Empat Puluh Tiga

1.5K 87 12
                                    

Wounds In Marriage

Bab Empat Puluh Tiga
***

Hai.
Sebelum membaca cerita ini, alangkah baiknya follow akun saya dulu, ya. Saya berharap sekali bisa mendapatkan 1K followers. Terima kasih.

Selamat membaca.

***

Anggya POV

Aku pergi ke rumah Papa, sebab Kak Ajeng menelepon dan meminta diriku untuk datang ke sana. Dia mengatakan jika Naufal ada di rumah Papa sekarang. Lelaki itu terus berlutut, memohon  dan mengatakan sudah menyesal atas perbuatan yang sudah dibuatnya selama ini. Mau tidak mau aku datang ke sana, sebab Papa ingin Naufal meminta maaf denganku di depan mereka. Baru setelah itu Papa akan memaafkan Naufal.

Ketika aku sampai di rumah Papa, Naufal segera menyambutku dengan senyuman. Aku balas tersenyum, tetapi hanya senyum kecil saja. Lalu, Kak Ajeng segera memeluk diriku. "Aaa gue kangen banget sama lo, Anggy!" serunya. Dia mengusap kepala Latya pelan setelah anak itu bersalaman, lalu menggendong Abimanyu.

Sekarang, aku melangkah menuju Mama dan Papa. Wanita paruh baya itu segera memeluk diriku. "Mama kangen banget sama kamu, Anggi. Kenapa jarang main ke sini? Sekarang kamu sibuk apa?" Beliau menatapku dengan senyuman mengembang.

"Maaf, Ma. Anggi sibuk di butik."

Mama mengangguk. "Iya. Mama mengerti." Beliau lalu meminta Abimanyu dari Kak Ajeng.

Papa tersenyum seraya mengelus kepalaku, lalu lelaki itu menatap Naufal. "Sini kamu, Naufal!" kata beliau dengan nada tajam. "Ayo meminta maaf kepada Anggi di depan kami semua."

Aku menatap Papa, lalu menangkup telapak tangan lelaki paruh baya itu. "Nggak usah, Pa. Mas Naufal sudah meminta maaf kepada Anggi."

Namun, Papa menggeleng. "Nggak, Anggi. Dia harus tetap meminta maaf lagi sekarang!" Mendengar itu, aku hanya bisa mengembuskan napas dalam.

Hingga, Naufal melangkah ke arahku. "Papa benar, Anggya. Aku memang harus meminta maaf lagi kepada kamu. Maafkan aku, ya?"

Aku menatap lelaki itu, lalu mengangguk.

"Sujud di kaki Anggi!" kata Papa lagi.

Tentu aku membulatkan bola mata mendengar hal itu. Tidak, aku rasa tidak perlu. Lagipula Naufal lebih tua dariku. Maka, saat Naufal mulai menunduk, aku segera menggeleng dan menahan dirinya. "Nggak perlu, Mas. Nggak perlu," ucapku seraya memintanya untuk kembali berdiri. "Aku udah memaafkan kamu. Semoga kamu nggak melakukan hal yang sama lagi, ya. Seandainya nanti kamu memiliki istri."

Naufal menatapku, dia tersenyum. "Terima kasih, Anggya."

Aku hanya mengangguk singkat, lalu mengalihkan pandangan ke arah lain. Menghampiri Mama yang tengah menggendong Abimanyu. Naufal lantas menghampiri Latya dan mengangkat tubuh gadis itu. Bahkan aku melihatnya mencium kepala Latya berkali-kali.

"Papa, Yaya kangen banget lho sama Papa. Kenapa Papa pergi ninggalin Mama?" Aku pun mendengar pertanyaan itu. Namun, memilih untuk sibuk dengan Abimanyu. Meskipun, di dalam hatinya rasanya begitu teriris.

"Kamu sudah makan, Nak?" tanya Mama saat aku tengah menggendong Abimanyu.

Aku mengangguk. "Sudah, Ma." Aku merasa haru saat kemudian Naufal meminta maaf kepada Papa, lalu memeluk Mama.

"Perusahaan kamu sebenarnya tidak bangkrut. Papa yang melakukan semua itu agar para investor tidak mau menanamkan saham di sana."

Papa ternyata memilih untuk mengatakan semuanya. Aku melirik Naufal, menunggu respon dari lelaki itu. Apakah dia akan marah? Namun, aku lihat dia diam saja. Masih sibuk menggendong Latya dan mencium pipi Mama.

Wounds in MarriageWhere stories live. Discover now