07. Sahabat

Mulai dari awal
                                    

"Mereka datang?"

Zhafran kebingungan, "siapa mereka?"

Kerumunan yang tak jauh dari gerbang pesantren, sempat memicu perhatian. Gus Azzam dengan Zhafran di gendongan nya, berjalan pelan menuju ke arah sana.

Ada banyak motor sport yang terparkir. Beberapa pemuda berjaket hitam di sana dan sedang membuat keributan dengan seorang—

"Hana?" Gumam Azzam terkejut.

Azzam melihat, ada Hana di tengah kerumunan pemuda pemuda itu. Berusaha untuk melawan mereka.

"Heh, lu barusan ngatain gue bodoh? Gue kan udah minta maaf sama temen lu!"

"Nggak, nggak!! Pokoknya lu harus berlutut minta maaf sama teman gue! Lu udah bentak dia, nyalahin dia, udah nabrak kagak minta maaf dengan ikhlas lagi?!"

Itu suara Hana, seperti membela seseorang. Di dekat Hana, ada Najwa yang sedang menunduk.

"Ya ampun nih cewe, bukan dia yang di tabrak, malah dia yang marah marah! Temen lu juga udah maafin tuh!" Balas pemuda motor barusan.

"Temen lu tuh yang ga tau jalan," sahut pemuda di sebelah nya.

Hana memajukan diri, "heh, motor lu yang ga tau parkir?!"

Najwa gelisah, kemudian menarik tangan Hana untuk menjauh,

"Ayo, mba. Saya takut di lihat santri santri lain, apalagi ustadzah. Saya ngga mau memperpanjang masalah. Ayo, mba Hana"

Hana menatap tajam semua pemuda pemuda itu, membiarkan Najwa membawa nya pergi. Saat itu, Hana tidak sengaja berpapasan dengan Gus Azzam. Tapi dia pergi. Gus Azzam bersama Zhafran menuju ke arah pemuda pemuda motor di sana.

"Assalamualaikum, Azzam!"

"Gus, lo ga kangen kita?! Mentang mentang udah kena angin Arab." seseorang menyahut dan melambaikan tangan.

"Waalaikumussalam. Marvin, Semakin tinggi saja kamu!"

Semua pemuda pemuda motor itu, mendekat ke arah Gus Azzam dan berpelukan, bersalaman, layaknya sahabat pada umum nya. Mereka semua saling mengobrol dengan candaan tawa.

Pemuda pemuda motor itu, adalah alumni pesantren Al-Furqan ini. Yang di mana mereka pernah belajar bersama Gus Azzam dulu. Mereka saling mengenal, dan setelah lulus, pemuda pemuda ini berencana untuk kembali berkumpul agar mempererat persahabatan mereka dengan membuat sebuah geng motor.

Kyai Zayn awalnya sedikit tidak setuju dengan bergabung nya Azzam. Namun karena melihat erat persahabatan mereka, Kyai Zayn mencoba untuk menerima keputusan Azzam. Dan membiarkan anak sulung laki laki nya tersebut menjalani masa muda nya layak nya anak seusia nya.

"Buset... Ini adek lu, Azzam?"

"Bima sakit, anak kyai tuh"

Bima mendapat sedikit teguran dari salah satu teman yang bernama Hendra.

"Tapi dua dua nya mirip, cakep lagi."

Kemudian Azzam memberanikan diri menyahut di tengah tengah obrolan, "Jika memuji seseorang, alangkah baiknya mengucap Masya Allah"

"Masyaallah tabarakallah!" Sontak, semua pemuda pemuda itu berucap dengan kompak. Hal itu membuat Azzam tertawa kecil.

"Apa yang terjadi di sini tadi? Sehingga ada keributan?" Tanya Gus Azzam cukup penasaran. Marvin dan Hendra saling menatap untuk sesaat.

