Suara deru motor terdengar nyaring mengisi halaman rumah mewah itu. Disusul dengan suara tawa terbahak-bahak begitu teman-teman Rion membukakan helm mereka. Salah satu dari mereka berlari ke gerbang lantas berjoget ria seolah mengejek Cale yang tertinggal. Cale yang berada di seberang sana terlihat kesal. Pria itu lantas berteriak kembali menggunakan pengeras suara.

"RION! RION! LO PILIH KASIH BANGET SI JADI TEMEN! ENGGAK SETIA KAWAN! PILIH-PILIH TEMEN! KAGA BOLEH GITU TAHU!"

Rion tertawa saja melihat tingkah temannya itu. Ia menopangkan tangan pada pembatas balkon lalu menyangga dagunya di sana. Asyik menonton aksi temannya seolah sedang melihat acara komedi.

"WOI BUKA GERBANG WOI! GUE LAPER! TOLONG INI GUE MAU PINGSAN RASANYA." Cale masih berteriak dengan helm di pergelangan tangannya. 

Sementara Cale masih sibuk berteriak di bawah sana, ketiga teman Rion yang lainnya langsung masuk ke dalam rumah. Menggunakan lift menuju lantai tiga.

"Sekalian, ya. Teh apa aja, asal jangan yang mengandung madu," pinta Loyd ketika melihat kedua temannya berjalan melewati kamar Rion menuju kulkas. Kedua temannya hanya mengacungkan jempol tanpa bersuara.

Loyd Putera. Pria jangkung berkulit putih itu langsung masuk ke kamar dan menghampiri Rion yang ada di balkon.

"Lo tuh, ya, enggak kasian apa sama si Cale. Liat, tuh, dia udah pasrah gitu." Pria berkemeja hijau itu berkata sambil bertos dengan Rion.

"Sesekali." Rion menjawab sambil terus memandang Cale yang kini sedang berselonjoran di depan rumahnya. "Semula? Carlyle?" Rion menoleh dan bertanya ketika tidak menemukan mereka di sana.

Loyd ikut bersandar di pembatas balkon dengan mata fokus ke ponselnya yang bergetar. "Ngambil minum."

"Yo, man. How's life been treating you?" tanya pria berambut gondrong yang baru saja masuk dengan sedikit memberi nada pada kalimatnya. Dia Carlyle Charies. Pria berdarah Amerika-Prancis itu memberi high five pada Rion setelah menyerahkan sebotol minuman teh kepada Loyd. 

"Lo belum mandi?" Sementara pria dengan kaos putih dibalut jaket kulit hitam, menyapa Rion sambil melemparkan sebotol air mineral. Semula Grahana. Si mantan pembalap itu menubrukkan pundaknya ke punggung Rion sambil sibuk membuka kaleng minuman. Pria itu menyipitkan sebelah matanya efek dari meneguk soda. "Wohh ... seger!"

Rion menaikkan sebelah alisnya. "Kok gue cuma air mineral, si? Bagi dong, Mul."

"On purpose. Gue tahu, lo pasti belum makan apapun. Makanya gue cuma ngasih air mineral ke lo." Semula dengan santai kembali menegukkan minumannya, seolah sengaja untuk membuat Rion merasa jengkel. 

Loyd yang sedang duduk di kursi panjang, tiba-tiba terbatuk beberapa kali. Hal itu membuat Rion, Carlyle dan Semula mengalihkan atensi mereka. 

"What's up, Dude? Keselek minuman?" Carlyle bertanya sambil tertawa kecil. 

Loyd menggelengkan kepala disela-sela dirinya masih sibuk terbatuk-batuk. Tangan pria itu terulur ke arah gerbang. 

Di sana terdapat mobil mewah berwarna merah yang baru saja memasuki area rumah. Disusul dengan suara deru motor di belakangnya.

"Oh ... om sama tante, ya?" gumam Semula pelan sambil diam-diam melirik Rion.

"Oh, itu Niovi?" Loyd bertanya setelah menetralkan tenggorokannya yang sempat terganggu.

"She is hella beautiful." Carlyle ikut berseru sambil melambaikan tangan ke bawah ketika melihat Niovi yang melambaikan tangan ke arah mereka sambil tersenyum lebar.

