Sebelas

1K 45 9
                                    

Wounds In Marriage
Bab Sebelas

***

Anggya POV

"Halo, Tasya?" Aku tengah sibuk dengan daging asap di atas panggangan ketika Tasya meneleponku pagi itu. Bibi memanggil diriku dan Latya muncul dengan wajah mengantuk. "Letakan saja buahnya di atas meja, Bi. Terima kasih, ya!" kataku. Lalu menatap Latya yang kini mengerjap pelan. "Hai anak manis sudah bangun?"

Latya menguap pelan dan duduk di atas kursi. Sementara suara Tasya mulai terdengar di ujung sana. "Sorry, Nggi. Gue sama sekali nggak tahu kalau Latya sakit," katanya dengan nada bersalah.

Aku menangkup wajah Latya dengan gemas setelah menaruh ponsel ke atas meja dan menyalakan speaker. "Nggak apa-apa, kok, Sya," kataku dengan nada maklum. Mungkin Tasya memang sedang sibuk dengan urusan pribadinya sendiri. Lalu aku menatap Latya dan meraih kotak susu, mengambil gelas dan mulai menyeduh susu untuk Latya. Gadis itu terlihat sangat gembira sekali meskipun hari ini dia tidak aku izinkan untuk pergi sekolah dulu. Latya harus sembuh total, baru aku lega melepaskan dirinya dari jangkauan mataku. Aku memang termasuk ibu yang protektif sepertinya.

"Sekarang gimana kondisi Latya, Nggi?" Suara Tasya kembali terdengar ketika aku menyerahkan susu yang sudah diseduh kepada Latya. Gadis itu meraih roti gandum dan botol selai. "Dia masih dirawat atau sudah pulang?"

Aku meraih kembali botol selai dari tangan Latya. "Ini anaknya ada di depan gue lagi sarapan," jawabku seraya melangkah ke panggangan yang masih mengepulkan asap. Aku mengambil garpu dan menusuk daging yang sudah matang, lalu meletakkannya ke atas piring. "Sarapan ini ya, Sayang," kataku. Sebagai respon Latya mengangguk dengan hormat. Benar-benar anak pintar.

"Syukur deh kalau begitu." Tasya pun menghela napas di ujung sana. "Oh iya, gue sebenarnya sudah kirim pastel buat Latya. Sudah sampai belum, ya?"

Aku kembali duduk di kursiku dengan piring berisi menu sarapanku sendiri. "Belum, Nggi. Mungkin nanti siang," jawabku. Memang belum ada paket yang datang atas nama Tasya. Kemarin masuk beberapa paket yang berasal dari para teman kerja Mas Naufal. Lalu juga ada paket buah dari Febby. Aku belum melihat paket atas nama Tasya.

"Uhm  ... iya mungkin nanti siang kali ya, Nggi." Tasya menggumam kecil di ujung sana. "Oh iya, lo udah cek-up ke dokter kandungan lagi? Gimana kondisi janinnya?"

"Alhamdulillah sehat, Sya." Aku meraih garpu dan mulai memotongkan daging kecil-kecil untuk Latya. Gadis itu hanya tersenyum. "Kabar lo sendiri gimana? Udah nggak drop lagi, kan?"

"Nggak, Nggi. Cuma belakangan ini gue sibuk banget deh. Jadi nggak bisa sering ngobrol sama lo. Banyak banget pekerjaan."

Aku terkekeh kecil mendengar perkataan Tasya. "Ah, bukannya lo udah enak tinggal minta uang sama pak bos besar aja?"

"Ya kami kan belum resmi menikah, Nggi. Gue cukup tahu dirilah untuk nggak terlalu matre. Lagian gue juga nggak mau dipandang rendah sama dia!"

Baiklah. Aku hanya mengangguk-angguk kecil seraya memasukkan potongan daging asap ke mulut. Latya pun sudah sibuk dengan sarapannya sekarang. "Yaudah gue cuma bisa berharap semoga hubungan kalian terus langgeng, ya."

Hening sebentar, sebelum akhirnya Tasya mengucapkan terima kasih dengan nada yang terkesan sambil lalu. "Omong-omong hubungan lo sama Mas Naufal gimana, Nggi? Sudah ketahuan siapa wanita yang suka goda suami lo itu?" Tasya mengganti topik pembicaraan kami.

Wounds in MarriageWhere stories live. Discover now