Extra Chapter - Cry Baby

Start from the beginning
                                    

"ORANG GILA!"

"YA ABISAN TEMEN LO!"

Dan setelahnya... perempuan itu kembali menangis.

Raiden mengembuskan napas berat, sebelum akhirnya melangkah mendekati sahabatnya. Ia mendudukkan diri di samping Gladys kemudian menarik perempuan itu ke dalam dekapannya.

"Nggak apa-apa, nangis aja. Maki-maki aja, emang brengsek kok calon laki lo."

Dan ya... seperti yang diperintahkan, tangisan Gladys semakin membesar dan beberapa makian keluar dari mulut perempuan itu.

"Gue sayang banget sama Elang, Rai."

Sejujurnya Raiden muak mendengar ini, tapi karena Gladys sedang berkabung, ia tidak akan protes apapun.

"Iya tau."

"Tapi kayaknya cuma gue yang sayang sama dia. Kayaknya perasaan dia mulai pudar. Dan kayaknya... dia udah nggak menginginkan pernikahan ini."

"Nggak, Dys. Itu cuma lo dan isi kepala lo yang lagi dipenuhi buncahan emosi aja. Bukannya gue bermaksud membenarkan tindakan Elang, dia emang brengsek karena lupa sama janji yang udah kalian buat, tapi gue yakin dia nggak ada setitik pun pikiran buat bikin lo merasa nggak diprioritasin, apalagi berhenti sayang sama lo. Si bucin tolol itu... jauh dari lo dua setengah tahun aja udah hampir gila, apalagi kehilangan lo."

"Mungkin emang agendanya kali ini urgent banget, dan iya gue paham kok lo juga punya banyak urusan yang harus dikerjain dan lo masih sempet-sempetnya nyisihin waktu buat fitting. Gue paham semua kekesalan lo, tapi jangan sampe berpikiran jelek kayak tadi juga, nggak baik. Ntar kalo didenger malaikat gimana?"

"Omongan lo kayak orang rajin ibadah aja."

Sialan...

Sudah dihibur tidak tahu diri, sekiranya begitu isi batin Raiden.

Namun, tak apa, hari ini ia rela ternistakan dan menekan egonya demi Gladys. LIhat saja saat kondisi hati perempuan itu sudah kembali membaik, Raiden akan membalas dendam sampai membuat moodnya hancur berantakan.

"Kayaknya bener deh kata nyokap lo, lo sama dia jangan sering-sering ketemu dulu. Terlebih mulai besok, lo berdua udah harus dipingit."

"Nanti kalau sepanjang nggak ketemu gue Elang tiba-tiba berubah pikiran dan nggak jadi nikahin gue gimana?"

Astaga.... Raiden benar-benar sudah kehabisan kata-kata.

"Perasaan elo tadi yang mau ngebatalin nih kawinan."

Gladys tidak menjawab, malah kian mempererat dekapannya. Kalau boleh jujur dia sangat merindukan Elang. Pertemuan terakhir mereka sekitae seminggu yang lalu saat survey catering, dan setelahnya mereka tidak pernah bertemu tatap muka lagi. Masing-masing dari mereka sibuk dengan pekerjaan yang harus segera dituntaskan sebelum hari bahagia mereka tiba. Bahkan untuk sekedar bertukar kabar lewat telepon atau pesan singkat pun mereka jarang melakukannya, sekalinya chatan atau teleponan malah ribut, seperti saat ini.

Agenda fitting baju terakhir itu selesai tepat pukul tujuh malam. Tadinya Raiden menawarkan Gladys untuk makan dulu karena tadi ia sempat mendengar perempuan itu skip makan siang, tetapi penolakan yang didapatinya. Gladys memutuskan untuk langsung pulang karena tubuhnya benar-benar lelah. Ia bahkan khawatir jika di jalan tiba-tiba ia akan ambruk dan lebih merepotkan Raiden.

"Kalau ada apa-apa kabarin, ya?"

Gladys mengangguk sebelum akhirnya masuk ke unitnya. Raiden benar-benar mengantarnya sampai depan pintu unit apartemennya. Sepertinya kondisi Gladys benar-benar sememprihatinkan itu di matanya sekarang.

Long Way HomeWhere stories live. Discover now