Part 1 : Pertemuan Pertama

2.6K 194 11
                                    

Libur semester sebentar lagi akan berakhir. Oleh karena itulah, Riana dan sang sahabat- Lolita memutuskan mengakhiri acara liburan mereka dengan kembali ke rumah. Sekarang ini keduanya sudah sampai di bandara usai menempuh perjalanan dari Pulau Dewata.

"Akhirnya balik ke rumah lagi deh. Ngampus lagi. Nugas lagi juga pastinya," gumam Lolita sedikit mengeluh. Riana yang mendengar hal itu pun hanya terkekeh kecil. Sahabatnya itu memang sering mengeluh lantaran mendapat banyak tugas. Meski demikian, pada akhirnya tugas-tugas tersebut tetap selesai walaupun harus menggunakan metode SKS alias sistem kebut semalam. Tentu hal itu sudah tak asing lagi di kalangan mahasiswa seperti mereka.

"Udahlah, sekarang kita nggak usah mikirin itu dulu. Lagian, di minggu pertama semester baru, biasanya 'kan masih belum ada tugas. Masih bisalah santai dikit," sahut Riana yang dibalas anggukan Lolita.

"Oh iya, Na, liburan 'kan masih ada beberapa hari lagi. Rencananya lo mau ngapain aja?"

"Palingan nemenin kakak gue sih. Lo juga tau 'kan gimana kondisi kakak gue sejak kejadian waktu itu."

"Kakak lo pasti sembuh kok. Lo jangan sedih lagi ya," ujar Lolita seraya menepuk pundak sang sahabat saat menyadari Riana tampak sedih. "Kita pulang dulu yuk. Abang gue udah di depan katanya," tambahnya usai membaca pesan yang masuk ke ponsel pintarnya.

"Abang lo yang jemput?" tanya Riana sedikit tak menyangka.

"Iyalah. Emang mau siapa lagi?" tanya Lolita balik sambil memainkan mata. "Emangnya lo beneran nggak ada rasa sama abang gue ya, Na? Meski dia nggak ganteng-ganteng amat, tapi gue tau kalo dia tulus sama lo."

"Gue nggak pengen punya adik ipar kayak lo, Ta," sahut Riana bercanda. Walaupun hanya bercanda saja, tetapi ia malah mendapatkan toyoran dari Lolita yang merasa tak terima.

"Gue juga ogah punya kakak ipar lo kali. Gue juga heran kenapa abang gue bisa naksir lo. Padahal 'kan masih banyak cewek yang lebih cantik daripada lo."

"Kampret ya lo!"

Mereka sama-sama tertawa karena obrolan itu. Walau sering saling mengejek satu sama lain tapi keduanya tidak pernah benar-benar marah.

"Tapi serius deh, Na. Gue penasaran kenapa lo nggak pernah mau nerima abang gue."

"Umur gue baru dua puluh tahun dan masih kuliah kali, Ta. Kalo gue jadian sama abang lo, yang ada gue langsung dinikahin. Lagian, gue bener-bener nggak ada rasa sama dia, mau digimanain lagi."

"Iya sih. Abang gue emang udah tua. Lo 'kan sukanya sama brondong ya. Awas loh nanti malah suka sama yang tua-tua juga."

"Sialan ya lo!"

Lolita segera mempercepat langkah kakinya agar tidak diamuk Riana. Sadar sahabatnya berniat kabur, Riana pun langsung mengejar. Namun, ia refleks memperlambat langkahnya ketika tanpa disengaja matanya menemukan seseorang yang terasa cukup familiar. Riana lantas meraih ponselnya untuk memastikan. Ternyata benar, orang itulah yang sedang ia cari.

"Hei, tunggu!" ujarnya berteriak memanggil. Tetapi orang itu malah terus melangkahkan kaki seolah tidak merasa kalau dirinya yang sedang dipanggil. Riana langsung mengejar dan mencegat lelaki itu dengan susah payah. Sekarang ini pun, ia sudah berhenti tepat di depan lelaki itu.

Lelaki itu tampak kebingungan melihat Riana yang tiba-tiba menghalangi jalannya. "Maaf. Saya lagi buru-buru. Kamu ada perlu apa?" tanya lelaki itu sembari melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.

Riana merasa kesal saat mendengar ucapan lelaki itu, pun melihatnya bertingkah seperti orang yang super sibuk. "Lo harus tanggung jawab!" cetus Riana tanpa basa-basi.

One & OnlyWhere stories live. Discover now