Perlahan namun telaten Mara menghabiskan makanannya. "Kamu udah makan?" Tanyanya pada Leon.

"Udah tadi, sebelum kamu."

Setelah selesai makan, Mara masih setia menunggu di samping Vano.

"K-kaylaaa."

Mara terkejut, Vano tiba-tiba saja mengigau menyebutkan nama Kayla.

"Mas... V-vano." Ucapnya sambil menangis. Semoga saja kali ini doanya dikabulkan.

"Bentar aku panggil dokter dulu." Leon bergegas keluar memanggil dokter.

Tak lama, beberapa dokter pun datang. Mara dan Leon pun menyingkir, membiarkan dokter menanganinya.

"Bagaimana dok?" Tanya Leon.

Dokter pun tersenyum simpul. "Putra anda telah melewati masa kritisnya. Sebentar lagi dia akan sadar, hanya saja perlu sedikit waktu."

Mara menangis bahagia, sambil memeluk suaminya.

"Tolong dampingi dia selalu, kalau boleh saya tau. Siapa Kayla? Sejak tadi, pasien menyebutkan nama Kayla terus menerus." Tanya dokter tersebut.

"Kayla menantu saya." Ucap Leon datar.

"Kalau begitu, saya mohon. Agar Kayla bisa mendampinginya, itu mungkin saja bisa mempercepat proses pemulihannya. Mungkin dia orang yang penting bagi Elvano."

Leon hanya diam. "Baik, nanti saya akan panggilkan Kayla." Ucap Mara pelan.

Dokter tersebut tersenyum kemudian pamit pergi dari sana.

"Kayla?" Tanya Mara sambil mengahdap suaminya.

"Belum ada perkembangan." Leon tersenyum tipis sambil memeluk Mara erat.

"Sabar. Kita pasrahkan sama tuhan. Semoga Kayla bisa cepet ketemu."

"Ada yang kamu rahasiakan dari aku." Mara melepaskan pelukan Leon.

"Maksud kamu?"

"Aku tau, kamu nggak asing lagi sama yang menculik Kayla." Ucap Mara datar.

Leon hanya terdiam.

"Maaf, aku belum bisa kasih tau kamu saat ini." Ucap Leon lirih.

"Alasannya?"

"Aku takut, nanti kamu sama Vano terancam bahaya." Leon mengelus rambut Mara lembut.

Untuk kali ini, Mara hanya diam sambil kembali duduk di di samping putranya.

......

Di alam bawah sadar

Vano menatap sekelilingnya, tempat ini tak asing baginya.

"Kayla." Pikirnya pertama kali.

Dia hanya berdiri sambil diam di sana, sambil terus mencari sosok Kayla.

"Vano." Panggil seseorang yang tiba-tiba berdiri di belakangnya.

Jantungnya seakan berhenti sejenak. Terasa berdebar-debar. Suara yang dia rindukan.

Begitu Vano berbalik, Kayla benar-benar di sana. Sambil tersenyum manis. Dia pun memeluk Vano.

"Hiks... Kamu kemana?" Isak Vano.

"Maaf." Hanya satu kata yang Kayla ucapkan.

"Jangan pergi lagi." Vano terus saja menangis di pundak Kayla.

"Shutt, udah jangan nangis lagi." Kayla menghapus air mata Vano.

"Kamu kemana aja? Aku sendiri di sini."

Senyuman Kayla perlahan memudar. "Maaf, kita harus terpisah sementara." Ucapnya tiba-tiba.

"Nggak! Nggak boleh, kamu harus terus sama aku."

"Kita bakal terus bersama, tapi kita harus terpisah dulu. Sekarang kamu bangun, Bunda udah nunggu di sana." Kayla mengelus rambut Vano.

"Bunda? Ini dimana? Kamu mau kemana?" Tanya Vano beruntun.

Namun Kayla tidak menjawab, dia terus saja tersenyum. Perlahan, tubuhnya menghilang.

