Festival Berdarah

20 7 13
                                    

Haloo semua, thanks buat yang masih tetep baca THE END.
Dukung terus yaa-!!
.
.
.

[WARNING]❗❗
CHAPTER KALI INI MENGANDUNG UNSUR SENSITIF UNTUK BEBERAPA ORANG.
PEMBACA HARAP BIJAK

Festival Akhir Tahun kali ini diselenggarakan di Kampus Victoria. Salah satu kampus bergengsi di Kota Kartajaya, Festival yang sempat ditunda selama 2 tahun kini bisa kembali dirasakan. Suasana keramaian menyelimuti setiap sudut tempat. Kebahagiaan terlihat hampir disetiap wajah mereka.

"Tunggu! Kamu jangan lari." gadis remaja itu terlihat mengejar pacarnya.

"Makannya kejar dong!" Namun laki-laki di depannya seolah tidak mendengarnya dan tetap berlari.

Para pedagang membuka gerai kecil mereka disepanjang jalan. Bahkan beberapa mahasiswa juga ikut berjualan mengambil untung dari Festival kali ini. Mereka menggunakan kemampuannya untuk mempromosikan dagangan dengan cara yang berbeda-beda.

Luna bersandar ditembok sambil meminum yoghurt blueberry. Di samping kanannya, terlihat Digo yang duduk di shofa panjang. Semua kejadian ia amati melalui matanya.

"Semuanya terkendali," lirih Luna.

"Syukurlah," ujar Digo.

"Saya kira harus pergi kemana, ternyata di Kampus," celetuknya.

"Kamu kira perjalanan bisnis? Ahaha." Digo terkekeh kecil.

Luna berjalan melewati Dosennya begitu saja menuju tong sampah di belakang panggung.

"Mau kemana Lun?" tanya Digo.

"Kemana lagi, buang sampah," jelas Luna.

Saat Luna sedang berjalan menuju posisi awalnya, feelingnya mengatakan ada yang tidak beres. Ia berhenti, lalu menoleh ke arah penonton yang sudah berkumpul memenuhi depan panggung.

Mata Luna langsung tertuju pada seseorang dengan hoodie putih yang berada ditengah kerumunan. Berbeda dengan yang lain ia terlihat cukup mencurigakan.

Seolah tahu sedang diperhatikan, dia berjalan pergi. Luna bergegas mengejarnya, namun cukup kesusahan karena banyaknya orang. Ia sampai harus berdesak-desakan dengan mereka yang menunggu konser.

Siapa? Aneh sekali.

"Tunggu!" pekik Luna.

Luna berhasil keluar dari kerumunan,
ia terus mengejar hingga tidak menyadari kini dirinya berada di depan gedung kosong. Itu berarti ia meninggalkan Digo cukup jauh.

"Ck, kemana dia?" Luna kebingungan dan terus menoleh ke arah kanan-kirinya, sambil memperhatikan situasi.

Bodohnya aku, malah pergi terlalu jauh, batinnya.

Sepanjang jalan ia merasa kurang bersemangat, entah hanya kebetulan atau memang takdir Luna mendengar suara yang cukup keras dari sebuah ruang kelas.

"Bukan gue!"

"Tapi lu yang terakhir kali ama dia!"

"Dibilang bukan gue, ya bukan!"

"Kalau bukan lu emang siapa lagi hah?!"

"Ya gue juga nggak tahu!"

Luna menguping pembicaraan tadi dari ruang kelas sebelahnya. Meski ia tidak tahu apa yang sedang terjadi, namun suara yang didengarnya terasa familiar.

THE END?Where stories live. Discover now