28. MENGHILANG

6.6K 495 177
                                    

Kyomi tidak memiliki tenaga lebih sekadar menggerakkan kakinya saat tetesan hujan perlahan membasahi. Juga gemuruh di langit begitu memekakan telinga hingga berulang kali matanya terpejam lalu terbuka dengan tubuh mengigil.

Sekelilingnya gelap. Pandangannya mengabur antara pusing di kepala atau karena lampu memang tidak menyala.

Tangisnya sudah reda beberapa menit lalu. Bahkan bisa dikatakan tidak lagi mampu keluar. Kyomi ingin pulang. Kyomi kangen papanya. Kangen abangnya. Rasanya keinginannya untuk mati sangat besar sampai-sampai timbul sebuah niatan ingin mengakhiri hidup setelah bebas dari sini.

Kenapa bisa Nagen setega itu pada dirinya? Kenapa Nagen sejahat itu mengurung dan mengikatnya di ruangan gelap seperti ini.

Nagen tidak benar-benar mencintainya.

Seharusnya Kyomi meninggalkannya. Tapi, kenapa tidak dia lakukan dari awal Nagen melakukan tindakan kasar?

Napasnya sesak. Kyomi bodoh bukan? Seharusnya Kyomi menyerah saja pada Nagen. Toh, Nagen hanya pandai membuatnya sakit hati daripada bahagia.

Menghembuskan napas lalu membuangnya perlahan dan dilakukan secara berulang dengan harapan bisa bertahan lebih lama, Kyomi memberikan aba-aba pada dirinya sendiri untuk kuat hingga selanjutnya kakinya bisa dia geser ke tempat yang tidak terkena tetesan air hujan.

Terakhir kali yang Kyomi tahu dia tertidur ditengah kegelapan malam dan saat terbangun sekelilingnya sangat terang sampai dia kesulitan membuka mata.

Mungkinkah dia akan menyusul mamanya?

Kyomi terduduk dengan napas tersenggal. Pandangannya menyapu ke seluruh titik di ruangan itu dan menemukan Nagen terlelap di sofa. Kyomi mulai menyadari jika dia sekarang tengah berada di kamar Nagen.

Turun memandangi pergelangan tangannya yang merah. Kyomi yakin kalau pengurungan itu nyata. Kyomi kembali menangis. Hal yang menjadikan sosok laki-laki itu terbangun dari tidur dengan segala bentuk kecemasan yang sedikit menguap.

"Kamu bikin aku takut." Nagen mengatakan kalimat beserta sebutan yang tidak biasa Kyomi dengar. Menghadirkan tatapan aneh sekaligus malas.

Percayalah, kalau saja Kyomi kuat berdiri, mungkin dia sudah lari dari sana. Kyomi enggan melihat Nagen. Kyomi kian muak.

"Kamu kenapa betah banget pingsannya?" Nagen menggenggam tangannya, "Udah dua hari nggak bangun-bangun. Tadinya mau aku bawa ke rumah sakit, tapi alangkah lebih baik kalau kamu dirawat di apartemen aja. Biar aku bisa ngurusin kamu sepenuhnya karena memang ini salahku."

"Kenapa nggak biarin gue mati aja? Itu kan yang lo harapin?" Sorotnya begitu terluka. Hatinya terlalu sakit hanya dengan melihat wajah tampan yang tiada hari tanpa menyakiti fisik dan mentalnya.

"Kamu ngomong apa sih, sayang? Jangan ngaco. Aku nggak mungkin sejahat itu." Nagen merangkum wajahnya yang mana Kyomi langsung menggeleng-gelengkan kepalanya berharap Nagen paham bahwa Kyomi tidak ingin disentuh.

"Gue nggak mau dekat-dekat sama lo lagi. Apa belum cukup lo nyiksa gue? Masih kurang? Mau bikin gue sampai koma baru lo puas?" Kyomi mencabut infus dengan kasar, "Gue mau pergi."

Nagen menahan Kyomi yang hendak turun dari ranjang, "Aku nggak ngijinin kamu kemana-mana."

"Gue nggak butuh ijin lo."

"Jangan bikin aku marah, sayang. Lagian udah malam, istirahat aja di sini. Besok aku antar balik ke rumah kamu kalau itu yang kamu mau." Nagen kembali membaringkannya kemudian menyelimutinya sampai batas dada. Nagen maju untuk mengecup dahi Kyomi yang dengan amat sangat terpaksa diam tanpa perlawanan.

NAGEN : MY TOXIC BOYFRIEND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang