa atmosfer di dalam mobil sudah terasa panas. Bagaimana tak menjadi panas saat ada dua orang yang berselisih seperti Riana dan Gilang di sana.

"Oh, jadi nama kamu Riana?"

"Kenapa emang?" Riana sigap menoleh saat mendengar ucapan lelaki itu. Entah mengapa ia malah tak suka melihat senyum tipis yang terbit di bibir lelaki itu.

"Nama kamu bagus. Tapi sayang, tabiat kamu nggak gitu."

"Apa maksud lo ngomong gitu?" protes Riana tidak terima.

"Pertama, kita nggak saling kenal tapi kamu sudah mau minta pertanggung jawaban dari saya. Kedua, kamu pernah nampar pipi saya, padahal saya nggak salah. Dan ketiga, kamu malah nyeret saya seperti ini. Kalo saya lagi sibuk dan ada kerjaan gimana?"

"Bodo amat!"

Gilang mengepalkan tangannya sebab terlalu kesal dengan jawaban masa bodoh Riana itu. Ia menghela napas gusar dan mencoba untuk mengalah kepada wanita itu. "Fine, saya ikut kamu pulang. Asalkan setelah terbukti bukan saya orangnya, kamu jangan gangguin saya lagi."

"Oke. Kita liat aja nanti!" cibir Riana sembari tersenyum sinis. Lagi pula, tanpa harus ada persetujuan dari lelaki itu, sekarang mereka pun sudah berada di perjalanan pulang ke rumahnya.

***

01-02-2023

Update lagi yaaa... Jangan lupa tinggalin vote dan komennya 🥰

See you again 💚

One & OnlyTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon