Dr. Florent Beaudequin.

Pertama kali Soudabeh membaca nama itu di sebuah kartu magnetik gedung laboratorium di Teheran. Soudabeh terkesiap sesaat. Dia mengerti politik negaranya. Soudabeh telah mendengarnya sejak kecil, saat dia masih bersembunyi di kursi belakang mendengar adu argumen Fadar dan Farah, percakapan orang-orang di desa. Bahwa Iran sedang diembargo oleh Amerika dan negara-negara persekutuannya di Eropa barat. Bahwa mereka akhirnya, berhasil keluar dari zona nyaman dan merintis kemandirian di bidang ekonomi dan kemudian membuat kekuatan-kekuatan baru yang mencemaskan otoritas ilmu pengetahuan dunia. Khususnya teknologi. Iran sangat percaya pada kemampuan ilmuwan sendiri, seperti mempercayai mata sendiri.

Sekarang Soudabeh sedang berdiri di instalasi paling penting di pusat penelitian ilmu pengetahuan paling klinis di wathon mereka.

Sebelum itu, dia telah mendengar kabar-kabar yang berkembang di anara mahasiswa dan ilmuwan-ilmuwan muda bahwa Amerika selalu menyusupkan telik sandi untuk mencaritahu progres dari teknologi bangsa Iran. Baru-baru ini, sebuah pesawat canggih tanpa awak berhasil dikuasai dengan remote control khusus saat memasuki radius tertentu di langit Iran.

Kini, Soudabeh melihat, betapa pria ini, mungkin berusia sekitar 40 tahun, dengan identitasnya yang paling mencolok: kulit putih, rambut pirang, hidung seperti tajak dan suara yang seperti diloloskan dari tenggorokannya tanpa melewati mulut.

"Nona Soudabeh, saya akan mengantar Anda melihat-lihat."

Menurut desas-desus yang didengarnya di belakang, Dr. Florent adalah seorang kutu buku dari Sorbonne yang melewatkan hampir seluruh waktu dalam hidupnya untuk menerawangi tabung-tabung yang memproduksi molekul dan bahan-bahan aktif partikel. Bidang yang sama dengan yang menjadi obsesi Soudabeh.

Dr. Florent adalah seorang yang mengimani Tuhan tetapi tidak memeluk agama apa pun. Bagi Dr Florent—dan dia hanya mengungkapkan ini kepada Soudabeh—agama adalah ilmu pengetahuan yang malas.

Pada waktu-waktu pertamanya di sana, mereka terlibat dalam diskusi intens sehari-hari tentang bagaimana efek yang kompleks dari peleburan-peleburan dan persilangan zat-zat kimia. Saat itu, di waktu mereka berbincang-bincang, Soudabeh merasakan keanehan terjadi dalam dirinya. Dia menggambarkannya dengan kaya dalam buku hariannya, bahwa dia merasa dia telah menemukan Adamnya, setelah mencari-cari sekian lama dalam semestanya yang sangat steril dan dingin. Mereka ada di sebuah frekuensi, kesenangan, dan obsesi yang sama. Hanya butuh sedikit keberanian sentimental untuk kemudian mengakui bahwa mereka memiliki keterikatan seperti butir-butir molekul alam yang secara alamiah saling membutuhkan.

Pada suatu hari, Dr. Florent melepas kacamatanya, mengusap kedua matanya yang letih, dan begitu saja mengatakan, bahwa dia menyukai saat-saat bersama dengan Soudabeh. Wanita muda itu adalah ilmuwan yang memahami cara berpikir semrawutnya. Saat mengatakan itu, Dr. Florent memandangi Soudabeh sejenak dengan tatapan yang susah diterjemahkan Soudabeh. Dia berharap Dr. Florent mengatakan sesuatu yang lebih intens, lebih personal lagi. Sesuatu yang selama ini ditunggu-tunggunya. Tetapi kemudian pria Prancis itu mengenakan kembali kacamata dan kembali ke panel pengatur suhu seakan-akan sebelumnya dia tidak mengatakan apa pun.

Soudabeh tidak harus meneropong dengan mikroskop hanya untuk mengetahui Dr. Florent memiliki ketertarikan kepada dirinya. Seharusnya dia mengatakannya lebih awal, seharusnya dia mengatakan pada hari itu. Setidaknya dia memiliki kekuatan untuk menolak ayahnya. Dia akan memperjuangkan cinta mereka kepada Fadar.

Tetapi apa yang harus dilakukan jika Dr. Florent belum mengungkapkan isi hatinya kepadanya. Dr. Florent tentu tahu bahwa wanita di Iran tidak seluwes di Barat. Wanita di sini mencintai dengan cara menunggu. Mereka tidak akan pernah mengatakan rasa cintanya. Standar timur sangat berbeda. Wanita–wanita menutup pandangan, menyembunyikan isi hati, bertahan dalam kerahasiaan, seperti tabir langit malam gurun pasir. Dengan itulah kita dibesarkan, itulah tradisi kita sekarang dan akan tetap begitu, ucap Fadar suatu hari kepada Farah.

Dan, untuk beberapa saat, ketika berada di dekat Dr. Florent, Soudabeh ingin menjadi kakaknya. Dia tahu, Farah akan berdiri dengan wajah tengadah, mungkin menggenggam tangan Dr. Florent lalu menyatakan isi hatinya. Entah dengan bercanda atau tidak, tapi dia akan mengatakannya dengan tegas dan tanpa tedeng aling-aling. Farah selalu bisa melakukan hal itu.

Itu terjadi sebulan sebelum Soudabeh pulang dari Teheran.

Soudabeh tahu, seharusnya sejak lama dia mengatakan hal ini kepada ayahnya Setidaknya, Fadar tidak akan pergi ke Isfahan dan berjanji kepada mullah di sana untuk menikahkan Soudabeh dengan seorang muridnya. 

Andai saja dia lebih cepat, lebih awal, andai saja....

Sepanjang malam itu, Soudabeh menyesali cinta yang selalu berada di persilangan momentum yang salah.

Menghitung Luka di LangitWhere stories live. Discover now