Discovered

5 0 0
                                    

Hari ini adalah hari libur, jadi mereka berempat memutuskan untuk keluar rumah dan mencari manusia magis yang selama ini mereka rasakan kehadirannya. Mereka juga turut mengajak Zavanya untuk memandu mereka.

Mereka pergi ke sebuah pasar kuno yang ada di kota. Cherylda melihat Aeera sedang menunggu toko buah dan sayur miliknya, bersama dengan Chadric ayah Aeera. Cherylda mengajak mereka untuk ke toko itu, membeli beberapa sayur dan buah.

"Permisi, kami ingin membeli beberapa buah dan sayur segar."

Aeera tersentak saat melihat Cherylda dan teman-temannya membeli buah dan sayur disini. Aeera hanya tersenyum kecil lalu mengambil kantong belanja dan memasukan buah dan juga sayur yang sudah Cherylda pilih.

"Tunggu, buah yang ada dalam kotak itu, apakah buah yang baru datang? Aku ingin semuanya, bisakah kau antarkan ke rumah kami?" Pinta Cherylda.

"Ya, be..be..berikan saja alamat rumahmu." Gugup Aeera.

Aeera mengangkat kotak buah itu secara perlahan dan berhati-hati. Namun ia tak sengaja mengenai dada bagian kiri Elvano. Elvano tersentak, jantungnya berdegup sangat kencang. Entah apa yang barusan ia rasakan. Suatu magis yang kuat dari tubuh Aeera, magis itu memancarkan warna putih yang terang.

Zavanya mendekat diantara Aldrich dan Cherylda yang membeku karena melihatnya, lalu berbisik, "Kalian juga melihatnya bukan?"

Aldrich dan Cherylda dengan mata yang masih terbelalak, dan raut muka yang sangat bingung, hanya mengangguk perlahan mendengar perkataan Zavanya. Mereka berdua benar-benar tidak bisa berpikir saat itu.

"Tidak mungkin, magis itu, bagaimana bisa, seseorang sepertinya," gumam Helena, tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi.

Aeera melihat ke arah mereka, ia melambaikan tangan di depan wajah Elvano, Cherylda, dan Aldrich yang membeku karena tak percaya pada apa yang barusan mereka lihat. Helena dengan sigap langsung mengalihkan perhatian Aeera.

"Permisi, jadi berapa total semua buah dan sayur kami?"

"Ah iya, lima ratus ribu rupon saja,"

Helena menghela nafas dan meminta Zavanya menggandeng Cherylda dan Aldrich ke mobil, sedang ia menarik Elvano yang tidak mengalihkan pandangannya sama sekali pada Aeera. Zavanya melambaikan tangannya dan tersenyum lebar pada Aeera. Aeera hanya mengangguk dan tersenyum tipis pada Zavanya.

Helena menampar mereka satu per satu agar mereka tersadar. Zavanya hanya bergidik dan tersenyum tipis membayangkan betapa sakitnya tamparan Helena barusan. Ia tersenyum kikuk ke arah Helena, dan mengacungkan kedua jempolnya.

"Aku tidak percaya ini semua."

"Ya aku juga."

"Ini pasti hanyalah sebuah mimpi."

Cherylda, Elvano, dan Aldrich berbicara bergantian, dengan pembicaraan yang sama. Mereka tidak percaya pada apa yang mereka lihat barusan. Tapi itu benar-benar terjadi di depan mata mereka barusan.

"Diamlah, itu memang nyata, kurasa Aeera adalah manusia magis yang kita cari," celetuk Helena.

"Apa? Kita? Sejak kapan kita diberi misi untuk mencari manusia magis?" cecar Elvano, mengerutkan dahinya.

"Maafkan aku sebelumnya, aku lupa mengatakan ini, jadi waktu itu penasihat kerajaan menyuruh kita mencari 2 manusia  blast blood untuk membantu misi kita, mereka berdua memiliki petunjuk dan juga sesuatu yang bisa membawa kita pada keberhasilan," jelas Helena, merasa bersalah.

"Ah, kenapa kau tidak mengatakannya dari awal, kenapa kau..., ah sudahlah," Elvano terdiam, tak mau melanjutkan kalimatnya.

Magis yang Aeera pancarkan barusan adalah magis malaikat putih, itu benar-benar aneh, bagaimana bisa manusia biasa seperti Aeera memiliki magis itu. Malaikat putih adalah makhluk dengan kasta tertinggi, bahkan tidak bisa dibandingkan dengan manusia magis manapun.

