Konser Malapetaka

26 7 10
                                    


📌Halo semuanyaa, ini next chapter THE END ya...
Jangan lupa dukungannya :)


WARNING ‼️
CHAPTER KALI INI MUNGKIN MEMBUAT BEBERAPA ORANG MERASA KURANG NYAMAN.
PEMBACA HARAP BIJAK


"Pak, Bapak tahu nggak tadi saya lihat ...," ucapan Luna terpotong oleh sound musik yang cukup keras.

"Lagu utama guys!" seru mereka.

Digo menatap Luna kebingungan. "Kamu mau ngomong apa Lun?"

"Bukan apa-apa, Pak," jawab Luna.

"Terus kamu tadi kemana?" tanya Digo.

"Gak bisa diomongin disini, Pak terlalu berisiko," bisik Luna.

Rian yang berada di atas panggung terlihat menikmati konsernya. Tangannya memegang mic, sambil sesekali melambai ke para penonton.
Rian membawakan lagu berjudul 'Kau Tak Sendiri' milik Andi Adinata.

"Terbit mentari pagi, menyilaukan mataku."

"Namun kuharus segera bangun ... Ingin aku menyerah tetapi masih ada, hal-hal yang harus aku lakukan,"

"Hadapi permasalahan dan rintangan kehidupan yang tak pernah ada habisnya."

Dalam kebisingan itu Luna dikagetkan dengan sosok Rensa yang tiba-tiba sudah berada di belakangnya.

"Luna!" Rensa menepuk keras kedua pundak sahabatnya itu.

"Siapa?!" refleknya, kemudian menoleh ke arah suara. "Kok kamu disini, Sa?"

"Lah, kamu sendiri juga disini. Ngapain kamu sama Pak Dosen?" tanya Rensa.

"E-ehem! Luna kemarin nilainya masih ada yang kurang, jadi ini tugas tambahan dari saya untuk mengamati perilaku setiap orang disini," sahut Digo tiba-tiba.

"Ka-kamu," lirih Luna merasa kesal.

Rensa memainkan rambut Luna dan sedikit mengejek. "Wah-wah ternyata kamu juga bisa gagal ya, orang pintar saja gagal apalagi aku, ahaha."

Rian berjalan turun dari panggung, sambil sesekali menoleh ke arah mereka. Kali ini bagian reff lagu utamanya.

"Tak mengapa merasakan letih, menjalani hari-hari membosankan ini. Kau tidak sendiri karna aku ada untukmu, disini ... genggam tanganku kita lewati ini bersama."

"Kayaknya Rian dari tadi ngelihat ke arah kalian terus," ujar Digo.

"Tuh orang kayaknya ngejek kita apa gimana sih," tambah Rensa.

"Ngapain dipikir, orangnya emang gitu" ucap Luna.

"Lun. Luna! Lihat di pojok sana, ngapain itu si Tukang Bully?" Rensa menunjuk ke arah Fikri yang berada di pojokan.

"Lah, ngapain disitu?" Luna menatap sinis.

"Kalian kenapa?" tanya Digo yang belum melihat Fikri. "Oalah, ada Feii," seketika ia mengerti saat melihat Fikri di pojokan.

Sekarang Fikri sudah berada diantara mereka. Kemejanya sedikit lusuh, ditambah bau sesuatu yang terbakar, membuat mereka curiga apa yang dilakukan oleh temannya itu tadi.

"Jelek banget, kenapa kamu?" celetuk Rensa.

"Biasa, kerja," jawabnya simpel.

"Kerja apaan di Kampus, bau gosong juga," tanya Luna.

"Kayak gak tau aja, biasalah jok ...," ucapannya terpotong saat melihat Digo di belakang Luna.

Mulutnya hampir saja keceplosan, sedang mengerjakan tugas orang lain, alias joki. Memang tadi Fikri mengerjakan tugas praktik milik teman sekelasnya. Namun tidak mungkin ia mengatakannya di depan Dosen.

THE END?Where stories live. Discover now