"Kayla! Kamu mau kemana lagi?! Jangan tinggalin aku lagi hiks..." Ucap Vano sambil menggenggam tangannya erat, tidak membiarkannya pergi.

"Maaf." Setelah itu, tubuh Kayla hilang.

"KAYLAAA!!!" Vano membuka matanya.

Napasnya memburu. Dilihatnya di sampingnya, Mara terkejut sambil menangis.

"Vano, hiks kamu udah bangun?" Mara memeluk putranya dengan perasaan bahagia.

"B-bunda..."

"Hiks... Iya ini bunda." Isaknya sambil terus memeluk erat Vano.

Setitik air mata Vano turun, dia sangat merindukan bundanya.

"Kayla dimana?" Tanyanya. Mara terdiam.

"Sebentar bunda panggil dokter dulu. Kamu baru sadar." Mara mencoba mengalihkan perhatian Vano.

Ini yang dia takutkan, begitu Vano sadar. Dia pasti akan menanyakan Kayla. Sementara, menantunya masih hilang.

"Dimana Kayla bunda?" Vano menggenggam tangan bundanya. Matanya mendadak menajam.

"Iya, bunda panggil dokter dulu ya?" Sekarang Mara ketakutan, apa yang harus dia katakan pada putranya.

"Vano nanya bunda, Kayla di mana?" Kali ini, nada bicaranya datar.

Lima detik kemudian, air mata Mara menetes lagi.

"K-kayla hilang."

Bagai ditusuk pedang, Vano diam terpaku. Dia melepas genggaman bundanya, kemudian tersenyum kecut.

"Nggak mungkin." Vano menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Nggak mungkin kan bunda?" Vano bertanya menghadap Mara.

"Bunda nggak mungkin bohong sama kamu nak."

Tidak, tidak mungkin kali ini dia akan kehilangan Kayla lagi. Baru saja, dia memeluknya dengan tangannya sendiri.
Apakah itu cuma mimpi?

Pikirannya kalut, Vano melepas infus dan alat-alat di tubuhnya kemudian berdiri.

"Vano kamu mau kemana nak?!" Teriak Mara berusaha mengejar putranya.

Entah dimana Leon sekarang, Mara bingung harus melakukan apa.

"Nak berhenti! Kamu baru sadar."

Vano tak mendengarkan teriakan bundanya. Dia harus mencari Kayla. Entah apapun yang akan terjadi dia akan mencarinya.

"Berhenti!" Suara bariton di depannya menghentikan langkahnya.

"Mau kemana kamu?!" Tanya Leon tegas.

"Vano mau cari Kayla."

"Cukup sampai di sini, lihat bunda kamu! Nggak kasian kamu hah?! Berbulan-bulan dia jaga kamu. Sampai nangis kayak gitu!" Bentak Leon.

Vano terdiam.

"Biar ayah yang cari Kayla. Balik ke kamar." Ucap Leon lembut.

"Tapi..."

"Ayah nggak suka di bantah. Kembali ke kamar, atau ayah terpaksa bius kamu." Ancam Leon tegas.

Seluruh perhatian orang-orang di rumah sakit berpusat pada mereka.

Vano menarik napas. Kepalanya tiba-tiba saja berdenyut. Tubuhnya tidak seimbang.

"Udah ayah bilang kan? Kamu belum sembuh." Leon dibantu bodyguard yang lainnya membopong Vano kembali ke kamar.

Mara membuntuti mereka dari belakang. Sambil terus berdoa agar Kayla bisa segera di temukan.

To be continued...

Hallo semua... Gimana tahun barunya? Pasti seru ada acara bakar² gitu ya😉
Semangat baca cerita author ya hehe:)

Jangan lupa vote, dan komen semuanya.
Babay 👋🏻

My Spoiled Boss (21+) [Slow Update]Where stories live. Discover now