"Tadi ada dua cewe yang lewat. Terus Aidan, ga sengaja nabrak satu cewe. Nah, teman nya itu malah marah marah dan nggak terima. Motor nya Aidan, sekolah di tendang tuh ama dia. Aidan ampe emosi lihat nya,"

Satu pemuda yang bernama Aidan, membuat penglihatan Azzam menuju ke arah nya. Nampak, wajah Aidan sedang menunjukkan bahwa dia tidak baik. Badmood.

"Aidan mah emosian. Si cewe tadi, lebih emosian lagi. Adu mekanik tuh," sahut Haris yang ada di sebelah Hendra.

Nampak, Bima mendekat ke arah Zhafran. "Hey, cil. Nama lu siapa?"

"Cil, cil, di kira aku kancil apa" jawaban Zhafran membuat Bima sempat terdiam. Di susul tawaan Hendra.

"Lu cita cita nya pengen jadi bapak, Bima sakit?"

"Woy, stop panggil gue Bima sakit. Nama gue, Bima Sakti Cahaya!"

Hendra memukul pelan kepala Bima, "Bapak emak lu cita cita nya pengen ke luar angkasa tapi ga jadi jadi, makanya mereka ngebuat elu"

"Lama lama gue geprek lu, Hendrawati—"

"Eh, kalian berdua punya adab ga sih? Malu maluin banget jadi alumni. Di lihat noh sama santri santri, di kira ada orang gila nyasar yang kabur dari rumah sakit jiwa,"

Bima dan Hendra berhenti ketika mendengar ucapan salah satu orang yang mendekat maju.

"Aidan,"

Nama nya di sebut oleh Azzam, Aidan tersenyum tipis kemudian memeluk Azzam bagai sahabat pada umum nya.

"Nama adek lu siapa, Gus Azzam?"

"Zhafran,"

"Oh.. Gus Zhafran,"

Zhafran tersenyum manis ke arah Aidan, "nah gitu."

Aidan menoleh ke arah teman teman yang lain, "waktu kita masih mondok, Zhafran masih kecil waktu ya, kan?"

"Iya. Kayaknya sih gitu. Sayang banget bocil manis ini belum gede pas kita masih mondok. Mana itu lagi seru seru nya lagi,"

"Ya sudah, ya sudah. Jangan membuat ribut di sini. Setelah shalat ashar, kalian bisa beristirahat." Celetuk Azzam menyela obrolan, sekedar mengingatkan.

Marvin yang tidak sabaran langsung saja maju mendekati Azzam, "ayo, ayo! Gue ga sabar pengen shalat di masjid pesantren nih. Jadi kangen suasana nya..."

"Oh, kangen suasana nyuri sendal gue terus di umpetin di area santriwati?!"

"Ya kalau lu mau, bakalan gue lakuin dengan ikhlas kok, Bim" balas Marvin pada perkataan Bima. Bima harus memikirkan seribu cara untuk mengamankan sandal nya.

Gus Azzam hanya tersenyum dan merangkul ikut Marvin menuju ke masjid. Sahabat sahabat lain pun ikut. Sedangkan Hendra menyenggol lengan Aidan yang masih diam.

"Lu ga mau shalat?"

Aidan menarik nafas, "ga, gue ga suka sama cewe tadi. Bisa bisa nya dia nginjek harga diri gue gitu aja,"

Hendra mendesis, memukul pelan pundak Aidan, "ya elah, gitu doang langsung badmood lu. Lagian, itu juga salah lu kan? Lu nabrak temen nya tadi dan ga nolongin sama sekali. Minta maaf aja kagak ikhlas"

Rahang Aidan mengeras, "jadi lu bela cewe itu?!"

"Eh, ngga ngga! Udah deh, ga usah di pikirin. Mending lu ambil wudhu, terus shalat."

Melihat kepergian Hendra, Aidan melangkahkan kaki nya perlahan untuk menyusul nya sampai ke masjid.






***









Tinggalin jejak kalau mau lanjut :'

GUS AZZAM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang