BAB VIII | BEATING HEART

55 8 0
                                    


Fugaku datang di saat yang tepat. Ketika ia melihat seseorang memegang pistol dan itu bukan Minato, ia langsung tahu jika itu pelaku yang lain. Tanpa basa-basi, ia segera menembak kaki pelaku itu karena ia menganggap dia akan menembak lagi.

Fugaku tidak selembut Minato yang lebih memilih cara tanpa senjata jika tidak terpaksa. Namun Fugaku, dia akan mencegah hal berbahaya terjadi apalagi jika pelaku punya senjata.

Pelaku yang membawa pistol itu tentu saja langsung roboh dan mengerang kesakitan. Fugaku dan yang lain segera naik dan membekuknya. Sementara Shikaku mendekati Minato yang berdiri di dekat pelaku lain yang posisinya tengkurap.

"Terima kasih."

"Kau harus menggunakan pistolmu lain kali, Minato. Mereka berdua berbahaya," tutur Shikaku yang menarik pelaku di dekat Minato untuk bangkit dan membawanya turun. Sementara pelaku yang membawa pistol diurus Fugaku.

"Kau bahkan mengikat kakinya? Ide bagus. Dia akan melompat-lompat sampai lantai satu. Ayo, Tuan, silahkan melompat," ujar Shikaku yang beralih pada pelaku yang menunjukkan raut wajah kesal setengah mati. Ia bahkan berani mengumpat dan mencaci maki Shikaku. Kalau saja Shikaku adalah orang yang emosinya mudah tersulut, mungkin luka di wajah pelaku itu bisa bertambah.

Chouza mendekati Shikaku dan Minato, "Omong-omong soal tembakan tadi. Apa dia cuma menakut-nakuti?" Chouza memandang Minato yang terlihat menggigit bibirnya sambil menunduk.

"Oh, astaga—Minato!" Chouza memekik ketika mengetahui pinggang Minato berlumuran darah beserta tangan kirinya yang memeganginya. Sontak saja Shikaku dan Fugaku langsung memandang Minato.

Chouza pun lantas segera memanggil ambulans. Karena Minato dan pelaku satunya membutuhkan perawatan segera.

*****

Mikoto menempelkan ponsel di telinganya sambil berjalan menuju lift. "Aku akan mentraktirmu makan malam. Malam ini kau senggang, kan?" ujarnya pada lawab bicaranya, Kushina.

"Kau sudah memesan?"

"Sudah. Sudah hampir sampai. Kau ambil makanannya dan kita makan di ruanganku. Aku akan menyusul setelah memeriksa pasienku sebentar. Oh, dan ada yang ingin kuberitahukan padamu nanti."

"Baiklah urus pasienmu dulu. Aku sudah di dekat elevator."

.

.

Kushina menuruni elevator menuju lantai dasar untuk menunggu makanan yang dipesan Mikoto. Ia keluar dari pintu kelauar dan menatap langit malam yang cerah. Kushina tersenyum cerah. Harinya sangat damai akhir-akhir ini dan ia bersyukur karena bisa sedikit bernapas lega. Ibunya dan Tsunade-san tidak banyak menelpon beberapa hari ini. Hanya satu kali tadi siang Tsunade menelpon. Ia tidak tahu kenapa dan bahkan bertanya-tanya apakah kedua wanita itu sudah menyerah?

Baguslah kalau begitu.

Tak lama kemudian seorang pengantar makanan datang dan Kushina menghampirinya. Ia pun mengambil kantong plastik dari pengantar makanan itu.

"Oh, Dokter Uzumaki, selamat malam!" sapa seseorang yang berjalan ke arahnya dengan tersenyum. Kushina menelengkan kepalanya mengingat-ingat siapa pria itu.

"Oh, Tuan Reichiro Asahi! Bagaimana kabar anda? Bukankah anda tidak ada jadwal pemerikasaan jantung hari ini?" balas Kushina dengan sopan. Ia sedikit heran melihat pria itu di jam selain saat kontrol.

Pria itu tersenyum, "Tidak, Dokter. Saya sudah lebih baik. Saya hanya menemani teman saya—oh apa anda ingat teman yang menjadi wali saya?" Kushina mengangguk pelan.

RED [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now