Delapan Belas

1K 70 14
                                    

Wounds In Marriage
Bab Delapan Belas

***

Tasya POV

Sepeninggal Anggya dari apartemenku, Mas Naufal yang memang ingin pulang ke rumah segera meraih tas kerjanya. Aku melangkah membuntuti lelaki itu. "Mau kemana kamu, Mas?" tanyaku di belakang Mas Naufal. Lelaki itu meraih tas dan membalikkan badan. Dia menatap diriku dengan dingin. "Sekarang Anggya sudah tahu semuanya, kan? Sudahlah, Mas. Biarkan saja semua orang tahu kalau kita memiliki hubungan. Aku sudah capek terus bertahan dalam diam. Aku ingin mendapatkan prioritas!"

Mas Naufal menarik rambut kepalanya dengan gusar. "Diamlah, Tasya!" Dia lantas membentak diriku.

Aku mematung, terkejut dengan responnya. "Dari awal aku sudah feeling ya, Mas. Kalau suatu saat hubungan ini terbongkar kamu pasti akan tetap memilih dia, bukan? Kamu akan meninggalkan aku, kan?" Sungguh aku tidak ingin menyerah sekarang. Aku harus bersikeras agar Mas Naufal tahu bahwa aku sungguh tidak ingin kehilangannya.

"Aku sedang pusing, Tasya. Lebih baik kamu diam sekarang." Mas Naufal memperingati diriku. Aku merasa melihat orang asing. "Sekarang aku mau pulang. Aku harus menjelaskan semuanya kepada Anggya dan juga keluargaku, sebelum semuanya menjadi semakin rumit untuk diselesaikan."

"Kamu ingin meninggalkanku?" Suaraku bergetar saat mengatakan itu. Lantas aku melangkah mundur. Memberikan Mas Naufal ruang untuk bergerak. "Pergilah, Mas. Kamu bisa tinggalkan aku sekarang!" kataku sebelum akhirnya beringsut jatuh dan terisak. Berharap sekali lelaki itu memeluk diriku. Menenangkanku.

"Tasya?" panggil Mas Naufal kemudian. Aku masih diam. Sakit sekali rasanya ketika ingat bahwa dia telah membentak diriku tadi. "Sayang?" Mas Naufal kembali memanggil diriku. "Maafkan, Mas, Tasya."

Aku membuka telapak tangan dan menatap lelaki itu. Mas Naufal lantas bergerak mengusap air mataku. "Pergilah, Mas! Aku akan kembali bekerja dan jangan pernah hubungi aku lagi," kataku. Walaupun yang sebenarnya terjadi sebaliknya. Aku sungguh tidak ingin melepaskan lelaki itu begitu saja. Aku harus bisa memiliki Mas Naufal seutuhnya. Dia tidak boleh pergi. Tidak boleh!

"Mas tidak akan pergi meninggalkan dirimu, Tasya." Mas Naufal berbicara, membuat aku merasa sedikit lega. "Tetapi Mas tetap harus pulang sekarang untuk meluruskan semuanya. Setelah ini kamu pindah apartemen, ya? Mas merasa keberadaanmu di sini mulai tidak aman." Ya, memang benar. Aku sangat ingin pindah dari sini agar bisa terbebas dari Angga.

Aku menatap Mas Naufal, lantas mengangguk pelan. Dia mencium puncak kepalaku dengan lembut, lalu mengusapnya sebelum pergi. Aku lantas menatap lelaki itu hingga tubuh Mas Naufal benar-benar hilang. Setelahnya aku segera mengusap sisa air mata di pipi. Akting yang luar biasa. Aku bangkit berdiri dan mencari ponsel. Sebenarnya aku sudah memikirkan sebuah rencana untuk tetap bisa bertahan ketika berada di posisi ini. Aku sudah membuat surat wasiat palsu. Akan aku kirimkan semua surat itu kepada Anggya, supaya dia tahu sejauh mana hubunganku dengan suaminya. Dan supaya Anggya semakin terpuruk dan kecewa hingga akhirnya memilih untuk melepaskan Mas Naufal.

Aku tersenyum puas setelah mengirimkan foto-foto itu, lantas segera menaruh kembali ponsel ke meja. Baiklah, Tasya. Kita harus mengikuti permainan ini hingga akhir. Dan aku akan memastikan bahwa hidup Anggya tidak akan lagi bahagia setelah ini. Dia harus menderita.

***

Anggya POV

Semua keluargaku datang siang itu. Tetapi pihak rumah sakit hanya memperbolehkan dua orang yang masuk, sehingga harus bergilir. Aku tersenyum melihat keluarga yang begitu peduli dengan diriku. Apalagi mama mertua yang benar-benar tampak bahagia melihat cucu lelakinya lahir ke dunia. Bahagia sekali melihat pemandangan seperti ini. Aku tersenyum penuh haru.

Wounds in MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang