BAB XIX | THE PLACE HE USED TO KNOW

136 6 1
                                    


Kushina mengulurkan handuk baru pada Minato yang barusaja masuk dan pria bersurai pirang itu menerimanya dengan seulas senyuman tipis.

"Terima kasih, maaf aku harus merepotkanmu kali ini."

Kushina menggeleng pelan lalu berbalik berjalan menuju dapurnya. "Duduklah, tehnya akan segera siap. Atau kau mau kopi?" ujarnya mempersilahkan. Minato pun duduk di sofa panjang yang berhadapan langsung dengan televisi.

"Kopi saja. Terima kasih," jawabnya.

Minato merasa nostalgia.

Dulu—dahulu sekali ia sering kemari. Namun rumah Kushina yang terakhir dia ingat sangat berbeda. Jelas Kushina sudah mengubah dekorasi dan bahkan cat tembok yang semula dominan warna coklat pastel kini telah berubah menjadi dominan hijau sage dan putih.

Minato jadi teringat dulu ada banyak sekali pernak-pernik unik yang diletakkan Kushina di rumahnya seperti dreamcathcer dan hiasan makrame hingga kerang-kerang laut, mirip tipe-tipe dekorasi rumah tepi pantai. Sekarang ia melihat rumah Kushina menjadi lebih minimalis dengan dekorasi yang sederhana dan tanaman-tanaman kecil di meja, pojok ruangan bahkan di halaman. Lampu redup yang menghiasi rumahnya membuat suasana rumah menjadi lebih hangat dan tenang.

Ia tidak ingat Kushina suka merawat tanaman.

Ah—itu kan ingatannya dulu sekali. Ia kembali tersadar jika Kushina yang sekarang sudah berbeda.

Namun ia tetap menyukainya.

Perasaannya tidak berubah sedikitpun.

Tanpa sadar Minato menatap langit-langit dan sekitar ruangan Kushina sambil tersenyum.

"Kenapa kau senyum-senyum sendiri? Apa hujan membuatmu aneh?" ujar Kushina membuyarkan pikiran Minato. Gadis bersurai merah itu membawa dua cangkir berisi teh dan kopi hangat di tangannya lalu meletakkan cangkir-cangkir itu di tatakan di atas meja.

Minato menggeleng. "Tidak. Aku hanya memperhatikan kalau rumahmu sudah banyak berubah."

Kushina duduk di ujung sofa yang lain hingga membuat jarak diantara mereka kentara sekali. Kushina menepuk-nepuk lengan sofa panjangnya pelan sambil memandang ruang tamunya.

"Seleraku sudah berubah. Lebih sederhana, dan segar. Kau lihat tanaman-tanaman itu? Aku tidak mengira sebelumnya jika mendekorasi dengan tanaman bisa jadi favoritku. Tanaman-tanaman itu membuatku tenang," ujar Kushina bercerita sedikit.

Minato memandangnya singkat. "Begitu ya ..."

"Kau benar. Sederhana seperti ini membuat ruanganmu terlihat lebih lapang ... seperti ada ruang lebih untuk bernafas."

Kushina mengangguk dan tersenyum, "Benar, kan? Minumlah dulu selagi hangat."

"Terima kasih lagi."

"Kau sudah mengucapkan banyak terima kasih. Kurasa sudah cukup," balas Kushina. Minato terkekeh.

Mereka berdua menyesap minuman dengan tenang. Lalu tangan Kushina terulur untuk membuka toples-toples kue kering di atas meja di depan sofa. Wanita itu menyodorkannya pada Minato.

"Mau cemilan?'

Minato menggeleng pelan. "Tidak, aku masih kenyang."

"Baiklah," Kushina pun mengambil cemilan untuk dirinya sendiri dan memakannya dengan santai sembari menyalakan televisinya.

Televisi Kushina menjadi penyelamat keheningan panjang diantara mereka. Suara hujan dan acara ragam di televisi mendominasi suara di sekitar mereka. Sementara kedua orang yang duduk di sofa yang sama itu tak berucap sepatah katapun.

RED [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now