BAB XVI | PEACEFUL NIGHT

86 7 1
                                    


Fugaku dan Minato sibuk memandangi layar monitor yang berjajar di hadapan mereka. Posisi monitor itu menempel di dinding dan masing-masing monitor menunjukkan gambar yang berbeda.

"Pemberontakan katamu?" tanya Shikaku yang tiba-tiba muncul di belakang mereka dan membuat kedua pria yang fokus pada monitor-monitor itu menoleh.

Minato mengangguk. Fugaku memandang Minato sebentar seperti mencari celah kebohongan pada sikap Minato yang justru menunjukkan kesan keyakinan.

"Serius? Kapan?" tanya Shikaku lagi.

"Delapan—atau sembilan tahun yang lalu, sih. Aku ada dalam tim yang mengatasi mereka saat itu."

Shikaku terdiam lalu ia menggaruk belakang kepalanya, "Benar juga. Kau kan mantan tentara. Ternyata kau juga yang bertugas saat itu. Kami tidak begitu tahu karena kepolisian punya urusan yang berbeda dengan militer."

"Benar. Tapi dia masuk ke dalam jaringan teroris yang diburu polisi juga."

Shikaku pun memandangi potret seorang pria yang terpampang jelas di salah satu monitor. Pria dengan rambut agak gondrong yang dikuncir sekenananya. Ada sebuah luka yang cukup panjang dari dahi hingga pipi seperti garis miring.

Sepertinya dia pernah mengalami hal yang mengerikan.

Shikaku menghela napas. "Iya benar. Dia sudah jadi buronan sejak penyelundupan barang ilegal sepuluh tahun yang lalu di dermaga dekat Kirigakure. Mizukage sampai mengamuk karena mereka berhasil lolos saat itu." Jawab pria berambut nanas itu.

"Oh, ternyata dia sudah punya masalah sebelum pemberontakan, ya?" tanya Minato yang barutahu tentang fakta soal pria yang ia cari itu.

"Justru aku kaget kalau kau baru tahu."

"Lalu? Ada cara untuk menangkap orang ini?" Fugaku angkat bicara setelah diam cukup lama. Shikaku mengedikkan bahunya. Sepuluh tahun kepolisian belum bisa menangkapnya itu berarti mereka belum menemukan cara yang tepat untuk itu, bukan?

Ketiganya tak bersuara dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Lalu pimtu ruangan itu terbuka pelan menunjukkan Chouza yang masuk dengan empat gelas americano dingin di tangannya.

"Kurasa kita butuh ini." Tutur Chouza seraya meletakkan empat gelas kopi itu di atas meja dan mengambil satu untuk dirinya sendiri.

"Mana Inoichi?" tanya Chouza yang tidak melihat keberadaan salah satu rekannya yang bersurai pirang panjang itu.

Shikaku dan Minato segera meraih asupan kafein yang dibawa Chouza itu dengan antusias.

"Mengintrogasi di bawah," jawab Shikaku singkat lalu menyedot kopinya dan menghela napas lega.

"Terima kasih, Akimichi-san," ujar Minato. "Chouza saja. Kita sudah bekerja bersama selama tiga tahun lebih dan kau masih memanggilku begitu, Minato?" protes Chouza. Minato terkekeh.

"Baiklah, Chouza." Pria berbadan berisi itu menjentikkan jarinya dengan puas.

"Aku punya cara. Tapi mungkin sedikit berbahaya—tapi bisa jadi sangat efektif," Minato meletakkan gelas americanonya dan menatap ketiga rekannya dengan serius.

"Apapun itu. Orang ini sudah jadi tanggung jawab tim kita sejak tahun lalu. Aku tidak mau berlama-lama," tukas Shikaku.

"Bisa kau jelaskan bagian mana yang berbahaya—oh, rencanamu dulu, lalu bahayanya," tambah Chouza.

.

.

.

Setelah mendengar semua ucapan Minato, ketiga orang lain itu tampak berpikir dan merenungkan segalanya.

RED [SLOW UPDATE]On viuen les histories. Descobreix ara