Malaikat putih adalah satu-satunya makhluk yang berhak mengatur negeri Drimtherra dan negeri lain. Bahkan perkamen yang mengatur keberlangsungan hidup seluruh rakyat negeri Drimtherra dan negeri lain dibuat oleh bangsa malaikat putih.

Perkamen itu pernah hilang sebelumnya, lalu ditemukan kembali. Isi dari perkamen itu banyak yang berubah, kata raja-raja terdahulu. Tapi tidak ada yang bisa melakukan apapun, karena semua aturan dari perkamen haruslah ditaati.

***

Di sekolah, mereka terus mendekat dengan Aeera. Namun Aeera terus menghindar karena takut anak-anak lain akan cemburu lalu membully dirinya lagi. Aeera sebenarnya sangat ingin berteman dengan mereka, terutama Zavanya, karena ia benar-benar terlihat sangat baik.

Aeera mengambil makan siangnya, dan duduk sendirian. Tiba-tiba, si idola sekolah, Zian duduk didepannya. Aeera hanya menunduk dan tidak berani menatap Zian. Zian mengulurkan tangan tepat dibawah dagu Aeera dan mendongakkan kepalanya.

Dengan wajah dingin dan nada bicara yang sangat rendah juga terkesan ketus ia berkata, "Sampai kapan kau akan mendiamkanku seperti ini."

"A...a..ku, tidak bermaksud melakukannya, tapi kumohon berhentilah melakukannya," pinta Aeera tersengal-sengal.

Braaak

Suara gebrakan meja yang sangat keras, semua siswa langsung melihat ke arah meja Zian dan Aeera

Aldrich langsung beranjak dari tempat duduknya, karena tidak tahan melihat perlakuan kasar Zian pada Aeera. Elvano dan Helena menyusul Aldrich yang terlihat sudah sangat marah pada Zian.

Aldrich langsung menarik kerah baju Zian dan memukul wajah Zian sampai tersungkur ke lantai. Aeera gemetar melihat perkelahian mereka berdua. Zian tersenyum miring, memegang luka di wajahnya.

Ia beranjak dan langsung menyerang Aldrich, Aldrich sudah siap dengan serangan dari Zian. Tiba-tiba warna bola mata Zian berubah menjadi warna kuning menyala. Hal itu seketika membuyarkan Aldrich, Zian pun berhasil menjatuhkan Aldrich dengan satu serangan.

Zian mendekat sambil menarik rambut Aldrich dan berkata sambil menyeringai, "Urusanku adalah milikku, bukan milikmu."

Helena langsung bergegas menolong Aldrich dan membantunya berdiri. Elvano membantu Aldrich untuk berjalan, mereka membawa Aldrich ke rumah sakit sekolah untuk mengobati beberapa luka di wajah dan juga tangan.

"Aku tadi benar-benar melihatnya, kalian tahu Zian adalah manusia magis," ujar Aldrich dengan nafas terengah.

"Apa yang muncul dari dalam dirinya?" Tanya Zavanya.

"Mata, matanya berubah menjadi mata serigala, dan tinjuan yang aku terima, memiliki magis serigala, sehingga membuatnya sangat kuat." Jelas Aldrich.

Pembicaraan mereka sedari tadi, ternyata diketahui oleh Zian. Zian mengepalkan tangan, menunduk seraya berpikir dengan apa yang terjadi barusan.

"Mungkinkah, aku ini memang benar-benar bukan manusia," batinnya, sambil mengepalkan tangan dengan keras, hingga berdarah karena kuku-kuku menusuk tangannya sendiri.

Zian pulang ke rumahnya dengan keadaan lesu. Ibunya, Zana Sifabelle, seorang wanita mandiri yang sangat cantik juga hebat karena bisa membesarkan Zian seorang diri tanpa bantuan dari suaminya, yang telah lama meninggalkannya.

"Mandilah dulu sayang, lalu makan, ibu sudah menyiapkan beefroll dan juga pasta kesukaanmu," ucap Zana, membelai lembut rambut putranya.

Zian tersenyum sambil memegang tangan ibunya. Ia mencium tangan itu lalu bergegas untuk mandi. Zian membuka bajunya, dan melihat bagaimana fisiknya yang begitu sempurna. Bagaimana bisa manusia biasa memiliki tubuh semacam itu, bagaimana bisa ia memiliki kekuatan tubuh berkali lipat dibanding manusia lain, hal itu benar-benar menganggu Zian.

















Unicorn Prince And The Drimtherra KnightsWo Geschichten leben. Entdecke jetzt