"Jaga mata kalian. I'll kill you," ancam Rion dengan suara dingin, tetapi matanya tertuju pada Niovi dengan bibir tersenyum riang.

Semula mengangkat kedua tangan kemudian berucap, "Oh, gue enggak ikut-ikutan, ye."

"Oh ... my overprotectif brother," ejek Carlyle.

"Gue bukannya overprotective. Gue cuma enggak mau gagal lagi. You know what i mean," jawab Rion lesu. Ia membalikkan badan begitu orang tuanya keluar dari mobil dan mendongakkan kepala ke arah balkonnya.

"Oh, come on, Bro. Lo—"

"Bang Ion!" Suara riang seseorang menyela obrolan mereka. Perhatian mereka teralihkan kepada seorang gadis yang menyembulkan kepalanya sambil tersenyum senang. 

Rion tersenyum dan mendekati adiknya. Pria itu mengusap pucuk kepala Niovi dengan lembut. "Nio, sudah waktunya liburan, ya?"

Niovi mengangguk sambil menikmati usapan dari tangan sang kakak. "Yup!"

"Hoi! Lo enggak lupa ada gue kan?! Gue masih ngambek, tahu!" Cale yang sedari tadi ada di belakang Niovi terlihat melipatkan kedua tangannya di dada sambil memajukan bibirnya.

Niovi tertawa pelan melihatnya. Ia lantas mendongakkan kepala, menatap Rion. Pria itu sedang menatap Cale dengan memasang tampang seolah telah melihat sesuatu yang menjijikkan. "Kasian tahu, Bang. Masa enggak dikasih masuk. Mukanya sampe melas tadi."

"Biarin aja, dia ngerusuh tadi," sambar Loyd.

Niovi memiringkan kepalanya, mencari keberadaan Loyd yang berada di belakang Rion. Tubuh Rion memang tinggi dan tegap, jadi menghalangi arah pandang matanya. "Emang?"

Niovi tersentak begitu Rion menarik wajahnya. "Abang?"

"Yaelah, gitu aja langsung lo tarik." Lagi-lagi Carlyle mencibir. "Abang lo overprotektif banget, Nio."

Rion melirik tajam ke arah Carlyle. "Bukan gitu. Nih, lo liat mata adik gue. Dari jarak dekat gini, matanya merah. Kamu habis nangis? Kenapa?"

Niovi terkejut. Ia tidak menyangka Rion menyadarinya. Sebenarnya Niovi sudah berniat untuk membicarakan sesuatu yang diberitahukan orang tuanya di mobil tadi. Sebab, Rion pasti tahu dengan benar situasinya. Namun, Tidak sekarang. Karena gadis itu terlalu takut. 

Air mata Niovi yang dengan susah payah ia tahan, akhirnya menetes ketika mendengar kalimat selanjutnya yang diucapkan Rion.

"Enggak apa-apa kalau kamu nangis. Abang enggak marah. Abang khawatir sama kamu. Cerita, ya, sama abang?"

Dengan segera Rion mendekap Niovi erat, tangannya mengusap pelan punggung gadis itu. Ia akan menunggu Niovi tenang dan mau membuka suara. Sementara teman-teman Rion mulai panik dan tidak enak hati melihat pemandangan itu.

Dengan suara serak dipadu isakan, Niovi berkata, "Aku sudah tahu, Kak Hiranya enggak jadi pulang dan kondisinya enggak baik lagi."

Rion hampir terhuyung mendengar kalimat yang diucapkan Niovi. Untung saja Semula sedikit menopangnya. Pria itu mempererat pelukannya. Menenggelamkan wajah Niovi ke dadanya. Agar dengan mudah menyembunyikan matanya yang memerah. Menyembunyikan bendungan air mata yang hampir tumpah.

Mereka semua diam. Hanya isak tangis Niovi yang terdengar. 

_______

BF (Best Friend) Rion bakal sering muncul ke depannya. Hehew!

Ada yang penasaran dengan mereka?

Terima kasih.
Sampai jumpa lagi.

-Ais.

Semper Paratus Where stories live. Discover now